Lihat ke Halaman Asli

Rabhas dan Lyssa

Diperbarui: 1 Oktober 2015   10:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Oplosan seperti halnya Rabhas dan Lyssa sudah memakan korban jiwa. Tidak sedikit lagi jumlahnya. Itu faktanya yang menjadi dasar dari pengetahuan. Bisakah pengetahuan mengalahkan kematian ?

Tiga hari lalu diperingati Hari Rabies se-dunia. Alliance for Rabies Control menetapkan Hari Rabies se-dunia tiap 28 September. Rabies yang berasal dari bahasa Sansekerta kuno, rabhas yang artinya melakukan kekerasan atau kejahatan. Dalam bahasa Yunani, rabies disebut lyssa atau lytaa yang artinya kegilaan.

Di seluruh dunia, kasus kematian akibat rabies cukup tinggi. Di Asia, tercatat 5000 kematian per tahunnya, India 20 ribu sampai 30 ribu per tahunnya, China 2500 per tahunnya dan di Indonesia selama empat tahun terakhir rata-rata 143 kematian per tahunnya.  Pemerintah Indonesia pun rencananya akan memperingatinya pada 12 Oktober esok di Bali.

Cerita soal rabies ini tak lepas dari Louis Pasteur. Berkatnya, sudah banyak dari korban yang diselamatkan dari kematian akibat rabies. Pasteur wafat tahun 1895.

Dalam buku tetralogy Buru cetakan tahun 2010 berjudul  Anak Semua Bangsa karya Pramoedya Ananta Toer, Kommer berkata “ Semua yang terjadi di bawah kolong langit adalah urusan setiap orang yang berpikir”.

Mari kita berpikir soal Rabhas dan Lyssa dalam arti berbeda. 

Di Tahun 2010, untuk mengatasi permasalahan penyalahgunaan minuman beralkohol, Pemerintah Daerah Berau, Kalimantan Timur menerbikan Peraturan Daerah (Perda) nomer 11 tahun 2010. Dalam perda itu disebutkan bahwa semua jenis minuman beralkohol hanya boleh dijual di hotel berbintang lima. Namun sampai saat ini belum ada satupun hotel berbintang lima di daerah kaya tambang batubara itu.

Tidak hanya di Berau, sejak tahun 2010 sampai sekarang ada 147 Peraturan Daerah yang melarang dan membatasi penjualan minuman beralkohol untuk melindungi moral generasi muda dari bahaya penyalahgunaan minuman beralkohol (oplosan). Namun ratusan perda itu belum mampu menjawab masalah oplosan. Masih banyak korban jiwa berjatuhan akibat oplosan.

Khouw Ah Soe, dalam karya almarhum Mas Pram mengatakan “Dengan ilmu pengetahuan modern, binatang buas akan menjadi lebih buas dan manusia keji akan semakin keji. Tetapi jangan dilupakan, dengan ilmu pengetahuan modern, binatang-binatang yang sebuas-buasnya juga bisa ditundukkan “

Menghapus minuman beralkohol bukanlah urusan mudah karena akar tradisi dan kontribusi ekonomi yang besar (Li dkk, 2013).  Dalam penelitian jurusan Sosiologi Universitas Indonesia, masyarakat di sejumlah daerah di Indonesia erat berinteraksi dengan minuman beralkohol. Dalam masyarakat Dayak,

mengkonsumsi minuman beralkohol tidak bisa dilepaskan dari upacara adat tiwah, pesta perkawinan dan kematian.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline