Penulis: Yoga Nanda, Fauzan Muttaqien, dan Ade Andra
Salah satu bidang yang sangat terkena dampak dari pandemic covid-19 yakni bidang ketenagakerjaan. Penyebaran covid-19 yang meluas di seluruh Indonesia berpengaruh besar pada kinerja, tingkat produktivitas, ataupun kewajiban-kewajiban pengusaha membayar berbagai biaya operasional seperti melakukan pembayaran upah bagi tenaga kerjanya. Dari hal tersebut, banyak perusahaan harus melakukan pengurangan kerugiaan akibat pandemic covid-19 salah satunya yaitu mengambil langkah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Langkah tersebut selaras dengan aturan yang terdapat dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Aturan tersebut memberikan penjelasan bahwa perusahaan mempunyai hak untuk melakukan PHK bagi karyawannya jika perusahaan yang bersangkutan dalam keadaan merugi.
Beberapa perusahaan terus mengalami kerugian secara finansial yang kemudian berimbas pada pengambilan beberapa langkah strategis yang menyebabkan kerugiaan bagi karyawannya seperti: menganjurkan pekerjanya mengambil cuti kerja tanpa melakukan pembayaran, hingga yang paling ekstrim melakukan PHK secara sepihak tanpa persetujuan dari karyawannya. Sebagai bentuk perlindungan negara kepada para pekerja di swasta, pemerintah melakukan penjaminan para karyawan yang di PHK secara sewenang-wenang yang mana perlindungan hukum tersebut sebenarnya diatur secara jelas dalam Pasal 150-172 Undang-Undang Tenaga Kerja. Undang-undang tersebut tidak hanya dijadikan landasan pokok terkait aturan tenaga kerja, namun juga mengatur terkait PHK yang dilakukan perusahaan kepada karyawannya.
Pada prinsipnya aturan terkait PHK diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dalam aturan tersebut mengartikan PHK sebagai mekanisme pemutusan hubungan kerja yang diakibatkan karena adanya ikhwal tertentu yang mangakibatkan selesainya hubungan terkait hak dan kewajiban diantara karyawan serta perusahaan. Selain itu juga terdapat aturan khusus yang menjelaskan definisi PHK dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor Kep15A/Men/1994Pasal 1 Ayat (4), yakni putusnya hubungan kerja yang dilaksanakan pengusaha pada pegawainya dengan terlebih dahulu mendapat perizinan dari Panitia Daerah maupun Panitia Pusat. Selanjutnya salah satu pakar hukum mengemukakan definisi terkait PHK yakni diputusnya hubungan kerja yang didasari aturan hak dan kewajiban yang disepakati dan dilaksanakan oleh perusahaan pada karyawannya yang dikarenakan munculnya penyebab tertentu sehingga hubungan tersebut harus selesai.
Oleh sebab itu terhadap terjadinya PHK akan menyebabkan terganggunya sistem hak dan kewajiban yang sudah ada sebelumnya. Beberapa hak karyawan yang sudah seharusnya diterima disebabkan pemutusan hubungan kerja juga dapat ditinjau dari Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor Kep-150/Men/200 antara lain: uang pesangon, yaitu uang yang sudah seharusnya diterima oleh karyawan dari perusahaan yang dikarenakan adanya pemutusan hubungan kerja. Uang Penghargaan Masa Kerja, yaitu uang yang sudah sepantasnya didapatkan oleh karyawan dari perusahaan dalam bentuk upah yang dihitung masa bekerja karyawan tersebut. Ganti Kerugian, yaitu uang uang yang didapatkan perusahaan pada karyawan sebagai ganti rugi yang dirasakan oleh karyawan tersebut disebabkan adanya pemutusan hubungan kerja seperti digantikannya biaya lain yang berhubungan dengan pekerjaan selama bekerja di perusahaan tersebut.
Berdasarkan pendapat Wiwoho Soedjono menyatakan bahwa uang penghargaan tidak hanya uang yang sudah seharusnya diterima karyawan karena telah memberikan jasanya pada perusaan, akan tetapi juga diberikan pada karyawan yang telah mengabdi dalam rantan waktu 5 tahun maupun lebih lalu dilakukan pemutusan hubungan kerja maka karyawan akan menerima uang penghargaan tersebut. Sedangkan aturan terkait ganti rugi menyatakan bahwa, karyawan sudah seharusnya menerima uang penggantian hak antara lain:
a.Cuti tahunan yang belum dimanfaatkan serta belum gugur;
b.Biaya maupun ongkos yang dipakai oleh karyawan serta keluarganya ketempat karyawan ditempat tersebut bekerja;
c.Pergantian uang untuk biaya rumah tinggal serta biaya kesehatan untuk karyawan yang waktu kerjanya telah sesuai dengan kriteria yang ditentukan yakni 15% dari uang pesangon; serta
d.Pergantian uang ganti rugi yang bisa ditinjau dari perjanjian kerja yang telah disepakatika sebelumnya pada masa hubungan kerja yang disepakati kedua belah pihak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H