Lihat ke Halaman Asli

Menggugat Data Gerakan Nasional Anti Miras (Genam) Terkait Korban Miras

Diperbarui: 24 September 2015   03:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Gerakan Nasional Anti Miras (Genam) yang menyebutkan korban meninggal dunia akibat minuman beralkohol sebanyak 18 ribu korban jiwa setiap tahunnya di Indonesia. Sejumlah media massa mengutip demikian.

(http://nasional.sindonews.com/read/958422/15/18-ribu-nyawa-melayang-per-tahun-akibat-miras-1422732839, http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/15/04/14/nmssqu-genam-setiap-tahun-18-ribu-orang-meninggal-akibat-miras )

Mengapa data itu sangat penting ?

Saya ingin berbagi cerita. Jika kemarin di tempat gym saya, kini ceritanya di dunia asuransi.

Cerita ini berawal dari A yang mengajukan asuransi di salah satu perusahaan asuransi bulan Februari lalu. Sebelum mengajukan, si A melakukan cek medis di rumah sakit di Penang Malaysia. Hasilnya kondisi kesehatan kurang bagus. Ada indikasi jantung coroner. Namun data itu disembunyikan untuk mendapatkan uang pertanggungan (UP) sebesar Rp 2 miliar dari perusahaan asuransi.

Berikutnya bulan Agustus 2015 lalu, si A kembali mengajukan permohonan penambahan uang pertanggungan dari Rp 2 miliar menjadi Rp 5 miliar di perusahaan asuransi yang sama. Setelah pihak asuransi ini menyerahkan berkas permohonan si A kepada perusahaan re-asuransi, berkas itu akhirnya ditolak. Penolakan itu terjadi setelah perusahaan re-asuransi  meminta si A melakukan cek medis untuk jantung di rumah sakit swasta di Surabaya, yang hasil cek medis ini sama dengan hasil cek medis di Penang Malaysia.

Singkat cerita, pihak asuransi (yang kecolongan data) akhirnya menutup semua polis milik si A.

Dampak Oplosan yang memakan korban jiwa perlu penanganan yang komprehensif. Baik secara medis, maupun regulasi pemerintah yang tepat sasaran.  Data yang bisa dipertanggungjawabkan secara benar diharapkan bisa mengatasi akar permasalahan dari peredaran oplosan di Indonesia.

Apalagi hingga saat ini di puskesmas dan rumah sakit di Indonesia, belum ada standart penanganan korban oplosan meskipun sejak tahun 2009 Hanoch - Victor dkk melaporkan ledakan kasus keracunan metanol di Bali. Dari 31 pasien yang dirujuk ke Rumah Sakit Sanglah 93,54 persen laki-laki dan sisanya perempuan.

Padahal awal tahun 2013 lalu, Menteri Luar Negeri Australia, Bob Carr, mendesak pemerintah Indonesia untuk melakukan pengawasan atas oplosan. Desakan ini dilakukan setelah seorang pemuda Australia, Liam Davies meninggal dunia di rumah sakit Sir Charles Gardner, Perth Australia, setelah pemuda itu mengkonsumsi arak oplosan ketika merayakan tahun baru di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB). 

Kematian Liam pun memicu reaksi keras masyarakat Internasional, terlebih lagi sebelumnya seorang pelajar putri asal Sydney mengalami kebutaan setelah mengkonsumsi oplosan di Bali, sementara wisatawan asal Swedia meninggal dunia di Lombok dalam kasus yang sama.  

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline