PENGELOLAAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT BERKELANJUTAN UNTUK MENINGKATKAN PRODUKSI MINYAK GORENG
Kesadaran masyarakat akan perubahan bentang alam dan biofisik di tingkat lokal, nasional maupun internasional sudah semakin meningkat. Perubahan bentang alam ini secara cepat atau lambat akan mengurangi daya tahan hidup (survival) dari keanekaragaman hayati, dan kehidupan jangka panjang masyarakat di sekitar hutan yang bergantung pada kondisi hutan dan hasil hutannya akan berpengaruh. Dengan mempertimbangkan berbagai kemungkinan dampak ekologis, serta berbagai sentimen negatif di dunia internasional terhadap pengembangan perkebunan kelapa sawit di Indonesia, maka pemerintah harus mengambil langkah proaktif yang bertujuan untuk memperbaiki citra negatif tentang pengelolaan perkebunan kelapa sawit dan memperkenalkan pengelolaan kebun kelapa sawit yang berwawasan lingkungan dan sosial yang berkelanjutan.
Pembangunan merupakan suatu proses perubahan yang diharapkan mengarah pada pencapaian kondisi menjadi lebih baik dari keadaan sebelumnya. Pembangunan Perkebunan merupakan bagian integral dari aspek pembangunan, dimana pembangunan perkebunan bersentuhan secara langsung pada masyarakat, dan mampu menjadi penyokong perekonomian pedesaan. Pembukaan pembangunan perkebunan sawit ini biasanya menyebabkan terjadinya perubahan kondisi fisik, sosial, dan tatanan lingkungan. Pembangunan sektor Perkebunan mengakibatkan adanya perubahan lingkungan, sosial budaya, serta ekonomi bagi berbagai pihak.
Untuk menuju pengelolaan pembangunan perkebunan sawit berkelanjutan, perlu diperhatikan beberapa aspek, kebijakan terkait dengan ekonomi, sosial budaya, dan lingkungan. Langkah pemerintah dan kalangan industri kelapa sawit dalam mengurangi dampak negatif yang diakibatkan oleh pembukaan areal hutan menjadi areal perkebunan ini salah satunya dengan membuat kebijakan khusus untuk mengurangi tebang habis hutan alam untuk tujuan penanaman kelapa sawit. Oleh karena itu, jika kegiatan ini dilakukan perlu dilengkapi dengan survei lapangan terkait wilayah mana yang masih dimungkinkan untuk tetap terjaga sebagai hutan yang bernilai konservasi tinggi dengan memperhatikan aspek lingkungan yang harus melindungi keanekaragaman hayati serta tidak merusak ekosistem yang berguna untuk menunjang daya dukung lingkungan alam dan sosial ekonomi budaya masyarakat lokal.
Peristiwa beberapa waktu lalu, terjadi kelangkaan keberadaan minyak goreng pada hampir seluruh wilayah Indonesia. Terdapat tiga penyebab kenaikan harga minyak kemasan, yaitu dipengaruhi oleh harga crude palm oil (CPO) dunia yang naik menjadi US$ 1.340/MT. Kenaikan harga CPO ini menyebabkan harga minyak goreng ikut naik secara signifikan. Selanjutnya, pemerintah memiliki program B30 yakni mewajibkan pencampuran 30% Biodiesel dengan 70% bahan bakar minyak jenis Solar untuk mengurangi laju impor BBM, namun saat ini kondisi produksi CPO sedang menurun. Oleh karena itu, terdapat usulan dari pengusaha agar mandatori B30 atau kewajiban pencampuran minyak sawit sebanyak 30% pada solar kembali dikurangi. . Kemudian, faktor lain seperti pandemi Covid-19 menjadi salah satu penyebab harga minyak goreng terus merangkak naik. Pasalnya akibat Covid-19, selain produksi CPO ikut menurun drastis, juga menyebabkan arus logistik ikut terganggu akibat berkurangnya jumlah kontainer dan kapal yang masuk untuk mendistribusikan kebutuhan pokok.
Perencanaan pengelolaan perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan harus dilakukan secara terintegrasi antara kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah, pengusaha, maupun masyarakat lainnya. Dokumen perencanaan pengelolaan perkebunan kelapa sawit harus menyediakan informasi kepada para pihak lainnya, terkait dengan aspek lingkungan dalam bahasa yang mudah dipahami.
Dokumen perencanaan dan seluruh aspek pengelolaan perkebunan kelapa sawit harus dapat diakses oleh publik, kecuali beberapa informasi yang memenuhi syarat sebagai dokumen rahasia yang tidak bisa diakses oleh publik. Lingkungan, efisiensi dan keberlanjutan sumber daya alam untuk generasi masa depan sangat penting untuk memungkinkan pengembangan perkebunan kelapa sawit di seluruh Indonesia dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan tetap memperhatikan daya dukung lahan dan memelihara kelestarian sumberdaya lingkungan.
Pada aspek ekonomi, investasi usaha perkebunan sawit harus menciptakan kesinambungan usaha dengan meminimalisir konflik yang terjadi antara masyarakat dengan perusahaan. Pada aspek sosial dan budaya, perhatian difokuskan pada negara-negara tradisional dan nilai-nilai budaya. Identitas masyarakat dan hubungan masyarakat dengan pengusaha perkebunan minimal 20% atau untuk kepentingan kedua belah pihak sesuai kesepakatan, lebih dari jumlah area perkebunan besar yang dimaksudkan untuk perkebunan rakyat. Pada aspek hukum hendaknya mengedepankan musyawarah dan mufakat dalam penyelesaian sengketa yang dimulai dari izin prinsip hingga dikeluarkannya Hak Guna Usaha.
Pengelolaan perkebunan sawit berkelanjutan yang baik sesuai aturan pemerintah diharapkan mampu meregulasi produksi minyak goreng yang sempat mengalami lonjakan harga. Dengan sistem perkebunan berkelanjutan diharapkan agar produksi serta distribusi terhadap kebutuhan minyak goreng bagi masyarakat semakin meningkat akibat sumber daya alam yang digunakan telah menggunakan prinsip berkelanjutan. Hal ini dilihat dari sumber daya alam yang terus dijaga kelestariannya sehingga menghasilkan produk yang dapat diproduksi secara terus-menerus dalam jangka waktu yang lama.
Penulis: Siti Jamilah, Yoga Dwi Marwanto, Azzumawardhani Almi, Rendy Joice
Dosen Pengampu: Dr. Megawati Simanjuntak, S.P., M.Si. dan Dr. Ir. Lilik Noor Yuliati, M.FSA
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H