Seleksi pimpinan KPK oleh DPR sudah usai. DPR akan menetapkan pimpinan KPK terpilih pengganti Muhammad Busryo Muqodas usai reses Januari nanti. Siapa yang akan menjadi pimpinan KPK yang baru? Pilihanya hanya dua. Busyro Muqodas sang incumbent yang mengajukan diri kembali dan satu orang PNS di Sekretariat Kabinet yang tiba-tiba muncul bernama Roby Arya Brata.
Dalam dunia pemberantasan korupsi, Roby jelas 'orang baru'. Ia seperti diberikan jalan tol oleh Panitia Seleksi pimpinan KPK. Namanya pun realtif baru dikenal publik ya ketika menjadi capim KPK. Rekam jejaknya jelas tak sebanding dengan Busyro, Singa Tua yang masih menunjukan taring serta semangatnya dalam pemberantasan korupsi.
Dari seleksi di DPR pun bisa terlihat. Busyro meski sudah uzur semangatnya masih makantar-kantar dalam pemberantasan korupsi. Ia dengan tegas menyatakan akan terus mengutamakan penindakan dalam gerak langkah KPK. Sementara Roby, terlihat lembek. Ia mengatakan ingin mengutamakan kegiatan pencegahan di KPK dan menomor duakan penindakan.
Memang, penindakan dan pencegahan sama-sama dibutuhkan dalam pemberantasan korupsi. Namun, ditengah belitan korupsi yang maha dahsyat di negeri ini, penindakan harus tetap diutamakan dan digalakan. Strategi yang paling jitu untuk diterapkan sekarang adalah : 'Menyerang!', itu sekaligus sebagai pertahanan yang terbaik'. Semakin banyak kasus korupsi ditindak dan dihukum berat, maka akan ada efek jera, pencegahan yang paling baik.
Namun, dari jalannya seleksi kemarin, DPR tampaknya cenderung memilih Roby (cek disini : Sumber ). Busyro banyak dikritik karena Ia seorang incumbent, sudah tua pula. Umurnya memang sudah 62 tahun. Demokrat bahkan terkesan menyepelekan Busyro dengan mengajukan pertanyaan "Apa bapak tidak capek?". DPR biasanya juga suka dengan orang baru. DPR sendiri sepertinya juga risih dengan orang-orang 'galak' di pimpinan KPK seperti Busryo.
Nah sekarang mari kita telisik. Siapa sih Roby? (cek disini sumber )
Saat ini, Ia seorang pejabat negara. Jabatanya lumayan, Kepala Bidang Hubungan Internasional di Sekretariat Kabinet sejak 2011. Selain PNS, Roby juga dosen di Program Pascasarjana Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Sebelumnya, pria 49 tahun ini menjabat Asisten Kepala Unit Kerja Presiden Pengelolaan Program dan Birokrasi pada 2008-2010.
Roby menyelesaikan pendidikan sarjananya dari Universitas Padjajaran. Dia melanjutkan studi pada program Magister Public Policy di University of Wellington, Selandia Baru. Roby lulus pada 1999. Setelah itu, dilanjutkan dengan mengambil program doktoral di Australian National University dan lulus pada 2001.
Diajukanya Roby dengan latar belakang seorang pejabat negara di lingkungan Setkab sebelumnya sudah banyak menimbulkan kecurigaan. Pengajuan dirinya yang terkesan diberikan jalan tol sehingga bisa menjadi satu-satunya calon yang bersaing dengan Busyro juga banyak menimbulkan pertanyaan. Terlebih, rekam jejaknya juga meragukan dalam pemberantasan korupsi.
Roby ditengarai sebagai titipan dari SBY untuk mengamankan kasus Century. Ia juga dekat dengan Marsilam Simanjuntak. Marsilam merupakan orang penting dalam Komite Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK) dan hadir dalam rapat yang menentukan bail out Bank Century sebesar Rp 6,7 trilliun.
Maka tak heran jika banyak pihak mencurigai Roby memang ditempatkan SBY di KPK untuk mengamankan Century. Seperti diketahui, kasus Century sudah mulai mengkhawatirkan bagi SBY. Boediono sebelumnya santer terdengar akan segera menjadi tersangka (cek disini ). Dengan adanya Roby yang misinya mengedepankan pencegahan, Roby terkesan ingin mengabaikan penindakan, terutama Century.