Kesulitan belajar (learning disabilities) terdiri dari disfasia (kesulitan bicara), disleksia (kesulitan belajar membaca, menulis dan mengeja), diskalkulia (gangguan fungsi berhitung atau aritmatika), dispraksia (tidak dapat belajar gerakan kompleks dan tidak terampil secara optimal misalnya untuk menyikat gigi dan lain sebagainya) serta gangguan pemusatan perhatian/attention deficit and hyperactivity disorders (gangguan pemusatan perhatian/inattentiveness, impulsif dan aktivitas berlebihan yang tidak sesuai dengan umurnya).
Masalah kesukaran belajar tampaknya tidak familiar bagi sebagian besar orangtua. Orangtua yang cukup perhatian pada anak dan bisa dengan mudah mengakses informasi, bisa langsung mencari penyebab gangguan kesulitan belajar pada anak di mesin pencari informasi. Namun tidak demikian dengan mereka yang mengalami kesulitan mengases informasi, atau yang kurang memperhatikan anaknya secara intensif.
Gangguan kesulitan belajar pada anak sering kali membuat anak yang bersangkutan menjadi minder, bingung dan merasa tidak mampu mengerjakan tugas yang diberikan guru kelasnya.
Tidak jarang juga mereka dicap sebagai anak yang bodoh di kelas, karena pada anak kelas 5 SD yang menderita disleksia misalnya masih sering salah menulis antara huruf 'd' dan 'b', atau tidak bisa mengerjakan hitungan matematika sederhana pada anak penderita diskalkulia.
Kadang ada juga pengajar yang juga tidak memahami penyebab kesalahan penulisan ejaan atau kesulitan hitungan yang berulang kali pada anak didiknya.
Bagi orang lain yang tidak mengalami disleksia akan dengan mudah melihat perbedaan antara huruf 'd' dan 'b' misalnya. Tapi bagi anak yang mengalami gangguan kesulitan belajar disleksia, dibutuhkan konsentrasi yang lebih dan pengulangan untuk bisa melihat perbedaan antara kedua huruf itu.
Ia juga harus lebih berhati-hati sehingga ketika hendak menuliskannya, gerakan motorik halusnya tidak membuatnya menulis huruf 'd' menjadi 'b', misalnya menulis 'kuda' menjadi 'kuba'.
Orang lain melihatnya menulis 'kuba', tapi ia melihat kalau yang ia tuliskan adalah 'kuda'. Setelah diberikan penjelasan yang rinci beda 'd' dan 'b' serta dibantu mengeja huruf demi huruf, barulah anak bisa menyadari kalau ia salah membaca dan menuliskan kata tersebut.
Pelatihan berulang kali dan lama bisa membantu anak-anak yang mengalami disleksia, asal anak tersebut disiplin untuk mengerti perbedaan di antara huruf serta mengulang menulis, dan membaca kalimat-kalimat.
Di sini diperlukan kerja sama yang erat, terbuka, penuh pengertian, kesabaran, kerendahan hati menerima kekurangan serta positive thinking di antara tiga serangkai, yaitu pengajar, orangtua dan anak sendiri.