PUTRI¹, NOVIANTY DJAFRI²
MANAJEMEN PENDIDIKAN, FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN, UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
Abstrak:
Pentingnya pengetahuan psikologis dalam dunia pendidikan, karena pendidikan selalu terkait dengan peserta didik yang unik dalam latar belakang, karakteristik, gaya belajar, potensi, keunikan, kecerdasan, dll dan berbeda setiap siswa. Setiap guru harus mengetahui psikologi setiap siswa, sehingga jika guru ingin membuat rencana pembelajaran, dia dapat memperhitungkan semua perbedaan yang muncul di kelas dan mencapai tujuan pendidikan. Psikologi setiap peserta didik harus diketahui oleh setiap guru supaya ketika guru hendak membuat rancangan pembelajaran bisa mengakomodasi semua perbedaan yang terdapat dalam kelas dan tujuan pendidikan dapat terwujud.
Kata Kunci:, Psikologi Pendidikan, Gaya Belajar, Karakteristik
Be A Good Teacher, Who Can Accomodated Diversity of Students
The Psychological Foundations of Education
Abstract:
The importance of psychology of education because education is always associated with unique students, such as background, characteristics, learning styles, potential, interest, multiple intelligences, etc, which are different each other. Psychology of each student must be known by the teacher, if he want to make a good design of learning, which is can accomodate all differences contained in the classroom and educational goals can be relized.
Keywords: Educational Psychology, Learning Style, Characteristics
A. PENDAHULUAN
Pendidikan pada hakekatnya merupakan suatu usaha sadar dan terencana oleh orang dewasa kepada yang membutuhkan pengajaran dan bimbingan untuk menuju kedewasaannya. Seperti yang terdapat dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yag diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Pendidikan Naisonal memiliki tujuan yang terdapat disebutkan dalam UU No. 20 Tahun 2003 dalam pasal 3 adalah sebagai berikut " Pendidikan bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab".
Komponen pendidikan salah satunya adalah adanya pendidik dan peserta didik. Menurut La Susilo (dalam Dwi Siswoyo, 2013: 116) pendidik adalah orang dewasa yang bertanggungjawab terhadap perkembangan peserta didik. Adapun peserta didik menurut Dwi Siswoyo (2013: 85) adalah anggota masyarakat yang masih memerlukan bimbingan orang lain untuk membantu dia dalam mengembangkan potensi dirinya melalui pendidikan.
Dalam pendidikan ada beberapa landasan yang menjadi acuan proses pembelajaran, yaitu landasan filosofis, landasan pedagogis, landasan yuridis, dan landasan psikologis. Pendidikan selalu erat kaitannya dengan psikologi. Psikologi merupakan suatu disiplin ilmu yang sangat dibutuhkan oleh dunia pendidikan, baik di instansi formal maupun non formal. Pengetahuan tentang psikologi sangat diperlukan oleh guru sebagai pendidik, pelatih, pendamping, pengajar, dan pengasuh dalam memahami karakteristik masing-masing anak. Pemahaman aspek psikologis peserta didik oleh pihak guru di institusi pendidikan memiliki kontribusi yang sangat berarti dalam membelajarkan anak sesuai dengan sikap, motivasi, baka, minat, dan kebutuhan peserta didik sehingga proses pembelajaran menghasilkan tujuan yang dicita-citakan.
Pengetahuan tentang psikologi diperlukan oleh dunia pendidikan karena dunia pendidikan menghadapi peserta didik yang unik, dilihat dari aspek karakteristik, motivasi, minat, gaya belajar, kecerdasan, fantasi dan kecerdasan psikologi lainnya. Keberagaman suatu kelas perlu menjadi perhatian utama bagi guru. Selain pembelajran bersifat individual, guru perlu juga melakukan pembelajaran secara berkelompok jika kondisi psikologi anak di kelompok relatif sama.
Dalam proses pembelajaran di kelas, guru sering menghadapi peserta didik yang kesulitan memfokuskan pemikirannya pada pelajaran. Gangguan kurangnya konsentrasi anak sebagai faktor psikologis yang dialami peserta didik di kelas harus diketahui oleh guru sebagai pengajar dan pendidik di kelas untuk mencegah dan mengatasi kesulitan belajar yang dialami peserta didik dalam proses pembelajaran di kelas. Selain itu, siswa juga menunjukkan sikap acuh pada pembelajaran yang menunjukkan ada gangguan psikologis berupa minat dan motivai belajar rendah yang dimiliki oleh peserta didik. Maka guru harus dapat menerapkan metode, model, strategi, dan pendekatan yag dapat mwnumbuhkembangkan minat dan motivasi belajar peserta didik.
