Lihat ke Halaman Asli

Intan Ayu P

anak indie

Deja Vu, Apakah Hal yang Wajar?

Diperbarui: 30 Agustus 2020   12:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://www.freepik.com/free-vector/people-holding-question-marks_4453695.htm#page=1&query=confused&position=46

Deja vu secara harfiah memiliki arti "pernah melihat" yang asalnya dari bahasa Prancis, merupakan fenomena merasakan sensasi kuat bahwa Anda pernah mengalami kejadian yang sama persis di masa lalu dengan kejadian sekarang yang sedang dialami, namun Anda sama sekali tidak bisa menjelaskannya. Seolah-olah ada ingatan masa lalu mengenai situasi saat ini yang tiba-tiba hadir. Hal ini juga dirasakan dengan perasaan sama yang kuat seperti, aneh dan merasa takut. Padahal, Anda memang belum pernah merasakan situasi tersebut sebelumnya.

Hingga saat ini, diperoleh 40 teori yang berupaya menjelaskan mengapa deja vu bisa terjadi. Salah satunya deja vu merupakan jenis patologis yang berkaitan dengan epilepsi, yang menurut teori ini deja vu terjadi karena kejang pada bagian lobus temporal otak manusia. Sehingga mengakibatkan hilangnya konsentrasi secara penuh yang akhirnya membuat orang mengalami deja vu.

Menurut teori psikologi, deja vu berhubungan dengan recognition memory, yang artinya sebuah jenis memori yang menyadarkan apa yang Anda alami sekarang sebenarnya sudah pernah dialami sebelumnya. Otak kita bekerja di antara dua recognition memory, yaitu recollection dan familiarity. Kita mengingat sebuah ingatan sebagai recollection atau pengumpulan kembali jika kita bisa menyebutkan secara tepat kapan situasi yang pernah kita alami yang pernah muncul sebelumnya.

https://www.freepik.com/free-vector/mental-health-awareness-concept-with-gear-wheels_7942068.htm#page=1&query=brain&position=38

Kemudian untuk familiarity sendiri, deja vu dijelaskan melalui teori familiarity based recognition. Intinya, teori ini memaparkan bahwa fenomena deja vu terjadi karena kita tidak mengenali objek yang kita temui secara penuh. Bahwa ingatan kita disimpan dalam bentuk pecahan-pecahan tertentu, bukan segelondongan. Contohnya pada suatu hari, Anda melihat seseorang memakai pakaian yang menarik perhatian Anda di suatu tempat, dan ketika esoknya saat Anda pergi ke tempat yang lain, ternyata Anda melihat seseorang yang berbeda memakai pakaian dengan bau yang sama. Lalu, samar-samar muncul rasa familiar Anda dengan tempat tersebut yang bahwasanya Anda seperti sudah pernah ke tempat tersebut, padahal belum pernah sama sekali dan baru pertama kali ke sana.

Menurut penelitian, deja vu sering dialami oleh orang yang suka bermimpi, menonton film ataupun jalan-jalan bepergian. Yang mengakibatkan mereka banyak mengingat objek-objek dalam pengalaman mereka. Sehingga umumnya saat mereka menemui situasi yang baru, objek-objek tersebut akhirnya membuat mereka mengalami deja vu. Faktor pemicu lainnya yaitu pengaruh usia, pengaruh pendidikan, status sosial ekonomi, pengaruh stres dan rasa lelah, serta dampak obat-obatan.

Dengan demikian, pengalaman deja vu merupakan fenomena umum yang dianggap suatu kondisi yang normal. Jika tidak ada keluhan penyerta dalam pengalaman deja vu, maka kondisi ini dianggap wajar-wajar saja. Namun bila terdapat gejala yang mengganggu saat deja vu terjadi, segeralah hubungi dokter.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline