Dia adalah tetangga,sekaligus teman sekolah kakakku,sewaktu kecil. Kami tumbuh besar di sebuah kampung kecil diwilayah Yogyakarta. Sebagai anak kampung,kita biasa berbaur dan bermain bersama. Tapi dia terlihat pendiam dalam ingatanku. Namanya mas Iyok,penampilannya sangat kumal,dibanding anak yang lain. Menandakan kemampuan ekonomi keluarganya yang sangat menyedihkan. Penampilannya yang demikian itu,menjadikannya objek bully anak-anak lain. Setamat SD,bahkan dia tidak bisa melanjutkan sekolah lagi,karena untuk makan saja susah apalagi untuk sekolah.
Praktis dengan ijasah SD ditangannya,hampir tak ada pekerjaan layak yang bisa ia dapatkan. Pekerjaan serabutan sebagai kuli bangunan,buruh tani,dan sejenisnya menjadi lahan mengais rejeki untuknya. Sampai akhirnya dia diajak bekerja oleh salah satu pengrajin tempe dikampungku,yang memiliki usaha rumahan di Bali. Hampir 5 tahun dia bekerja sebagai buruh usaha tempe rumahan itu dengan upah yang tidak seberapa,tapi dengan beban kerja yang tidak terkira. Bangun tengah malam,membersihkan kedelai berkwintal-kwintal dan menyiapkannya hingga jadi tempe,sungguh bukan pekerjaan yang ringan. Setelah selesai,dilanjutkan dengan mengirim tempe-tempe yang sudah jadi ke para pelanggan. Dia melakukan pekerjaan itu dengan tekun. Dia juga berhemat sebisanya,untuk bisa memberikan jerih payahnya yang tidak seberapa itu pada orangtuanya di kampung.
Ternyata mas Iyok,tak hanya bekerja keras dipabrik tempe,dia juga mengamati dan mempelajari seluk beluk usaha tempe ditempat kerjanya. Ia menyadari,tak mungkin selamanya dia jadi buruh ditempat kecil itu. Hingga suatu hari dia bulatkan tekad untuk membuka usaha sendiri. Ia mulai dari hanya membuat beberapa plastik tempe dan ia tawarkan ke warung-warung kecil. Jatuh bangun dia membangun usaha kecilnya itu,namun ia tak pernah menyerah. Harga kedelai yang cenderung terus naik adalah kendala paling menyiksa yang ia rasakan. Setelah 5 tahun bekerja keras akhirnya usahanya membuahkan hasil yang bisa terlihat jelas. Sebuah rumah cukup mewah ia bangun dikampung,juga sebuah kendaraan keluarga telah ia miliki.
Dia,mas Iyok,dengan hanya berijasah SD,dan dengan ketrampilan terbatas,mampu menanggalkan kehidupan susahnya dengan ketekunannya berusaha. Dia membuat saya menyadari,bahwa keadaan sesulit apapun bisa kita atasi dan lewati,dengan bermodal kesabaran,ketekunan dan tentu saja semangat juang untuk terus menjaga api,menjaga mimpi kita,meraih kehidupan yang lebih baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H