METODE
Menggunakan metode penulisan dalam artikel ini yaitu dengan mengumpulkan data dengan membaca buku-buku yang relevan dengan membantu menyelesaikan dan juga sumber online untuk melengkapi materi.
B. PEMBAHASAN
1. Landasan Psikologi pendidikan
Psikologi pendidikan merupakan cabang dari psikologi. Secara harfiah, psikologi berasal dari kata "psyche" yang berarti jiwa dan "logos" yang berarti ilmu. Psikologi mengandung arti Landasan psikologi merupakan dasar-dasar pemahaman dan pengkajian sesuatu dari sudur karakteristik dan perilaku manusia, khususnya manusia sebagai individu. Landasan psikologi pendidikan lebih fokus pada interaksi pendidikan yaitu interaksi antara siswa dengan guru, yang berlangsung dalam suatu lingkungan. Ruang lingkup psikologi pendidikan mengenai interaksi guru dengan siswanya. Seperti yang dikemukakan oleh Soerjabrata (1974: 6-13) ruang lingkup kajian psikologi pendidikan yaitu tentang siswa yang berada dalam situasi pendidikan dalam peninjauan statis dan dinamins serta kajian hal-hal lain yang erat kaitannya dengan situasi dan proses pendidikan di kelas.
Dalam peninjauan statis, kajian psikologi tentang siswa dalam pendidikan mengenai gejala-gejala jiwa atau aktivitas dan tingkah laku yang umumnya terdapat pada manusia lainnya, yaitu perhatian, pengamatan, tanggapan, ingatan, fantasi, berfikir, sikap, minat, motivasi, intelegensi,dan sebagainya. Selain itu juga tentang perbedaan-perbedaan antar individu baik kepribadian, intelegensi, bakat, minat, dan sebagainya. Sedangkan dalam peninjauan dinamis, mencakup kajian psikologi tentang individu siswa dalam pendidikan, yakni perubahan tingkah laku dan cara-cara penilaiannya dalam pendidikan yang mencakup: (1) perubahan perilaku karena pertumbuhan dan perkembangan, (2) perubahan perilaku karena belajar merupakan faktor terpenting dalam proses pendidikan dan pembelajaran, (3) cara-cara mengukur atau mengevaluasi pencapaian karena perubahan-perubahan tersebut, khususnya karena belajar (La Sulo, 1990: 16) Selain itu, kajian psikologi pendidikan tentang bimbingan dan konseling, penyimpangan psikis (jiwa), sosial, dan fisik, dan kajian mengenai implikasi pendidikan tidak hanya terbatas pada sistem persekolahan namun juga di luar sistem persekolahan. Dengan kata lain, psikologi pendidikan mencakup semua penerapan prinsip-prinsip psikologis dalam proses pendidikan dan pembelajaran peserta didik di kelas di berbagai institusi pendidikan, baik di lembaga pendidikan formal, informal, dan nonformal.
Guru sebagai orang pertama yang terlibat langsung dalam interaksi pendidikan dengan siswa, lalu yang kedua dalam interaksi ini. Berbagai bentuk aktivitas mendidik, mengajar, melatih, dan membimbing yang dilakukan guru, tuntutan kemampuan profesional serta latar belakang sosial pribadi dari guru menjadi bahan studi selanjutnya dalam landasan psikologi pendidikan. Ketiga lingkungan pendidikan, yaitu sekolah terlibat langsung dalam interaksi pendidikan, keluarga yang mempunyai pengaruh penting terhadap perkembangan siswa, dan masyarakat yang walaupun tidak secara langsung dalam interaksi belajar-mengajar di sekolah tetapi mempunyai peranan yang cukup besar, dan juga menjadi bahan kajian yang cukup penting dalam landasan psikologis pendidikan.
