Melukiskan keindahan Pondok Pesantren Salafiyah yang lebih dikenal orang dengan sebutan masjid Tiban di Turen ini perlu berlembar-lembar halaman untuk menampung deretan kata untuk mendeskripsikannya, apalagi kalau disertai foto-foto untuk membuktikannya, dan agar bisa menggambarkan keindahannya secara detail lantai per lantainya rasanya tidak cukup dengan melakukan satu kali kunjungan saja, apalagi kalau kunjungan itu dilakukan pada musim libur dan hari-hari besar, ponpes ini ramai layaknya pasar.
Pondok Pesantren Bihaaru Bahri ‘Asali Fadlaahlir Rahmah ini terletak di desa Sananrejo, Turen Malang. Masjid yang menurut mitos masyarakat muncul tiba-tiba ditengah lahan kebun yang luas ini, pembangunannya tidak disadari oleh masyarakat sekitar sehingga disebut sebagai masjid tiban, sedangkan menurut keterangan petugas disana masjid ini dibangun oleh para santri yang tinggal disekitar lokasi dan sudah berlangsung puluhan tahun hingga saat ini dan belum selesai seratus persen.
Keheranan masyarakat itu sesungguhnya juga menghinggapiku, rasanya hampir tidak masuk akal, bagaimana mungkin bangunan berlantai sebelas ini pembangunannya bisa tidak diketahui masyarakat sekitar. Apakah mereka tidak melihat truk-truk yang membawa material bahan bangunan hilir mudik disana, mengantar semen, membawa pasir, mengangkut batu-batuan dan juga lift? Sungguh tidak dapat dicerna akal dan seolah tetap menjadi rahasia.
Keheranan demi keheranan terus berdatangan setelah tiga kali berkunjung kesini. Pada kunjungan-kunjungan itu aku hampir tidak melihat kesibukan orang bekerja, hanya sekali aku melihat seorang bapak sedang mencat motif ukiran di bagian pagar masjid yang letaknya tidak dalam bangunan pondok pesantren, tetapi kemajuan pembangunannya terasa.
Pertanyaan dalam kepala aku juga yang menjawabnya “Oh…mungkin hari libur saat masjid ini banyak kedatangan wisatawan, pembangunan dihentikan sementara sehingga pengunjung tidak terganggu. Selain itu para santri yang bekerja bisa beristirahat”, dan sebagian santri dapat melakukan tugas lain misalnya sebagai pemandu wisata”
Dalam sekejap rasa heran akan berganti dengan rasa takjub yang diwakili dengan decak kagum, masjid ini benar-benar indah dan megah. Setiap berpindah area kita serasa berpindah ke negeri lain, jadi jangan pernah berfikir akan merasa bosan melihat motif, corak dan ornament yang ada. Kita akan selalu dibuat terkejut. Keterkejutan akan semakin menjadi jika mendengar penjelasan bahwa bangunan ini dibuat tanpa bantuan konsultan, tanpa arsitek dan interior designer. Seluruhnya merupakan hasil shalat istikharah Romo Kyai, pendiri pondok pesantren. Beliau sekarang telah meninggal dunia dan peranannya diteruskan oleh Nyai istri Romo Kyai.
“itu makanya ponpes ini lama selesainya. Romo selalu menunggu petunjuk dari Allah yang didapat melalui istikharah”
“seluruh detail bangunan ini beliau yang merancang?” kataku kembali heran. Dan petugas dengan tegas menjawab “ya” Aku spontan menggeleng-gelengkan kepala, sambil berucap “sungguh luar biasa!, subhanallah”
Mari kita menjelajahi bangunan ini.
Kalau kita mengunjungi lokasi ini dengan kendaraan pribadi, mobil bisa parkir didalam area, lahan parkirnya cukup luas. Kalau mau beristirahat dulu untuk melepas lelah kita bersantai diruang yang terdapat di pekarangan didepan masjid.
Ruang terbuka ini diperuntukkan untuk para santri melakukan interaksi sosial.
Dikiri kanan jalan menuju lokasi banyak masyarakat yang membuka warung menjajakan segala keperluan pengunjung. Jalannya tidak terlalu lebar cukup untuk satu mobil begerak leluasa. Kalau pergi bersama rombongan menggunakan bis, bis harus parkir agak jauh dari lokasi dan pengunjung melanjutkan dengan jalan kaki.
Setelah memasuki gerbang, ada bangunan yang berfungsi sebagai loket, petugas akan mengatur lalu lintas kendaraan agar tidak membahayakan pengunjung yang berjalan.
[caption id="attachment_309081" align="alignnone" width="605" caption="loket"]
[/caption]
Berkunjung ke tempat ini tidak dikenakan biaya masuk, tetapi kita disarankan untuk mendaftarkan nomor kendaraan di loket informasi sebagai pertanda izin masuk. Yang tidak bawa kendaraan bisa langsung menuju tempat yang menarik perhatian untuk dikunjungi lebih dulu.
Namun aku sarankan sebaiknya minta bantuan santri untuk menjadi pemandu supaya kita dapat menikmati seluruh keindahan gedung ini dan supaya gak bingung didalam gedung.
Setelah dari loket informasi penjelejahan segera dimulai. Kita akan melewati lorong indah bernuansa keemasan untuk menuju lantai satu. Pengunjung diminta untuk melepas sandal atau sepatu, kita berjalan tanpa alas kaki.
[caption id="attachment_309087" align="alignnone" width="605" caption="nuansa keemasan"]
[/caption]
Kita tak perlu terburu-buru untuk menuju lantai satu, karena keindahan dilorong ini sayang untuk dilewatkan begitu saja.
Setelah puas menikmati detail dinding yang didominasi warna keemasan di lorong ini, perjalanan dilanjutkan menuju ruang akuarium dan ruang lainnya di lantai atas.
[caption id="attachment_309101" align="alignnone" width="605" caption="ruang belajar santri"]
[/caption]
Karena kesibukan mengagumi segala yang ada di ponpes ini (selanjutnya aku sebut masjid aja ya), aku sudah tak ingat lagi di lantai berapa lokasi-lokasi dalam foto ini berada. [caption id="attachment_309105" align="alignnone" width="605" caption="kamar mandi"]
[/caption] [caption id="attachment_309115" align="alignnone" width="595" caption="lukisan di ruang keluarga"]
[/caption] Aku beruntung karena ditemani pemandu yang juga santri disini, aku tinggal ikut kemana dia membawa kami, apalagi orangnya ramah dan sabar menunggu kegiatan jeprat-jepret yang menghabiskan waktu lama, bahkan tanpa diminta dia akan menghidupkan lampu ruangan jika dirasanya cahaya yang kurang akan mengganggu kualitas foto yang dihasilkan, karena memang aku kurang suka menggunakan blitz.
Perjalanan menjelajahi bangunan dari lantai satu ke bagian teratas bangunan dilanjutkan dengan menapaki anak-anak tangga, meski sebenarnya ada lift yang bisa digunakan dari lantai empat. Semula aku protes karenamerasa akan bakal tidak kuat naik kelantai sebelas dengan berjalan kaki, sudah terbayangkan nafas yang akan terengah-engah dan lutut akan menjerit sakit, tapi pak Kirom pemandu kami meyakinkan bahwa aku pasti bisa dan insya Allah tidak akan merasakan keluhan apa-apa, ya aku percaya saja pada sugestinya. Maka kami terus naik sampai lantai atas dan ajaib gak ada masalah dengan nafas. Alhamdulillah. sebelum cerita dilanjutkan nikmati dulu foto-foto ini Di Pekarangan kompleks
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H