Wong Kar Wai bukanlah raja film kung fu, Wong adalah raja cinta dan rindu. Wong Kar Wai adalah sustradara film Hong Kong yang dikenal melalui film-filmnya yang orisinil dan unik, secara visual serta bergaya. Film-filmnya yang menjadi mahakarya antara lain; In The Mood for Love (2000), Fallen Angels (1995), Happy Together (1997), dan film ketiganya yang akan kita bahas dalam tulisan ini Chungking Express (1994).
Jika anda bukan penggemar film Asia dan akan mau menonton film ini sekarang, percayalah akan banyak kesulitan untuk mencerna jalan cerita film ini.
Chungking Express bisa dibilang sangat absurd. Mulai dari plot yang tidak jelas, timeline yang terdistorsi, dan potongan dalam film seperti belum selesai diedit. Namun Wong menampilkan sinematografi yang indah, artistik, dan memukau. Penuh lampu neon, suasana surealis, Hong Kong kala malam hari dengan aktivitasnya dan nuansa malam yang kelam. Dibalik semua itu Chungking Express menyimpan makna yang lebih dalam.
Secara plot film ini memiliki dua cerita yang berbeda. Menceritakan empat karakter protagonis dalam film yang bersinggungan secara tidak langsung namun saling berhubungan dalam situasi dan perasaan yang sama.
Cerita pertama bertutur tengang Polisi 223 alias Qi Wu (Takeshi Kaneshiro) dan seorang Perempuan Berwig Pirang (Briggite Lin). Polisi 223 baru saja dicampakkan oleh pacarnya, sedangkan Perempuan Berwig Pirang dikhianati oleh anak buahnya dalam penyeludupan narkotika. Keduanya bertemu secara tidak sengaja ketika Polisi 223 sedang mengejar penjahat dan menabrak Perempuan Berwig Pirang. Lalu mereka bertemu kembali dan menghabiskan malam bersama di sebuah pub. Cerita kedua menceritakan Polisi 663 (Tony Leung) yang baru saja ditinggal oleh pacar pramugarinya (Valerie Chow). Yang kemudian bertemu dengan pegawai kedai kebab Fayw (Faye Wong) yang diam-diam menaruh perasaan kepadanya.
Chungking Express adalah film tentang patah hati, orang-orang kesepian, dan mereka yang berusaha menemukan identitas diri sekaligus berusaha menemukan cinta sejati. Latar perkotaan Hong Kong yang ditampilkan sangat mendukung rasa kesepian dan haseat untuk menemukan cinta sejati itu.
Dari dua karakter polisi itu, kita dibawa dalam refleksi patah hati yang berbeda. Polisi 223 yang memakan nanas kalengan dengan tanggal kadaluwarsa 1 Mei sebagai katarsisnya. Melambanggkan bahwa manusia tidak berbeda layaknya makanan kaleng yang akan habis waktunya dan akan segera diganti dengan yang baru. Kemudian Polisi 663 yang berbicara dan memberikan makna-makna pada benda di apartemennya. Menjelaskan dua ekspresi yang berbeda dalam perasaan yang sama. Lalu soundtrack dalam film yang diulang-ulang menganalogikan sebuah perebuhan yang harus segera ditempuh. Dalam bagian pertama film lagu Dennys Brown yang berjudul Things In Life terus diputar lagu ini berkmakna bahwa hari tidak akan sama setiap harinya, pasti ada perbedaan. Kemudian California Dreamin karya The Mamas and The Papas yang terus diputar Faye yang juga selalu membayangkan untuk pergi ke California dan lagu The Cranberries berjudul Dreams yang mengisyaratkan harapan dan perubahan.
Elemen-elemen tersebut sebenarnya mengikat cerita untuk menunjukkan isolasi diri dan hasrat untuk menemukan cinta sejati yang mempengaruhi semua orang dilingkungan yang berbeda. Terkadang film ini digambarkan secara lamban dan kongemplatif, yang menekankan pada sifat fana kehidupan. Di sisi lain film ini digambarkan begitu cepat, alur yang kacau dan tidak teratur. Bagaikan mimpi yang tidak bisa kita ingat sepenuhnya, namun detail dan momen kecilnya selalu teringat.
Pendekatan ini membawa seseorang dalam refleksi dan kesabaran untuk mencari jati diri. Kita tidak dapat menemukan cinta sejati sampai kita dapat menemukan diri sendiri. Kita tidak boleh kehilangan pandangan di Tengah kekacauan hati. Baiknya manusia terus belajar, merenung dalam kesendirian, dan membangun ruangnya sendiri untuk menciptakan landasan yang sehat tentang cinta.
Sebagai penutup tulisan singkat ini. We're All Unlucky in Love At Times.