Lihat ke Halaman Asli

Kau Angin

Diperbarui: 17 Juni 2015   14:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

KAU ANGIN

Mata ini tak lagi berair

Kala kedua kakimu kembali membawamu menjauh

Kau ibarat angin

Hilir mudik saja :

tak cukup kuat menorehkan segurat jejak

pada nadiku yang mulai mengeras

(Bandung, 20 Desember 2014)

PERMINTAAN

“Demi waktu!”:

yang fana adalah waktu

keabadian tetap milik-Mu

milik segala Karunia dan Rahmat

setiap detik yang kupinta adalah

ada penyambung suara yang lebih lantang

ada kaki-kaki kuat menjejak

ada jiwa yang berakar menembus perut bumi

ada tangan-tangan tengadah ke awang-awang

pun mata bertelaga yang tak pernah kering

berkeliaran di atas bumi mencari keberuntungan

(Bandung, 20 Desember 2014)

BERPULANG

Tiada,

Asal yang tak berbentuk kembali remuk

Segala yang ada kembali tiada

Pada saatnya nanti

Ada jiwa-jiwa yang terkekang dalam ketakutan

Pun jiwa-jiwa yang pulang tanpa beban.

(Bandung, oktober 2014)

LIHATLAH!

Mudah saja kau lihat kesungguhan, dia ada pada perbuatan

Mudah saja kau lihat keikhlasan, dia ada pada tujuan

Semua yang kau lihat mungkin samar saja

Karena hakikat tak mungkin kasat

(Peraduan, oktober 2014)

BERJEJAK

Aku masih menjejak bumi hingga kini

Pagi menuju senja, masih berkelana

Bergerak bersama semesta

Gerakan berirama

Irama yang menghentak keras

Irama yang mendayu sendu

Irama-irama beremosi

melenakan

Saksikanlah!

Disini,

Aku berjejak pada jejak yang kuat

(Peraduan, oktober 2014)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline