Pesatnya pembangunan di berbagai sektor yang berkepentingan dengan ruang, berdampak terhadap makin terbatasnya lahan potensial untuk pengembangan komoditas pertanian, karena alih fungsi lahan pertanian produktif ke penggunaan nonpertanian. Alih fungsi lahan terutama terjadi pada lahan sawah beririgasi yang lokasinya strategis. Untuk melindungi eksistensi lahan pertanian, penggunaan lahan khususnya untuk pengembangan pertanian harus dilakukan berdasarkan kesesuaian dan potensinya.
Terjadinya degradasi lahan berkaitan dengan pertambahan jumlah penduduk dan penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan daya dukungnya serta tidak memperhatikan aspek konservasi lahan. Data dan informasi tentang keberadaan lahan, baik yang potensial maupun yang marginal atau suboptimal, termasuk lahan terdegradasi, secara spasial berikut kendala, teknologi, dan manajemen yang diperlukan dapat diketahui melalui penelitian potensi sumber daya lahan, dalam hal ini pemetaan tanah dan evaluasi lahan, yang akurasinya sangat ditentukan oleh tingkat pemetaannya (Rossiter dan Wambeke 1997).
Fungsi data sumber daya lahan
Data potensi sumber daya lahan yang diperlukan untuk perencanaan program pembangunan pertanian tidak hanya dalam bentuk tabular, tetapi juga dalam bentuk spasial. Pemetaan tanah dan evaluasi sumber daya lahan secara progresif merupakan suatu pendekatan yang efektif untuk mencari dan mengetahui lahan potensial maupun yang tidak potensial, berikut kendala dan luas penyebarannya secara spasial. Tahapan kegiatan pemetaan tanah meliputi: 1) analisis landform untuk mendelineasi satuan lahan melalui interpretasi foto udara atau citra landsat, 2) identifikasi dan karakterisasi sifat fisik dan morfologi tanah di lapang, dan 3) analisis sifat fisika, kimia, dan mineral contoh tanah dan air yang representative di laboratorium. Penentuan arahan program pembangunan pertanian harus didasarkan pada kesesuaian dan potensi serta ketersediaan lahan. Oleh karena itu, pengumpulan data penggunaan lahan berikut statusnya merupakan bagian dari kegiatan pemetaan tanah. Dengan diketahuinya sebaran lahan, baik yang potensial maupun yang bermasalah berikut kendala dan kebutuhan input-nya, pengembangan pertanian akan lebih terarah dan efisien. Pengusahaan suatu komoditas dengan teknologi yang sesuai dengan kondisi lahan akan mampu memperoleh hasil yang optimal dan berkualitas dengan input yang relatif rendah, sehingga produk yang dihasilkan berdaya saing.
Pengembangan sumber daya lahan
Konversi dan degradasi lahan merupakan penyebab utama makin terbatasnya ketersediaan lahan pertanian. Pemetaan tanah dan evaluasi lahan merupakan suatu pendekatan yang efektif untuk mengetahui dan mencari lahan pertanian pengganti yang berpotensi secara spasial serta kebutuhan input-nya. Wilayah Indonesia terdiri atas berbagai agroekosistem yang mempunyai kualitas dan potensi lahan yang beragam. Uraian tersebut sangat dipengaruhi oleh faktor litologi, iklim, dan tanah. Aplikasi teknologi penginderaan
Jauh atau drone dapat mempercepat proses pemetaan tanah dan evaluasi lahan untuk mengatasi kebutuhan data yang mendesak. Hasil evaluasi lahan secara fisik dan ekonomi dapat digunakan sebagai dasar dalam menentukan arah kebijakan pengembangan komoditas unggulan.
Lahan yang masih tersedia dan berpeluang dikembangkan untuk pertanian terdapat di Papua, Maluku, dan Maluku Utara. Untuk melengkapi data potensi lahan yang masih terbatas, pemetaan tanah dan evaluasi lahan pada skala operasional harus lebih diprioritaskan ke wilayah ini. Agar dapat memberikan kontribusi terhadap program pembangunan daerah, pemetaan tanah dan evaluasi lahan di wilayah provinsi kepulauan sebaiknya dilakukan langsung pada tingkat detail. Pemetaan tanah dan evaluasi lahan karena akan menyangkut kepentingan pembangunan daerah, oleh karena itu, kegiatan tersebut seharusnya dijadikan program bersama antara pusat dan daerah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H