Hari libur tahun baru Muharam, kami isi dengan pergi jalan-jalan. Tetap masih Museum yang jadi tujuan. Kali ini kami pergi ke Museum Satria Mandala yang terletak di Jl Gatot Subroto, Jakarta.
Aku menjadi pemandu wisata yang membawa peserta anak SD dan TK, Szalma, Ghazi, Zahra dan Omar yang biasa dipanggil mas, kesemuanya merupakan anggota tetap jalan-jalan bersama yang dijadwalkan hampir setiap minggu, targetnya seluruh museum yang ada di Jakarta akan kami kunjungi bersama.
Sesampainya kami disana, tanpa menunggu aba-aba, mas sudah berlarian ke halaman depan museum perjuangan Tentara Nasional Indonesia, berlari ke arahmeriam yang terletak di halaman depan yang luas.Ketika kami tengah berjalan ke arah edung yang dulunya adalah rumah kediaman Ratna Sari Dewi,istri Presiden Soekarno, rumah yang juga dikenal dengan sebutan wisma Yaso, kami dihampiri seorang petugas yang mengatakan, karena ini adalah hari libur Nasional, maka museum tidak buka, seketika peserta kecewa. Tapi beliau menjelaskan kalau kami bisa berkeliling hingga halaman belakang, karena disana terdapat koleksi pesawat , panser, ambulans. Kekecewaan pun terobati, bersama kami berjalan kaki.
Sebelumnya anak-anak berfoto dulu di Panser yang terletak tepat dekat tulisan ucapan Selamat Datang di Museum Satria Mandala.
Aku harus menjelaskan pada anak-anak yang sudah terlampau semangat bahwa hari ini mereka tidak bisa masuk ke dalam museum untuk melihat koleksi-koleksi peralatan perang, dan terpaksa hanya dapat melihat koleksi yang terdapat di halaman samping dan belakang.
Dalam perjalanan ke halaman samping atau belakang yang menjadi ruang pamer di area terbuka ini terlihat betapa lingkungan ini terawat kebersihannya,rumput tumbuh sumbur dan warna hijau seperti permadani yang terhampar, tetapi sayang justru di bagian belakang tempat pesawat-pesawat dipamerkan kesan itu menjadi hilang karena ada sebagian area yang seperti menjadi tempat sampah sementara, terdapat pecahan kaca disana, dan aromanya, serasa ada di kandang binatang, bau! Anakku sampe bilang “pulang aja ma, bauuu...!”, padahal di tempat itu seharusnya kami bisa berlama-lama mengagumi pesawat-pesawat yang ternyata ada yang buatan bangsa kita.
Ambulans si Gajah atau si Dukun
[caption id="attachment_77270" align="aligncenter" width="300" caption="Ambulans si Gajah"]
[/caption] Di museum terbuka ini dipamerkan Replika Mobil Ambulans yang diberi nama Si Gajah yang dirakit di Indonesia, dulunya mobil ambulans ini adalah milik Rumah sakit Umum Majalaya dan dipergunakan sepanjang tahun 1957-1962 yang pernah dipergunakan untukmengangkut korban akibat keganasan DI/TII
Mobil Sedan DD-I
Mobil bermerk Dodge Dart keluaran tahun 1962 pernah dipergunakan oleh Panglima Kodam XIV/Hasanuddinkol M. Yusuf ketika berunding mengenai pemulihan keamanan di Sulawesi Selatan dengan Andi Selle Mattola di Pinrang. Setelah perundingan dalam perjalanan pulang, mobil ini ditembaki oleh para penghianat, bekas tembakan terlihat di pintu kanan dan kiri
[caption id="attachment_77272" align="aligncenter" width="300" caption="ini bekas tembakan"]
[/caption]
Pesawat Kunang
Aku baru tau, apalagi anakku bahwa pada tahun 1958 putra Indonesia sudah bisa membuat pesawat yang merupakan jenis pesawat olahraga yang hanya dapat memuat satu orang saja. Pesawat ini dibuat di bengkel depot penyelidikan percobaan dan pembuatan pesawat angkatan udara pangkalan udara Husein Sastranegara Bandung oleh para tekhnisi kita dibawah pimpinan letkol udara penerbang Nurtanio Pringgoadisurjo, yang pertama kali menerbangkan pesawat ini dan penerbangan terakhir dilakukan pada tahun 1968.
Pesawat ini kemudian menjadi koleksi museum pada tahun 1977.
Pesawat WEL-I RIX
Ini adalah replika pesawat Wiweko Experimental Lightplane Regestrasi RI-X. Pesaat terbang ringanyang memiliki tempat duduk tunggal dan bersayap atas yang menggunakan mesin Motor Harley Davidson, desain dan konstruksinya asli buatan Indonesia tahun 1948 oleh Opsir Udara III Wiweko Supono pimpinan Biro Rencana dan Konstruksi AURI di Pangkalan Udara Maospati, Madiun. Pesawat yang pembuatannya diselesaikan dalam waktu 5 bulan ini dilakukan uji terbang pada pertengahan tahun 1948 dan diikut sertakan dalam pameran penerbangan di Yogya pada tanggal 17-23 Agustus 1948.
Yang dipamerkan disini adalah replikanya sebagai sumbangan TNI AU untuk museum, pada tanggal 30 Oktober 1981, karena pesawat aslinya hancur akibat ledakan granat di dekat stasiun Maguwo.
Pesawat Gelatik
Gelatik adalah nama yang diberikan pada pesawat PZL 104, sebuah pesawat serbaguna yang merupakan pesawatSTOL (short TakeOff and Landing). Tahun pengeluaran pesawat yang merupakan buatan Nurtanio/TNI AU adalah tahun 1966 dan selama tahun 1071-1978 pesawat ini pernah digunakan oleh satuan Udara pertanian dalam operasi bakti untuk memberantas hama tanaman rakyat dan penghijauan di Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Sulawesi Tengah.
Nama Gelatik adalah pemberian Presiden Soekarno, Pada Tahun 1983 pesawat ini kemudian diserahkan ke Museum Satriamandala.
Koleksi Pesawat :
[caption id="attachment_77284" align="alignleft" width="300" caption="..."] [/caption] [caption id="attachment_77285" align="alignleft" width="300" caption="..."] [/caption]
[caption id="attachment_77286" align="alignleft" width="300" caption="pesawat Angkatan Laut"]
[/caption]
[caption id="attachment_77287" align="alignleft" width="300" caption="Pesawat Angkatan Darat"]
[/caption]
[caption id="attachment_77288" align="alignleft" width="300" caption="Seulawah"]
[/caption]
Bergaya di Satria Mandala
[caption id="attachment_77290" align="aligncenter" width="300" caption="berlarian di halaman depan"]
[/caption] [caption id="attachment_77292" align="aligncenter" width="300" caption="Zahra bergaya"]
[/caption] [caption id="attachment_77298" align="aligncenter" width="300" caption="..."]
[/caption] [caption id="attachment_77302" align="aligncenter" width="300" caption="Gaya Ghazi"]
[/caption] [caption id="attachment_77304" align="aligncenter" width="300" caption="pose lengkap"]
[/caption] [caption id="attachment_77305" align="aligncenter" width="300" caption="..."]
[/caption]
[caption id="attachment_77307" align="aligncenter" width="300" caption="lariiii...."]
[/caption]
Suasana Museum:
[caption id="attachment_77310" align="aligncenter" width="300" caption="selamat datang"]
[/caption] [caption id="attachment_77312" align="aligncenter" width="300" caption="JAm menunjukkan lima lewat sepuluh, padahal kita datang jam sepuluh lho!"]
[/caption] [caption id="attachment_77314" align="aligncenter" width="300" caption="bersih"]
[/caption] [caption id="attachment_77315" align="aligncenter" width="300" caption="..."]
[/caption] [caption id="attachment_77317" align="aligncenter" width="300" caption="halaman asri"]
[/caption] [caption id="attachment_77318" align="aligncenter" width="300" caption="..."]
[/caption]
[caption id="attachment_77320" align="aligncenter" width="300" caption="karena nila setitik rusak susu sebelanga"]
[/caption] [caption id="attachment_77321" align="aligncenter" width="300" caption="tak terawat..."]
[/caption] [caption id="attachment_77322" align="aligncenter" width="300" caption="diambil dari balik kaca..."]
[/caption]
Karena hari makin siang dan matahari semakin garang kami memutuskan untuk mengakhiri kunjungan disini.
Sumber tulisan : Museum Satria Mandala
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H