Lihat ke Halaman Asli

Yoga Pangestu

Profesi mahasiswa.

Stoiksime untuk Hidup yang Lebih Damai

Diperbarui: 5 Juni 2022   15:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Hidup diperkotaan menjanjikan sejuta keuntungan bagi masyarakatnya, namun dibalik keuntungan itu terdapat usaha yang sangat besar untuk meraihnya. Seiring dengan perkembangan zaman pola kehidupan kota kian melaju pesat, tak banyak juga masyarakat yang tertinggal, bahkan harus kalah dengan tuntutan zaman. Kota juga menawarkan segudang masalah bagi penghuninya mulai dari masalah sosial hingga permasalahan pribadi. Misalnya saja kaum pekerja yang tinggal di Jakarta harus berkejaran dengan waktu untuk menghindari kemacetan untuk berangkat kerja, ataupun lingkungan tempat tinggal yang berbeda jauh dengan kampung halaman yang terkadang hal-hal tersebut sangat mempengaruhi emosional seseorang.

Masalahnya adalah kondisi emosional seseorang sangat berpengaruh kepada pikiran juga perasaan mereka, sehingga dapat menganggu produktivitas dalam pekerjaan ataupun kehidupan sehari-hari. Kekhawatiran, kegaluan, amarah, kesedihan, rasa frustrasi ataupun emosi negatif lainnya mungkin dirasakan oleh hampir setiap orang. Perasaan-perasaan inilah yang mendorong saya untuk mempelajari Filsafat Stoikisme (ya walaupun semuanya berawal karena patah hati....), tapi apa sebenarnya Filsafat Stoikisme itu ?

Filsafat Stoikisme merupakan salah satu ajaran filsafat Yunani kuno yang paling berpengaruh dalam sejarah, ajaran Stoik turut hadir mewarnai dunia pemikiran Barat. Stoikisme sudah ada sejak abad ketiga SM, aliran pemikiran ini dicetuskan oleh Zeno dari Citium, Athena. Kata Stoa berasal dari bahasa Yunani yang berarti beranda rumah, sedangkan Stoik merujuk pada mereka yang mempelajari aliran ini, belajar di beranda-beranda kerajaan.

Entah mengapa aliran kuno ini masih sangat relevan untuk kehidupan masyarakat urban sekarang. Belakangan ini juga Filsafat Stoik mulai berkembang menjadi aliran yang mainstream, dengan terbitnya di antaranya mungkin buku-buku seperti tulisan Ryan Holiday The Daily Stoic ataupun Filosofi Teras karya Henry Manampiring.

Lantas siapa yang dapat mempelajari aliran ini ? Siapapun itu. Kaya ataupun miskin, berkuasa atau menjadi budak. Semuanya bisa mempelajari dan menerapkan aliran stoik. Aliran ini tidak lekang oleh waktu, karena sifatnya yang tidak berlawanan dengan aliran atau ideologi lain dan relavan untuk dipelajari oleh semua orang. Tak ayal juga tokoh-tokoh aliran ini memiliki latarbelakang yang berbeda-beda di antaranya seperti, Seneca seorang pejabat pemerintahan Roma, Marcus Aurelius  Kaisar Romawi dan Epictetus seorang budak yang tersiksa terus semasa hidupnya.

Apa yang dipelajari oleh Filsafat Stoikisme ? Filsafat Stoa mempelajari falsafah kehidupan untuk hidup yang lebih tenang, kedamaian dalam hati, pegendalian emosi dan pikiran negatif, pembelajaran rasa syukur akan karunia hidup, tidak takut akan kemiskinan, kesengsaraan dan juga kematian.

Dalam ajarannya aliran ini mengajarkan adanya kekuatan besar atau Logos (ilahi) yang menyertai dan menguasai alam semesta. Dengan artian bahwasanya segala yang terjadi pada kehidupan didunia ini sudah digariskan oleh Tuhan dan manusia hanya tinggal menjalankan, bertawakal, menyerahkan diri dan bersikap realistis terhadap segala peristiwa yang terjadi.

Jika kita bandingkan dengan contoh kasus masyarakat perkotaan dengan segala kerudetan yang mereka alami setiap harinya, maka perkataan Epictetus sangat cocok untuk menyadarkan kita akan pentingnya penerimaan dan berpikir bijak menghadapi suatu permasalahan. Epictetus berkata "It's Not What Happens To You, But How You React To It That Matters" yap saya sangat setuju dengan perkataan ini, walaupun dalam kenyataanya sangat sulit untuk menerapkan pola pikir seperti ini tapi menurut saya Stoikisme merupakan latihan seumur hidup. Oke balik lagi... Seperti yang dikatakan Epictetus bahwa ketika suatu hal buruk menimpa kita, maka yang bisa kita lakukan hanya menerimanya saja. Namun reaksi positif atas segala peristiwa sangat penting untuk dilakukan.

Filsafah Stoikisme juga mengajarkan untuk membatasi diri dari ekspektasi-ekspektasi akan suatu keinginan. Sebab ekspektasi berlebih pada suatu hal yang belum tentu terwujud ataupun menjadi milik kita akan melahirkan kekecewaan dan emosi negatif lainnya. Karena kita tidak bisa mengendalikan hal-hal yang akan terjadi pada diri kita, namun kita masih bisa mengendalikan respon diri terhadap hal-hal yang mungkin akan terjadi pada diri. Maka dari itu mengapa para filsuf Stoikisme selalu menekankan untuk berfokus kepada hal-hal yang bisa diri kita kendalikan.

Pada dasarnya ada dua tujuan utama dalam mempelajari filsafat Stoikisme yang pertama adalah membebaskan diri dari emosi negatif dan melatih empat kebajikan pokok dalam diri manusia. Yaitu Wisdom atau kemampuan untuk menangani suatu permasalahan dengan logika, pengetahuan dan ketenangan. 

Kemudian Temperence atau yang diartikan sebagai latihan menahan diri dari segala emosi dan keinginan yang berlebihan dalam berbagai aspek kehidupan. Justice atau keadilan merupakan cara untuk memperlakukan semua orang dengan sama  walaupun orang itu, pernah berbuat salah kepada kita. Courage atau keberanian berarti menghadapi tantangan hidup dengan memberikan integritas dan usaha kita semaksimal mungkin.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline