Dampak Digitalisasi Bagi kehidupan Bertetangga
Salam hangat sahabat kompasina, saya sangat yakin semua sahabat kompasiana dalam keadaan sehat dan selalu semangat menjalani setiap aktifitas dan kesibukan.
Sebelumnya saya ingin bertanya kepada semua sahabat kompasiana, apakah kalian pernah mendengar istilah
'Tetangga merupakan keluarga terdekat kita'. Yap, meski tak memiliki hubungan darah satu sama lain, kehidupan bertetangga membuat kita saling menjaga dan memperhatikan satu sama lain, layaknya keluarga.
Setiap manusia selalu melekat di dalam dirinya status yang tidak dapat dipisahkan, yaitu makhluk individu dan makhluk sosial
Sahabat kompasiana, manusia sebagai makhluk sosial artinya manusia sebagai warga masyarakat. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak dapat hidup sendiri atau mencukupi kebutuhan sendiri. Meskipun dia mempunyai kedudukan dan kekayaan, dia selalu membutuhkan manusia lain. Setiap manusia cenderung untuk berkomunikasi, berinteraksi, dan bersosialisasi dengan manusia lainnya. Dapat dikatakan bahwa sejak lahir, dia sudah disebut sebagai makhluk sosial.
Namun jika sahabat kompasiana menyadari bahwa saat ini faktanya sangat berbeda kehidupan sosial masyarakat saat ini, sepertinya istilah makhluk sosial yang berunsurkan interaksi dan komunikasi langsung mesti ditelaah dan dikaji ulang. Zaman dan teknologi telah merubah pola dan sistem kehidupan sosial masyarakat modern. Teknologi yang mengalami pertumbuhan yang sangat signifikan secara eksplisit memberi dampak yang sangat besar terhadap kehidupan sosial manusia masa kini.
Munculnya media sosial dan alat-alat komunikasi serba efektif dan efisien merupakan salah satu faktor yang mengakibatkan lahirnya manusia-manusia individual dan egois. Orang cenderung melakukan hal- hal yang lebih fragmatis untuk berinteraksi sosial. Melakukan kontak sosial secara langsung diasumsikan sebagai sesuatu yang ribet, tidak memberi keuntungan, membuang waktu bahkan dikatakan ketinggalan zaman.
Komunikasi dan interaksi sosial dalam sebuah keluarga,dalam lingkungan tempat tinggal atau di tempat kerja terkesan lebih egois dan individualis.
Di rumah si ibu sibuk Chat Whatsapp dengan teman-temannya, si ayah sibuk twitter-an dengan kolega-koleganya, si anak sibuk Facebook-an dan game onlinenya, sehingga satu sama lain tidak ada komunikasi yang intens, tidak ada keterbukaan antara isteri dan suami, ayah/ibu dan anak, di bus tidak ada yang memperhatikan orang disampingnya, mereka sibuk dengan gadgetnya masing-masing sambil tertawa lalu membalas pesan dari teman-temannya. Tidak lagi melihat apakah orang disampingnya cantik, tampan, jelek, teroris, orang sakit parah sekalipun, yang ada hanya mereka dengan media sosial itu.
Dalam kehidupan bertetangga pun demikian, misalnya pada semua komplek perumahan pasti ada grup Whatsapp, grup bapak-bapak, grup ibu-ibu, grup pengurus Rt/Rw dan warga akan lebih aktif didalam grup whatsapp ketimbang kumpul-kumpul dipos ronda atau balai Rt/Rw. Bahkan tetangga yang bersebelahan rumah saya jarang sekali ketemu dan lebih memilih untuk chatingan saja dari rumah masing-masing.
Kesimpulan
Berkomunikasi dan berinteraksi tanpa saling menatap atau bertemu memang sangat praktis dan efisien tapi perlu kita sadari bahwa manusia terlahir sebagai mahluk sosial yang harus berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang orang disekitarnya secara langsung untuk menciptakan kehidupan sosial yang sehat dan seimbang sehingga tidak terjadi suatu kehidupan sosial yang egois dan individualis (ym.lapu)