Agar suatu hubungan berjalan baik, maka harus ada komunikais yang baik. Demikian juga hubungan antara guru dan siswa. Hal ini diperkuat dengan pendapat Slameto (1988: 68) menyatakan agar proses pembelajaran di kelas dapat maksimal dan optimal, maka hubungan antara guru dan peserta didik dan hubungan peserta didik dengan sesama peserta didik yang lain harus timbal balik dan komunikatif satu sama lain. Guru yang kurang komunikatif dan edukatif dalam berinteraksi dengan siswanya, akan menyebabkan proses pembelajaran di kelas berjalan tidak optimal dan maksimum. Selain itu, siswa akan menjauhkan diri dari guru sehingga siswa tersebut tidak dapat aktif dalam mengikuti proses pembelajaran di kelas. Oleh karena itu, para calon guru dan para guru yang telah mengajar harus menguasai pengetahuan tentang didaktik dan metodik pembelajaran, misalnya mengetahui dan mengaplikasikan strategi pembelajaran, interaksi dan motivasi belajar mengajar, dan berbagai pendekatan dalam proses beajar mengajar.
2. Keberagamaan siswa
Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang memiliki banyak kelebihan dibandingkan makhluk ciptaan Tuhan lainnya, disampping juga memiliki banyak keterbatasan. Pandangan tersebut merupakan pandangan yang universal, karena pada hakikatnya manusia tetap memiliki keragaman. Keragaman tersebut merupakan potensi/kekuatan yang dapat dikembangkan melalui upaya pendidikan. Keberagaman menurut Banks (2005) adalah sebuah jenis yang alami pada manusia dan siswa pada umumnya selalu berbeda siswa satu dengan yang lain dalam hal tertentu. Setiap peserta didik memiliki keragaman yang berbeda-beda, mulai dari perbedaan individu dari segi psikis maupun fisik.
a. Perbedaan individu dari segi aspek psikis
Perbedaan individu dari segi psikis yaitu daris egi intelektual, emosi, sosial, dan moral. Keragaman ini muncul sesuai dengan periode perkembangan yang dilalui manusia. perkembangan ini dipengaruhi oleh faktor kematangan (maturity), faktor kesiapan (readiness), irama dan tempo perkembangan yang dilalui seseorang dan intervensi faktor lingkungan. Selain itu, faktor genetik/keturunan juga merupakan faktor yang dapat memunculkan keragaman/perbedaan individu.
Salah satu permasalahan yang timbul adalah perbedaan latar belakang peserta didik. Ada siswa yang memiliki latar belakang yang berasal dari keluarga mampu sehingga ia tumbuh kembang dengan fasilitas yang memadai, ada yang memanfaatkannya dengan baik adapula yang tidak memanfaatkannya untuk perkembangan dirinya yang baik. Adapula yang berasal dari keluarga kurang mampu sehingga semuanya serba terbatas, untuk makan pun susah apalagi harus memenuhi anak mengenyam pendidikan. Namun karena keterbatasan ini banyak yang menjadi pemicu peserta didik untuk bangkit melawan keterbatasan ini, banyak anak yang sukses walaupun berasal dari keluarga yang kurang mampu. Keterbatasan bukan menjadi penghalang untuk melangkah maju.
Langkah pertama yang dilakukan guru untuk mengetahui kondisi psikologi siswanya adalah mengetahui latar belakang siswanya, mempunyai data yang lengkap mengenai peserta didiknya. Sehingga guru memahami keberagaman yang ada di kelasnya untuk membantu guru dalam menentukan pembelajaran yang tepat tanpa membuat peserta didiknya merasa terasingkan karena berbeda latar belakangnya dengan teman lainnya.
b. Perbedaan Individu dari segi aspek fisik
Dari segi fisik mudah untuk diamati perbedaan individu seperti tinggi badan, raut wajah, proporsi tubuhm yang dalam ini dipengaruhi oleh faktor keturunan. Namun tidak dipungkiri fator lingkungan juga berpengaruh pada perbedaan individu segi aspek fisik Salah satu permasalahan yang kerap timbul dari perbedaan individu dari segi aspek adalah bullying. Bullying kerap terjadi antara peserta didik yang bertubuh besar sebagai penguasa sedangkan peserta didik yang bertubuh kecil dan lemah. Peserta didik yang bertubuh besar merasa lebih kuat dibandingkan yang lain sehingga ia merasa berkuasa untuk menyakiti yang lebih lemah dan kecil dibancingkan dia, mulai dari mengejeknya di kelas, memeras meminta uang saku, memakasa mengerjakan pekerjaan rumah, dan lain-lain. Bullying sampai sekarang masih saja menjadi permasalahan yang belum dapat dipecahkan. Salah satu langkah awal guru untuk mencegah bullyng di kelasnya adalah menanamkan rasa kebersamaan, mengeratkan indahnya perbedaan dalam pertemanan. Guru merangkul semua peserta didik untuk saling menghormati satu sama lain dan menajarkan cara bertutur kata dan besikap yang sopan.
Dan setiap siswa memiliki karakteristik yang berbeda dan gaya belajar. Setiap individu peserta didik memiliki keunikan yang membedakan ia dengan yang lain, hal tersebut disebut karakter. Ada yang memiliki arakter yang baik adapula yang jahat. Ada yang mudah marah adapula yang penyabar. Melalui asesmen, guru mengetahui karakteristik semua peserta didiknya, guru akan memahaminya, dan membuat rancangan pembelajaran yang tepat sesuai dengan karakteristik masing-masing peserta didik untuk menunjang prestasi belajarnya. Gaya belajar merupakan cara termudah bagi seseorang uuntuk menyerap, menerima, mengatur, dan mengolah informasi yang diterima. Menurut Brown (2000) gaya belajar merupakan cara menerima informasi seseorang dan memproses informasi tersebut dalam proses pembelajaran.
3. Gaya Belajar
Gaya belajar adalah cara yang cenderung terus-menerus dipakai siswa dalam mempelajari suatu materi pelajaran. Perbedaan gaya belajar siswa dipengaruhi oleh cara berpikir yang biasanya dipakai atau sering diistilahkan sebagai gaya kognitif. Menurut Zhang dan Sternberg (dalam Seifert & Sutton, 2009) gaya kognitif adalah cara yang terus-menerus digunakan siswa dalam mempersepsi, mengingat, memecahkan masalah, dan membuat keputusan. Guilford (dalam Sternberg, 1997) memperkenalkan model struktur intelektual yang membedakan cara bekerjanya (operasi) pikiran menjadi dua tipe berpikir konvergen (convergent thinking) dan berpikir divergen (divergent thinking). Individu yang berpikir secara konvergen berarti berpikir mengkerucut, sehingga umumnya berpandangan bahwa penyelesaian diperoleh melalui cara berpikir prosedural atau struktural. Sementara itu, berpikir divergen berarti membuka pikiran untuk berbagai kemungkinan termasukpenyelesaian yang tidak terpikirkan oleh orang lain pada umumnya.
Berpikir divergen setara dengan berpikir kreatif. Witkin (dalam dalam Seifert & Sutton, 2009) merupakan tokoh yang memperkenalkan konsep gaya kognitif. Ia membagi kecenderungan berpikir menjadi dua bentuk gaya kognitif yaitu bebas dari konteks (field independence atau FID) dan terikat dengan konteks (field dependence atau FD). Kecenderungan berpikir dengan gaya FID ditinjau dari sejauh mana seseorang berpikir karena stimulus internal. Gaya berpikir FD cenderung dipengaruhi oleh stimulus eksternal. Siswa dengan FD lebih suka belajar dalam kelompok. Sementara itu, siswa FID lebih menyukai belajar sendiri. Gaya belajar juga dipengaruhi oleh modalitas perseptual yaitu reaksi khas individual dalam mengadopsi data secara efisien yang dipengaruhi oleh faktor biologis, dan lingkungan fisik. Ada empat gaya belajar ditinjau dari modalitas perseptual:
Visual learners are learning through seeing.
Siswa dengan gaya ini membutuhkan melihat langsung bahasa tubuh guru, ekspresi wajah, untuk dapat memahami sepenuhnya isi pelajaran. Mereka cenderung duduk di deretan depan untuk menghindari penghalang pandangan mata (misalnya kepala teman-temannya). Mereka cenderung berpikir dalam bentuk piktorial dan mempelajari sesuatu paling efektif dari tampilan visual seperti diagram, buku yang berilustrasi, transparensi (slides), video, flipcharts, dan handouts. Selama pelajaran tau diskusi kelas berlangsung, mereka lebih suka mencatat untuk menyerap informasi.