Lihat ke Halaman Asli

Sekotak Cahaya Kematian

Diperbarui: 16 November 2017   16:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Omah Petroek Yogyakarta

Gadis itu menunduk, di belakang seorang pria, ia tak bersembunyi, ia  sedang sibuk membuka instagram saat pria di depannya fokus dalam kemacetan, alih-alih berkisah ringan, si wanita malah sibuk sendiri.  Memuakkan. Gadis lain di trafic light, sebelah tangannya bermain gawai hingga tak sadar lampu sudah hijau. Seorang lain lagi, menumpang ojek online, meletakkan  tangannya di atas barang antaranya dan pengemudi, juga sedang bermain  game. Seperti manten baru yang tak tahan goda sang birahi. Ingin  menuntaskannya dimana pun ia dan "pasangan"nya berada.

Hmm, biar adil. Seorang  gadis memangku dagu sambil menggigit sedotan tanpa menghisapnya,  menatap kosong dengan pikiran yang mungkin bosan pada sosok di depannya.  Alih-alih saling berbagi kisah, si cowok malah sibuk dengan sosok tipis  bercahaya di depannya, yang tak lebih elok nan semok dari gadis  penggigit sedotan itu.

Ah, ingin ku hampiri. "Mbak, mari duduk  denganku saja, ku dengarkan segala kisahmu selagi ku kenyangkan ragaku".  Tapi tak mungkin, cowok yang hanya akan teralihkan pandang jika si  penggigit sedotan melepas tiga kancing dari atas itu pasti tak terima,  meski gadisnya lebih dihargai.

Sudut lain, berduaan, satu meja,  tapi mereka "foursome" dengan sosok tanpa kelamin di genggaman  masing-masing, dengan sesekali saling pamer sesuatu.

Ah, mentang-mentang sosok itu selalu memuaskanmu di kamar mandi, lalu kamu merasa berhak singkiri gadis manis di hadapanmu.

Bukankah semua dalam layar cahaya itu semu? Serba pura-pura? Topeng? Ingin tampak sebaliknya dari realita? Tak  mampu aku ke Bangkok, Jepang, USA, Bali. Ya sudah, aku foto di kali  dengan caption "Bahagia itu sederhana". Ah, wajahmu tak bisa bohong,  tawamu tak seperti anak-anak. Tak mampu pula aku jajan Gelato, Americano, atau makanan tren lainnyo,lalu unggah singkong goreng.

Sejak kapan standar hidup ditentukan dengan jumlah love n like?  Sehingga aku musti gundah jika jumlahnya tak lebih dari foto temanku?  Aku lebih suka lensa depan yang bergambar jerawatku, ketimbang lensa  belakang yang berpemandangan realita "aku orang biasa, dari keluarga  sederhana, yang tak punya apa-apa".

Bukankah hidup tak melulu  terlalu bahagia dan terlalu sedih? Yang hanya tiba sesekali. Lalu  mengapa hidup ini harus dibuat serba luar biasa? Dengan sayap pesawat,  makanan mahal, ikon kota.

Jika ini diteruskan, bertopeng, terus  hingga senja tua. Leher ini akan tercekat kaget pada waktunya. "Aku lupa  belum melakukan apa-apa".
Maka, kini aku meluangkan waktu bersenda gurau bersama aku, menanyakan kabarku, perasaanku, mauku, mimpiku, cintaku.

Bagi  gadismu, priamu, saudaramu, orang tuamu, letakkan sejenak gawaimu.  Tatap matanya, dengarkan kisahnya, dan genggam tangannya sambil berkata,  "Aku mencintaimu apa adanya, aku disini untukmu."

  

Yohanes Bara

Yogyakarta, 24 Oktober 2017




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline