Saya adalah seorang pecinta dan pengagum alam Indonesia, yang hingga kini belum saya jamah semuanya. Semakin sering saya bepergian ke bagian lain Indonesia, saya semakin mencintai negeri ini diluar carut marut sistem dan birokrasi kita yang masih berbenah. Alam yang seolah disusun sedemikian rupa dan bangsa yang beraneka budaya adalah harta tak ternilai yang membuat saya bersyukur dilahirkan di tanah ini, Nusantara.
Sebagai seorang pemula, bepergian ke daerah lain di Indonesia memberikan kesan masing-masing. Namun catatan yang selalu saya simpan adalah sebagian besar masyarakat kita tidak berwawasan lingkungan. Membahas potensi pariwisata, kita adalah juara. Kita hampir punya semua wisata tropis ideal, mulai dari gunung, hutan, pantai hingga kekayaan alam bawah laut yang akan membuat orang-orang menahan nafas karena terpesona.
Membahas potensi, tentu ini tidak akan berkontribusi banyak jika kita tidak mau belajar. Banyak hal penting yang dilupakan dalam proses mengembangkan potensi-potensi ini. Hal yang paling penting adalah keterlibatan masyarakat lokal atau masyarakat asli di setiap daerah terutama didaerah tujuan wisata.
Menurut saya masyarakat harus diberikan wawasan dan disadarkan akan pentingnya peran mereka sebagai ‘tuan rumah’ atas tanah mereka sendiri. Mereka harus merasa memiliki, merasa membutuhkan, diuntungkan, diberdayakan dan merasa berkewajiban menjaga lingkungan wilayah mereka tanpa menjadi ‘mata duitan’. Masalah kebersihan, kenyamanan, keamanan dan ketertiban akan hilang dengan sendirinya hanya dengan perasaan memiliki ini.
Masyarakat akan sadar bahwa dengan menjaga dan melindungi kelestarian lingkungan mereka, maka secara langsung maupun tidak langsung lingkungan akan memberikan manfaat baik materil dan non materil kepada mereka. Sebagai contoh masyarakat di Bali, mereka sadar potensi wisata yang besar diwilayah mereka, dengan dukungan pemerintah setempat mereka mewujudkan lingkungan dengan kultur yang kental dan aspek wisata menjadi keseharian tanpa terlihat materialistis atau menilai semua dengan uang.
Berbeda dengan beberapa tempat wisata lainnya yang masih berkembang, dimana kadang saya temukan anak kecil yang sudah diajarkan untuk mendapatkan uang dengan cara yang kurang pantas. Pernah suatu ketika teman saya bercerita bahwa disebuah tempat wisata, anak-anak diajarkan meminta uang untuk sekedar menjadi objek foto, memaksa membeli souvenir dengan harga yang tidak standar, bahkan menipu pembeli tentang kualitas barang dagangannya.
Jujur saja saya sedih, seringkali saya mempelajari perilaku ini dan memberikan nasihat kepada anak-anak ataupun sekedar ngobrol dengan warga setempat. Saya juga tidak segan mengkritik hal-hal yang menurut saya kurang pantas ada atau dilakukan disuatu tempat apalagi jika tempat itu menjadi trademark wisata setempat. Kesan tentang masyarakat berbudaya yang ramah dan santun adalah salah satu ciri bangsa kita terdahulu yang hendaknya terpelihara hingga saat ini. Saya selalu ‘meracuni’ teman-teman saya bahkan orang yang baru saya kenal sekalipun untuk mau berkeliling nusantara dan berbagi cerita tentang tempat-tempat menakjubkan yang pernah dikunjungi.
Saya juga bergabung bersama komunitas dimana para pecinta perjalanan dan persahabatan berkumpul. Saya menemukan saudara dan keluarga baru disini dan tentu pandangan baru tentang pariwisata yang bukan hanya menyoal pada tempat wisata tapi tentang ilmu, tentang pengalaman. Saya sebagai generasi penggerak sekaligus pengagum negeri ini berharap pemerintah pusat dan daerah serius dalam mengelola bidang pariwisata, bukan hanya demi devisa tapi demi kesejahteraan masyarakat pemilik budaya itu sendiri.
Kita, Indonesia yang berbudaya.
http://www.indonesia.travel/wonderfulindonesia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H