Lihat ke Halaman Asli

Dilema Kurikulum Transisi

Diperbarui: 26 Juni 2015   12:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Penyelenggaraan kurikulum baru meskipun telah berlangsung selama kurang lebih 2 semester ini masih saja menyisakan berbagai polemik bagi para pelaku pendidikan. Secara tak langsung timbulnya ketidaknyamanan dalam proses penyelenggaraan perkuliahan merupakan konsekuensi dari diberlakukannya kurikulum baru 2009 ini yang tidak diikuti dengan antisipasi timbulnya masalah secara optimal.

Sebagaimana kita ketahui, masa transisi dalam berbagai ranah selalu saja mensurut-timbulkan berbagai masalah, dalam hal ini khususnya pada bidang akademik maupun adminstrasi pendidikan. Masalah-masalah tersebut tidak akan timbul bila sedari dini memang telah dipersiapkan berbagai antisipasi timbulnya problem yang menggangu serta menghambat proses pelaksanaan perkuliahan baik bagi mahasiswa selaku peserta didik, dosen, maupun berbagai staf adminstratif managerial dari jajaran Subbag, Dekanat, atau bahkan Rektorat.

Dalam tinjauan mahasiswa, bagi mahasiswa angkatan 2008 ke bawah dengan penyelenggaraan kurikulum baru ini sama halnya dengan menutup kesempatan bagi mahasiswa angkatan tersebut untuk dapat menyelenggarakan perkuliahan dengan list mata kuliah sesuai dengan kurikulum mereka pada kurikulum baru karena memang list mata kuliah kurikulum lama tidak lagi tersedia dalam kurikulum baru.

Di lapangan ketika mahasiswa yang hendak mengulang mata kuliah pada kurikulum lama terpaksa harus terhalang hak pendidikannya. Karena memang mata kuliah pada kurikulum lama tak lagi dapat diselenggarakan. Jika pun ada mata kuliah pada kurikulum baru dengan nama atau kajian yang dirasa ekuivalen dengan semester sebelumnya tetap saja hak-hak mendapatkan pendidikan tak bisa diperoleh. Hanya dengan rasionalisasi bahwa kurikulum baru hanya berlaku bagi mahasiswa 2009 ke atas.

Maka tak urung ketika mahasiswa lama yang telah mengentry KRS dengan list mata kuliah semester 2009 harus menelan pil pahit dengan diusir dari perkuliahan oleh dosen bersangkutan serta terpaksa harus melakukan pembatalan sebagian mata kuliah yang telah diambil sebelumnya. Secara otomatis hak mahasiswa dalam mengulang mata kuliah sebelumnya tak bisa didapatkan. Dengan demikian perbaikan DHS maupun KHS tak lagi bisa dilakukan.

Maka akan sangat merugikan bila mahasiswa pada mata kuliah tertentu yang kurang beruntung dengan predikat tidak lulus maupun memiliki hasil yang kurang optimal pada mata kuliah tertentu. Padahal kita sebagai pelaku yang bergulat dalam ranah pendidikan tentu tak dapat mengabaikan begitu saja kondisi beberapa peserta didik yang kurang beruntung. Karena ketidakberungtungan tersebut terjadi tidak selamanya karena kecerobohan mahasiswa dan disamping itu tentu ada berbagai faktor berkait yang tak dapat diabaikan begitu saja.

Tak hanya pada kendala itu saja, mahasiswa angkatan 2009 sebagai “pelaku” pertama dalam kurikulum baru ini bukan berarti lepas dari masalah begitu saja. Dengan adanya kurikulum transisi tersebut secara otomatis daftar mata kuliah yang dapat ditempuh hanya pada daftar mata kuliah di semester tersebut. Beda dengan masalah angkatan dibawah 2009, mahasiswa pada angkatan ini tidak diperkenankan melakukan penambahan mata kuliah di semester atasnya. Mau tidak mau sama halnya mahasiswa 2009 hanya disodorkan dengan penyelenggaraan mata kuliah paketan per semester. Dengan demikian maka percepatan masa studi tak dapat ditempuh oleh mahasiswa angkatan 2009.

Masalah juga tak berhenti pada itu saja, keputusan penyelenggaraan semester pendek 2010 disela-sela semester gasal dan ganjil juga menjadi masalah tersendiri. kebijakan ini secara tak langsung juga patut dipertanyakan dasar penyelenggaraannya. Yang kami dapati penyelenggaraan semester ini kurang tersolisasi dengan baik. Sehingga alur bahkan konsekuensi dari mengikuti semester pendek tersebut tak sepenuhnya dapat dipahami oleh mahasiswa itu sendiri.

Dalam audiensi yang difasilitasi BEM FIP pada 28 September lalu yang turut dihadiri Pembantu Dekan I, sebagian perwakilan jurusan, serta beberapa perwakilan mahasiswa dari berbagai angkatan, Fathur Rahman M.Si selaku sekertaris jurusan PPB menegaskan bahwa dalam menyikapi polemik kurikulum transisi ini kita perlu memilah dan mengindentifikasi masalah yang hendak kita perjuangkan dalam forum tersebut. Identifikasi masalah itu terkait apakah fakultas telah mengabaikan hak dan wewenang mahasiswa maupun kendala yang yang dihadapi mahasiswamurni karena kelalaian mahasiswa tersebut dalam adminstrasi maupun selama proses perkuliahan yang lalu.

Meskipunaudiensi berlangsung normatif dan banyak pihak yang merasa tidak sepenuhnya puas dengan hasil forum tersebut, masing-masing pihak patut saling mengintrospeksi. Sedapat mungkin masing-masing pihak mampu membedakanletak permasalahan yang sedang kita hadapi. Karena memang tak sepenuhnya 100% kesalahan terletak pada fakultas dan juga tak seutuhnya mahasiswa yang salah. Sebagai konsekuensi dari penyelenggaraan kurikulum transisi ini jika memang ditemukan pihak fakultas selama ini tidak mampu mengakomodir hak dan wewenang mahasiswa atau mengabaikannya, maka secara legowo saat ini harus siap memenuhi tuntutan mahasiswa yang menjadi wewenang dan hak mahasiswa yang memang seharus didapatkan dengan segala konsekuensinya.

Hal tersebut juga berlaku bagi mahasiswa yang selama ini mengalami kendala dalam proses administrasi dan perkuliahan jika memang secara benar ditemukan bahwa berbagai kendala yang dihadapi merupakan kesalahan maupun kelalaian mahasiswa itu sendiri maka secara ksatria harus siap dengan segala konsekuensinya pula. Selanjutnya jurusan sebagai panjang tangan dari fakultas dalam melayani mahasiswa sedapat mungkin mampu mengakomodir berbagai kebutuhan mahasiswa jurusannya dan kami yakin keputusan-keputusan bijak mampu ditelurkan dari sana.

Satu hal lagi yang patut menjadi bahan evaluasi bersama, sedapat mungkin berbagai komponen terkait dalam penyelenggaraan pendidikan mampu menghadirkan keputusan yang seiya sekata. Ada kesepahaman bersama yang harus dipahami dan dimengerti berbagai pihak. Ketika mahasiswa dalam mengurus adminstrasi tak harus dihadapkan dalam keadaan yang ambivalen, diombangambingkan kesana kemari tanpa kepastian yang ujung-ujungnya mahasiswa menjadi korban dalam ketidakjelasan sistem yang ada. Kematangan suatu kebijakan menjadi suatu keharusan, akan menjadi fatal terlebih bila menjadikan pelaksana kebijakan sebagai kelinci percobaan kebijakan itu sendiri. Tentu kita semua tak ingin hal semacam itu terjadi.Semoga hal ini mampu menjadi bahan renungan bersama guna terciptanya sistem yang jauh lebih baik kedepan.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline