Lihat ke Halaman Asli

Yetti Rochadiningsih

Analis Kebijakan Ahli Muda

Material Transfer Agreement: Kunci Jawaban Peneliti Indonesia

Diperbarui: 23 November 2022   17:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

impactbnd.com

Dalam melakukan kerjasama penelitian khususnya dengan pihak asing, mitra kerja merupakan sosok yang penting. Kehadirannya bisa membawa angin segar. Tidak jarang jika kehadiran seorang mitra kerja dapat menyegarkan suasana karena ia membawa teknologi, ilmu, metode penelitian yang baru dan masih segar. Tentunya harapan besar yang tidak dapat kita pungkiri dalam suatu Kerjasama dengan pihak asing adalah dana penelitian. Untuk melakukan kolaborasi riset dengan mitra asing ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan.

Kerjasama dengan pihak asing jika saya analogikan sama halnya seperti pertandingan sepakbola. Tentunya sebelum permainan di lapangan berlangsung, pelatih telah membuat strategi di lapangan sedemikian rupa untuk memenangkan pertandingan. Sang pelatih akan membidik peluang-peluang di lapangan dengan melihat peta permainan lawan. Target optimis untuk mencetak banyak gol pun biasanya sudah dapat mereka prediksi meski kadang meleset, setidaknya itulah target utamanya.

Saya jadi teringat, dulu Pemerintah Indonesia menandatangani Perjanjian Internasional, Tentang Akses pada Sumber Daya Genetik dan Pembagian Keuntungan yang Adil dan Seimbang yang Timbul dari Pemanfaatannya atas Konvensi Keanekaragaman Hayati. Sejenak saya membayangkan, wuihh... betapa banyak manfaat yang kita peroleh dari pemanfaatan atas konvensi keanekaragaman hayati tersebut? Tentu saja yang berhak merasakan manfaat tersebut adalah kita semua (seluruh warga negara Indonesia termasuk saya didalamnya), bukan hanya segelintir orang-orang tertentu.

Begini, saya merasa resah terhadap para Peneliti Asing yang memiliki kepentingan dalam melakukan penelitian terhadap sumber daya genetik. Mereka gencar melakukan penelitian di negara kita. Kekayaan alam yang tak ternilai dan seringkali menjadi incaran pihak-pihak tertentu untuk tujuan komersil, sementara penegakan aturan perlindungan sumber daya genetik di negara kita masih mengambang, ditambah lagi dengan kenyataan bahwa negara kita belum memiliki lembaga deposit untuk menyimpan jasad renik yang berstandar Internasional dan juga laboratorium yang memiliki teknologi canggih, kalau pun ada masih satu atau dua saja jumlahnya, hal ini seringkali menjadi alasan bagi peneliti asing untuk membawa sample kenegaranya untuk di analisis, so what gitu loh?

Jadi harus kita sadari bersama bagaimana cara kita melindungi sampel-sampel tersebut yang merupakan aset berharga negara, dimana dalam penelitian bersama dengan pihak asing pertukaran atau pengiriman sampel keluar itu kerap dilakukan. Kita tidak pernah tahu apakah sampel yang di kirim keluar tersebut berpotensi komersil atau tidak, namun setidaknya sebelum perjanjian Kerjasama terjalin kita dapat membaca proposal dan dapat mengetahui tujuan atas pengambilan sampel tersebut.

Saya memiliki seorang teman peneliti dengan kepakaran bidang Biologi Molekuler Kesehatan. Saat ini dia memiliki mitra kerja penelitian dari Korea, dia pernah bercerita kepada saya bahwa penelitiannya di tahun yang lalu yang di danai selama multiyears oleh pihak Korea telah menghasilkan paten, namun karena perjanjian yang dibuat oleh institusinya sangat lemah maka paten jatuh ketangan pihak Korea. Duh Gustii!

Mengingat kejadian tersebut, saya coba mengingatkan apa yang pernah disampaikan oleh Tim Koordinasi Pemberian izin Penelitian Asing/TKPIPA, sebaiknya review Kembali Perjanjian Kerjasama yang telah lalu, pelajari letak kelemahan/kesalahannya, lalu membuat Material Transfer Agreement/MTA Komersil. Dimana dalam MTA Komersil tersebut sebaiknya langsung saja di atur hal-hal mengenai Hak Kekayaan Intelektual seperti Paten dan Varietas baru, kemudian menguraikan tentang pengaturan informasi inovatif/berharga dan royalti yang dihasilkan dari material yang didapat.

Bukan hanya itu, jika penelitian yang dilakukan sifatnya berkelanjutan sebaiknya bentuk tim khusus untuk memantau segala bentuk perjanjian Kerjasama termasuk yang berkaitan dengan MTA. Sistem pengawasan ini sangat strategis karena kebijakan pengembangan penelitian dengan objek materi biologi yang berpotensi (bioprospecting) di Indonesia dipastikan akan terus meningkat, peminatnya antara lain peneliti dari universitas asing, namun yang lebih besar peminatnya adalah lembaga asing atau bahkan industri asing.

Terkait pengalihan sample hingga kini masih menjadi perdebatan yang menarik. Namun menurut pendapat saya sebisa mungkin kita dapat mempertahankan sampel tersebut untuk dapat di analisis di negara kita, mengapa? Tentunya agar para peneliti kita memiliki kesempatan melakukan analisis bersama terhadap sample tersebut, sehingga kita memperoleh benefit berupa transfer teknologi dan transfer knowledge.

Ternyata jika kita cermati, dalam setiap pedoman pengalihan material/Material Transfer Agreement mengatur hak, kewajiban dan larangan baik untuk penyedia maupun penerima atas material dan segala turunannya & segala kerahasiaan informasi yang terkandung dalam material biologi yang dipindah tangankan. Mengapa demikian? Karena mungkin saja material tersebut dapat menghasilkan keuntungan Ekonomi.

Sudah tentu negara kita sebagai pemilik material/sampel dapat memperoleh keuntungan baik dalam bentuk moneter maupun non moneter. Meskipun pada awalnya dalam perjanjian menyatakan bahwa sampel tersebut digunakan sebatas untuk pengembangan IPTEK alias bukan untuk komersil, namun siapa yang dapat menjamin jika ternyata dalam perkembangannya berpeluang untuk dikembangkan dan diperdagangkan kepada sektor bisnis, sehingga dalam perjanjian wajib dilakukan pembagian manfaat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline