Lihat ke Halaman Asli

Peran Kesmas di Era JKN dan Menkes Baru

Diperbarui: 17 Juni 2015   19:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Reformasi sistem pembiayaan kesehatan di negeri khatulistiwa ini mulai membuahkan hasil, tepatnya 10 bulan kita bangsa Indonesia telah mempunyai jaminan kesehatan yang bersifat nasional (baca : JKN) yang penyelenggaraannya melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Kita semua sadar masih banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan untuk perbaikan di segala sektor pada program baru ini. Namun demikian kita patut bersyukur bahwa akhirnya setelah sejak 10 tahun silam diundangkan, Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dapat mengimplementasikan JKN untuk bangsa ini.

Dalam bukunya yang berjudul “Jaminan Kesehatan Nasional”, seorang guru besar ilmu Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan di Universitas Indonesia menyatakan bahwa selain pemerintah yang tidak mau menjalankan UU SJSN, tertundanya pelaksanaan JKN juga dipengaruhi oleh rendahnya pemahaman publik tentang masalah kesehatan, pendanaan kesehatan yang memadai, praktik perlindungan rakyat di negara lain, sistem pembayaran, dan rendahnya pemahaman tentang asuransi dan pajak.

Selama ini, pemerintah dianggap lalai dan lambat dalam menjalankan konstitusinya dalam hal melindungi rakyat. Bahkan telah melakukan pembiaran ribuan rakyatnya jatuh miskin dan atau sampai mati akibat dari tidak memiliki dana yang cukup untuk berobat, pun di rumah sakit pemerintah seorang rakyat bisa jatuh miskin atau mati saat musibah sakit berat menimpanya. Tentu saja hal ini berkebalikan dengan cita-cita pendiri negeri ini yang tertuang dalam UUD 1945. Untuk itu, selain kewajiban dalam hal membuat kebijakan publik di sektor kesehatan, dalam rangka melindungi rakyatnya pemerintah juga mempunyai tanggung jawab untuk memberikan pemahaman-pemahaman kepada publik mengenai hal-hal yang yang berkaitan dengan masalah kesehatan. Baik dari segi pelayanan, pendanaan, sistem pembiayaan, asuransi dan lain sebagainya.

Satu hal lagi yang menjadi perhatian adalah selama ini pemerintah masih belum mengerti bahwa bidang kesehatan merupakan investasi bagi pembangunan manusia, hal ini tercermin dari rendahnya alokasi anggaran yang diberikan pemerintah pada bidang kesehatan. Padahal dalam UU No.36 Tahun 2009 tentang kesehatan jelas dikatakan bahwa anggaran kesehatan minimal 5% dari APBN, dan pemerintah bisa dianggap melanggar konstitusi jika tidak melakukan hal tersebut. Bahkan WHO pun telah memasang patokan bahwa alokasi anggaran kesehatan setiap negara minimal 15% dari total APBN atau setara dengan 5% dari PDB (Produk Domestik Bruto). Namun pada kenyataannya pendanaan kesehatan dalam 40 tahun terakhir hanya sekitar 2-3% dari PDB. Dan yang disayangkan adalah kurang lebih 75% dari dana tersebut dihabiskan untuk pelayanan kesehatan yang bersifat kuratif (pengobatan), sehingga 25% sisanya dibagi-bagi untuk alokasi pencegahan dan promosi kesehatan. Padahal menjadikan orang sehat agar tidak jatuh sakit dirasa lebih efisien dan efektif karena mengobati jatuhnya lebih banyak makan biaya.

Lain dari hal tersebut di atas, Indonesia mempunyai sekitar 6000 pulau yang berpenghuni dari total sekitar 17.500 pulau. Kondisi saat ini tidak semua tenaga kesehatan tersebar di seluruh pulau-pulau tersebut. Dengan kondisi geografis yang beragam dan tersebarnya pulau-pulau di Indonesia, setidaknya pemerintah telah mempersiapkan segala sumber dayanya untuk mensukseskan JKN ini. Baik dari segi infrastruktur, SDM pelayanan kesehatan maupun dari masyarakat penerima JKN itu sendiri.

Terlepas dari beberapa permasalahan kesehatan tersebut di atas, di tahun 2014 ini yang kata orang disebut era sistem pendanaan yang membelikan layanan kesehatan untuk semua penduduk (baca : era JKN), merupakan momentum yang tepat juga bagi pemerintah untuk melakukan perbaikan-perbaikan di bidang kesehatan selain dari sektor sistem pembiayaan. Bahkan di tahun ini pula Indonesia mempunyai Presiden dan Menteri Kesehatan yang baru. Presiden terpilih bahkan akan meluncurkan Kartu Indonesia Sehat (KIS) yang bisa dikatakan akan menggantikan JKN pada proyek uji coba di Sinabung, Sumatera Utara bulan November 2014 besok. Dengan harapan KIS dapat meningkatkan kualitas pelayanan yang telah diberikan oleh JKN (menambah cakupan pelayanan kesehatan dan masyarakat yang ditanggung). Sedangkan Prof.dr.Nila Djuwita F Moeloek, Sp.M selaku Menteri Kesehatan yang ditunjuk oleh Presiden Jokowi dalam kabinet kerja, menyatakan akan lebih mengedepankan promosi kesehatan dan pencegahan penyakit dalam program-program kementerian yang dipimpinnya.

Sejalan dengan fokus yang akan diprogramkan oleh Menkes baru, yaitu promotif dan preventivmaka hendaknya seluruh unit program kesehatan baik di pusat maupun di daerah juga mengikuti arah kebijakan tersebut, baik dari segi penganggaran, program-program kegiatan juga penyediaan dan atau pemberdayaan SDM Kesehatannya.

Sebagai langkah awal di lini SDM Kesehatan, pemerintah dapat kembali mengoptimalkan tenaga-tenaga kesehatan masyarakat (Kesmas) yang merupakan bagian dari sumber daya manusia yang sangat penting perannya dalam pembangunan kesehatan dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN). Inti dari tujuan pembangunan kesehatan sendiri adalah memandirikan masyarakat dalam menjaga kesehatan dengan meningkatkan kesadaran yang lebih tinggi akan pentingnya pelayanan kesehatan yang bersifat promotif dan preventif.

Dalam program pelayanan promotif dan preventif membutuhkan tenaga-tenaga kesmas yang handal terutama yang mempunyai spesialisasi dalam penyuluhan dan pendidikan kesehatan (untuk promotif) dan memahami epidemiologi penyakit, cara-cara dan metode pencegahan/ pengendalian penyakit (untuk preventif). Karena untuk mencapai tingkat kemandirian masyarakat, diperlukan program penyuluhan dan pendidikan masyarakat bidang kesehatan yang berjenjang dan berkesinambungan. Sarjana kesmas sendiri sesuai dengan amanah UU Kesehatan No.36 tahun 2009 merupakan sumber daya kesehatan strategis untuk melaksanakan Upaya kesehatan Perorangan (UKP) dan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) bidang promotif dan preventif.

Dengan fokusnya ibu Menkes kita di bidang promotif dan preventif serta banyaknya sarjana tenaga kesehatan masyarakat (SKM, M.Kes/MKM/MPH, dan Doktor PH) saat ini, diharapkan mampu menjadi ujung tombak pelayanan kesehatan kepada ± 250 juta jiwa masyarakat Indonesia di bidang promotif dan preventif, termasuk memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang masalah kesehatan, pendanaan dan sistem pembayarannya, serta pemahaman tentang pentingnya asuransi kesehatan dan JKN/KIS, sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di negeri ini.

Oh iya, semoga tulisan ini juga dapat menjawab kegalauan beberapa mahasiswa/i baru di Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) yang masih mempertanyakan akan jadi apa setelah lulus kuliah FKM nantinya.

Bravo para pejuang kesehatan masyarakat...!!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline