Lihat ke Halaman Asli

Yoga Kurniawan

Mahasiswa Magister

Peran Pimpinan Membuka Pintu Perubahan, Penguatan Budaya Organisasi pada Institusi Polri

Diperbarui: 24 Oktober 2022   10:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Jendral Polisi Listyo Sigit Prabowo Pria kelahiran Ambon Maluku, 05 Mei 1969 itu menjadi salah satu lulusan Akademi Kepolisian pada tahun 1991, diangkat menjadi Kapolri oleh Presiden Joko Widodo pada 27 Januari 2021, kedekatan Jendral Listyo Sigit dimulai sejak dia menjabat sebagai Kapolres Solo pada 2011 dan menjadi ajudan Presiden Joko Widodo pada tahun 2014.

Sebelum menjadi Kapolri, ada beberapa jabatan penting yang pernah dipegang oleh Jendral Listyo Sigit, mulai dari Kapolda Banten selama tahun 2016-2018, Kepala Divisi Provesi dan Pengamanan atau yang biasa dikenal sebagai Kadiv-Propam Polri pada 2018-2019 dan terakhir menjabat sebagai Kepala Badan Reserse Kriminal atau Bareskrim Polri. 

Beberapa kasus besar pernah ditangani oleh Jendral Listyo sigit selama bekerja di Bareskrim Polri, mulai dari kasus penyerangan Novel Baswedan yang saat itu menemui dua orang tersangka yang berasal dari anggota Polri (Rahmat Kadir dan Ronny Bugis), yang berhasil diunngkap dan ditangkap pada 26 Desember di Cinggis, kemudian ada kasus Maria Pauline Lumowa berupa pembobolas kas Bank BNI Kebayoran, dengan nilai sebesar Rp. 1,7 Triliun yang dilakukan melalui Letter of Credit palsu atau fiktif, dan kasus yang paling membuat namanya melambung ketika dia menjadi aktor utama dalam keberhasilan Polri menangkap buronan napi korupsi Bank Bali Djoko Tjandra, setelah buron selama 11 tahun, Polri akhirnya berhasil menemukan Djoko Tjandra dan Jendral Listyo Sigit sendiri yang menjemput Djoko Tjandra dari Malaysia untuk dibawa ke Indonesia pada 30 Juli 2020, setelah tertangkapnya Djoko Tjandra penyelidikan oleh Bareskrim masih berlanjut mengenai penghapusan Red Notice dan Surat Jalan Palsu yang digunakan oleh Djoko Tjandra dalam melakukan pelarian pertamanya.

Bagai diterpa gelombang, karir Jendral Listyo Sigit sebagai Kapolri tidak semulus jalannya ketika menjabat di beberapa jabatan sebelumnya, banyak kejadian dan kasus yang menerpa instansi yang dipimpinnya, kepercayaan masyarakat turun dititik terendah yaitu 50,8 persen menurut survei yang dilakukan oleh Indikator Politik Indonesia, rentetan kasus yang hadir di tubuh Polri yang menyebabkan tingkat kepercayaan masyarakat turun dititik terendahnya, sebut saja kasus Irjen Ferdy Sambo yang melakukan pembunuhan berencana, dengan memerintahkan anak buahnya Bharada Richard Eliezer untuk membunuh ajudan pribadinya Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat dan melakukan tindakan obstruction of justice untuk menutupi tindakannya dan akhirnya menyeret beberapa petinggi Polisi lainnya, seperti Brigjen Hendra Kurniawan mantan Karopaminal Divisi Propam Polri, Kombes Agus Nurpatria selaku Kaden A Biropaminal Divisi Propam Polri, AKBP Arif Rahman Arifin selaku Wakadaen B Biropaminal Divisi Propam Polri, Kompol Baiquni Wibowo selaku PS Kasubbagriksa Baggaketika Rowabprof Divisi Propam Polri, Kompol Cuk Putranto selaku PS Kasubbagaudit Baggaketika Rowabprof Divisi Propam Polri, Kasubnit I Subdit III Dittipidum Bareskrim Polri AKP Irfan Widyanto. 

Kemudian juga muncul kasus pada 01 Oktober 2022 mengenai tindakan Polisi yang tidak tepat dalam mengamankan masa supporter di Malang Jawa timur, yang menyebabkan ratusan orang meregang nyawa seusai menonton pertandingan sepakbola antara Arema dan Persebaya, penggunaan gas air mata yang tidak diperbolehkan dalam mengamankan masa di stadion yang disinyalir menjadi penyebab ratusan supporter berdesakan dan banyak yang meregang nyawa, dalam kasus ini beberapa anggota Polri sudah ditetapkan sebagai tersangka, mulai dari Kabagops Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto, Danki 3 Sat Brimob Jatim AKP Hasdarmawan, dan Kasar Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Achmadi. Selanjutnya baru baru ini muncul kasus Kapolda Jawa Timur yang baru saja dilantik Irjen Teddy Minahasa ditangkap dalam kasus narkoba pada 14 Oktober 2022, dan kasus kasus kecil lain yang bermunculan. Memang tahun yang berat untuk Jendral Polisi baru Listyo Sigit Prabowo, ketika kehadirannya disambut dan dihadapkan degan kasus kasus yang mencoreng nama instansinya dan membuatnya harus sangat serius menanganinya, untuk menciptakan serta menumbuhkan kembali kepercayaan poblik terhadap instansi tercinta.

Dengan munculnya kasus kasus baru di instansi Polri yang menyeret beberapa anggotanya dan bahkan menjadikan anggotanya sebagai pemeran utama, sudah waktunya Kapolri Jendral Listyo Sigit untuk mengevaluasi ataupun membenahi organisasi atau instansi yang dipimpinnya, Kapolri harus melakukan penguatan budaya organisasi dalam tubuh Polri, untuk menciptakan budaya Polri yang baik dan menciptakan perilaku anggota yang baik. 

Terciptanya budaya organisasi atau instansi yang baik akan membuat Polri kembali menjadi instansi yang dekat dan dihormati masyarakat, karena budaya akan membangun karakteristik dan membangun kepercayaan organisasi, penguatan budaya organisasi dalam lingkungan Polri perlu dilakukan, karena dengan budaya organisasi yang baik akan membawa dan menjadikan organisasi tumbuh serta berkembang sehingga dapat berguna bagi konsumennya dan berkolaborasi dengan organisasi lain. 

Menurut Purwanto (1992) mengemukakan bahwa budaya organisasi yang kuat dibangun dengan menanamkan 4 hal berikut, yang pertama adalah komitmen, kedua adalah kemampuan, ketiga kepaduan dan terakhir adalah konsistensi, dalam hal ini komitmen dalam organisasi Polri untuk melakukan pekerjaan atau melaksanakan tujuan Polri yang baik dalam menegakkan hukum dan mengayomi masyarakat, didukung dengan kemampuan atau kompetensi individu Polri yang berkompeten dibidangnya, serta adanya kepaduan dalam individu Polri dalam membangun kerjasama untuk melaksanakan tugasnya disertai dengan konsistensi, maka pasti organisasi atau instansi Polri akan menjadi instansi yang berjalan dengan baik dalam mencapai tujuan atau dalam melaksanakan tugas dan kewajiban.

Membangun budaya dalam instansi Polri selain dengan melaksanakan 4K tersebut atau Komitmen, Kemampuan, Kepaduan, dan Konsistensi, juga diperlukan sosok atau figur pemimpin yang kuat serta memiliki visi dan misi yang baik, wejangan dan perintah dari pimpinan yang memiliki kepribadian baik seperti Jendral Polisi Listyo Sigit Prabowo diharapkan dapat menuntun Polri untuk dapat mengevaluasi serta mambangun budaya organisasi Polri menjadi baik seperti sedia kala, Presiden sebagai kepala negara juga berperan dalam memberikan saran untuk institusi agar lebih baik, seperti yang dilakukan pada 14 Oktober 2022 Presiden mengumpulkan jajaran Polri mulai dari Kapolri, Petinggi Mabes Polri, Kapolda hingga Kapolres di Istana Merdeka Jakarta Pusat, dalam kesempatan tersebut presiden Joko Widodo menyampaikan Polri harus dapat meningkatkan kepercayaan publik karena jatuhnya kepercayaan publik di Institusi Polri, anggota Polri harus memiliki sense of crisis untuk menghadapi gejolak ekonomi yang dirasakan masyarakat, dengan mengubah lifestile anggota Polri yang sederhana dan tidak menimbulkan kecemburuan sosial, dengan melakukan ngerem total, jangan gagah gagahan dengan fasilitas atau gaya hidup yang dimiliki, karena hal tersebut dapat mengganggu kepercayaan masyarakat terhadap Polri. Persepsi buruk masyarakat terhadap Polri sebesar 29,7% muncul karena pungli, kesewenang wenangan, pendekatan yang represif, 19,2% adalah mencari cari kesalahan, dan hidup mewah, Presiden Jokowi juga menyampaikan bahwa Polri adalah instansi yang paling dekat dengan masyarakat, untuk itu menekankan untuk anggotanya untuk jangan sampai rasa aman dan nyaman masyarakat menjadi terkurangi atau hilang, karena Polri adalah pengayom masyarakat.

Pada titik inilah pintu perubahan untuk Polri mulai terbuka, Presiden Joko Widodo sangat intens dan memperhatikan organisasi Polri pada saat ini, Polri juga sudah banyak melakukan “bersih bersih” anggotanya yang dinilai buruk, untuk itu posisi Jendral Polisi Listyo Sigit saat ini adalah sebagai pimpinan Polri yang seharusnya dapat membawa institusi atau organisasi Polri menuju pintu perubahan yang lebih baik, segala kasus yang telah menimpa institusi Polri jadikan sebagai pembelajaran untuk memperkuat institusi kedepannya. Polri harus berubah dengan memperkuat budaya organisasi atau institusi Polri, serta melaksanakan wejangan yang diberikan oleh Presiden, dan tetap mendengarkan saran dan masukan dari masyarakat, Polri akan dapat menjadi institusi yang kembali dapat menjadi pengayom masyarakat, menjadi institusi yang dekat dengan masyarakat, dan menjadi institusi penegak hukum yang paling dipercaya oleh masyarakat. Ciptakan dan wujudkan visi Polri yang benar benar Presisi, yaitu Prediktif, Responsibilitas, dan Transparansi Berkeadilan, atau ciptakan visi yang sederhana yang dapat dengan mudah dimengerti oleh anggota, agar pelaksanaan tugas Polri dari atas ke bawah dapat berjalan dengan baik dan lancar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline