Lihat ke Halaman Asli

Pro dan Kontra Terhadap Hukum Tentang Perkawinan Menurut Undang-Undang Perkawinan

Diperbarui: 1 Desember 2024   17:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

PENDAHULUAN

Perkawinan merupakan salah satu institusi sosial yang penting dalam kehidupan masyarakat, tidak hanya dalam konteks hubungan antarindividu, tetapi juga dalam kaitannya dengan hukum. Dalam konteks sosial, perkawinan dianggap sebagai fondasi dari struktur keluarga, yang berfungsi untuk membangun hubungan yang stabil antara pasangan dan menjadi dasar bagi pembentukan keluarga baru. Dari perspektif hukum, perkawinan memiliki arti yang sangat krusial karena menyangkut pengakuan legal terhadap hubungan tersebut, serta menetapkan hak dan kewajiban yang jelas antara pasangan, termasuk hak-hak terkait kepemilikan, tanggung jawab, dan status hukum anak-anak yang lahir dari perkawinan tersebut

Di Indonesia, sahnya suatu perkawinan diatur oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang menjadi landasan hukum utama dalam menentukan keabsahan perkawinan. Undang-Undang ini menetapkan berbagai ketentuan yang harus dipenuhi agar suatu perkawinan dapat diakui secara sah secara hukum. Ketentuan-ketentuan tersebut mencakup syarat-syarat administratif, seperti usia minimum, persetujuan kedua belah pihak, serta pemenuhan syarat-syarat keagamaan yang berlaku. Undang-Undang ini juga mengatur prosedur pendaftaran perkawinan dan menetapkan konsekuensi hukum bagi pihak-pihak yang melanggar ketentuan yang ada. Undang - Undang Perkawinan, yang telah berlaku selama hampir lima dekade, sering dikritik karena dianggap terlalu berpihak pada nilai-nilai agama tertentu dan kurang mengakomodasi realitas pluralisme di Indonesia. Kritik ini terutama ditujukan pada ketentuan mengenai syarat sahnya perkawinan yang mengharuskan perkawinan dilaksanakan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya.

PEMBAHASAN 

A.Landasan Hukum Sahnya Perkawinan 

1.Pengertian Perkawinan dalam Undang-Undang Perkawinan

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1 mendefinisikan perkawinan sebagai: "Ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa".

Definisi ini mencerminkan bahwa perkawinan tidak hanya merupakan kontrak formal antara dua individu, tetapi juga memiliki dimensi spiritual, sosial, dan agama. Ikatan lahir batin dalam perkawinan mengacu pada hubungan yang bersifat fisik, emosional, dan religius, yang menyatukan dua orang dalam suatu kesatuan yang diakui oleh masyarakat dan agama . Dari aspek sosial, perkawinan menciptakan keluarga sebagai unit dasar dari masyarakat, dengan fungsi memperluas keturunan dan menjaga nilai-nilai moral dalam masyarakat. Sedangkan aspek spiritual menekankan bahwa perkawinan harus didasari oleh kepercayaan kepada Tuhan dan dilaksanakan sesuai dengan norma-norma agama.

Dalam hukum Indonesia, perkawinan harus memenuhi ketentuan agama yang dianut oleh kedua pasangan. Ini berarti, setiap agama memiliki peran penting dalam menentukan sah tidaknya sebuah perkawinan, yang kemudian dipadukan dengan aturan administratif negara untuk memastikan perlindungan hukum. Perkawinan tidak hanya dianggap sebagai perjanjian antara suami istri, tetapi juga sebagai perjanjian yang memiliki konsekuensi hukum di mata agama, negara, dan masyarakat.

2.Syarat Sahnya Perkawinan dalam Pasal 2

Salah satu elemen terpenting yang diatur dalam Undang-Undang Perkawinan adalah syarat sahnya suatu perkawinan. Pasal 2 ayat (1) berbunyi: "Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline