Lihat ke Halaman Asli

Yanda aftar

Fotographer jalanan dan penulis amatir

Sulitnya Mendapatkan Lisensi Kepelatihan di Indonesia

Diperbarui: 10 Oktober 2021   13:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bola. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sepakbola adalah olahraga paling di minati di dunia, tidak terkecuali di Indonesia. Banyak anak-anak di pelosok Negeri yang bermimpi menjadi pesepakbola profesional. Nyaris semua impian tertingginya sama, yaitu membela Tim Nasional sepakbola Indonesia. Beberapa tahun terakhir kita bisa melihat kerja keras PSSI dan staff kepelatihan dalam menemukan talenta-talenta terbaik. Sebut saja, Evan Dimas, Irfan Bachdim, Bagus Kahfi, Asnawi Mangkualam, Saddil Ramdani, Egi Maulana Fikri. Belum lagi pemain naturalisasi seperti Cristian Gonzales, Victor Igbonefo, dan yang lainnya. Tapi sepertinya PSSI juga melupakan hal terpenting dalam sepakbola yaitu sosok seorang Pelatih sepakbola.

JIka seorang pemain di Indonesia bisa bermain baik maka besar kemungkinan pemain tersebut akan di panggil ke Timnas. Namun kondisi lebih rumit di hadapi orang-orang yang ingin menjadi pelatih sepakbola. Yang pertama adalah minimnya akses dan informasi. Kursus kepelatihan di Indonesia terkesan hanya bisa di akses oleh orang-orang di sekitar sepakbola, di Eropa seorang penerjemah bahasa seperti Jose Mourinho bahkan bisa menjadi pelatih top dan menyumbang banyak gelar. Kasus ini jelas menunjukan bahwa seseorang yang bukan dan/atau tidak pernah bermain sepakbola juga memiliki kesempatan sukses yang sama sebagai pelatih. Yang kedua adalah hampir semuanya harus membayar terlebih dahulu. Sebagai contoh untuk mendapatkan Lisensi Kepelatihan D nasional sekitar 3juta-5juta sementara untuk lisensi C sekitar 8juta-10juta. Nominal yang tentu saja cukup besar untuk sebagian orang. Tidak adanya beasiswa ataupun kursus bebas biaya menunjukan bahwa ladang bisnis lebih penting daripada kesuksesan dan kemajuan sepakbola tanah air.

Ini bukan untuk perbandingan karena kualitas kita masih jauh, namun di Jerman mereka memiliki akademi kepelatihan sendiri yang bisa di akses secara luas oleh siapa saja di negara tersebut, sisanya adalah seleksi alam. Akademi Hennes Weisweiler sudah terbukti melahirkan pelatih-pelatih top Eropa seperti Jurgen Klopp, Thomas Tuchel, Joachim Loew, bahkan Julian Nagelsmann yang saat ini masih belum 35 tahun sudah memimpin banyak tim besar di Jerman. Jerman memiliki kepercayaan kepada warganya, dan dengan sistem yang tertata pasti akan berbanding lurus pada hasil.

Indonesia memiliki potensi yang sama dengan negara lain, dengan sistem yang baik dan memberikan kesempatan kepada pesepakbola, pelatih, dan semua bagian yang terlibat di sepakbola, Indonesia di piala dunia bukan sekedar mimpi lagi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline