Lihat ke Halaman Asli

YM. Lapu

Puisi, Merangkai Rasa Memeluk Jiwa

Rembulan Di Balik Jendela (Bagian 1)

Diperbarui: 17 Januari 2025   20:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerbung. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Yuri B

"Rembulan di Balik Jendela"

Malam itu hujan turun dengan deras, menghantam genting rumah tua yang hampir roboh. Di balik jendela kayu yang keropos, seorang wanita muda bernama Laila duduk termenung. Matanya tertuju ke luar, ke arah jalanan yang basah oleh genangan air. Di tangannya, sebuah surat tua yang sudah menguning digenggam erat.

Surat itu dari Armand, cinta pertamanya sekaligus satu-satunya. Sepuluh tahun telah berlalu sejak ia terakhir kali melihat pria itu, namun isi suratnya masih terukir jelas di hatinya.

"Laila, jika kau membaca ini, mungkin aku sudah pergi jauh. Namun, percayalah, cintaku akan selalu tinggal di tempat yang tak akan pernah pergi---hatimu. Tunggu aku, jika kau mau. Tapi jangan biarkan hidupmu berhenti karena rindumu padaku."

Armand adalah sosok yang sederhana, tapi penuh kasih. Ia adalah pria yang selalu mengutamakan orang lain di atas dirinya sendiri. Ketika keluarganya mengalami kesulitan, ia memutuskan pergi merantau untuk membantu mereka. Ia berjanji akan kembali, namun waktu terus berjalan tanpa kabar.

Laila, meskipun didera keraguan, memilih setia. Bukan karena ia tak memiliki pilihan, tapi karena ia percaya cinta adalah tentang memberi tanpa menuntut. Setiap malam, ia duduk di depan jendela, menunggu bayangan Armand yang tak kunjung pulang.

Suatu hari, di tengah keheningan malam, suara ketukan di pintu membangunkan Laila dari lamunannya. Jantungnya berdetak kencang. Apakah ini hanya angan-angan, atau... apakah ini Armand?

Dengan tangan gemetar, ia membuka pintu. Di depannya berdiri seorang pria dengan wajah yang tak lagi muda, tapi sorot matanya tetap sama---hangat dan penuh cinta. Itu adalah Armand. Tubuhnya terlihat lelah, namun senyumnya masih utuh.

"Laila," ucapnya pelan, suaranya serak oleh hujan dan waktu.

Laila membeku. Air matanya tumpah sebelum ia sempat mengucapkan sepatah kata pun. Ia tak peduli betapa waktu telah mengubah pria itu; di matanya, Armand tetaplah cinta yang ia tunggu selama ini.

"Aku pulang," lanjut Armand, kali ini dengan suara yang bergetar. "Aku tahu aku terlambat. Tapi aku ingin kau tahu, aku selalu memikirkanmu. Kau adalah alasan aku bisa bertahan, meski dunia terus menghantamku."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline