Jagung dengan nama latin yaitu Zea mays L merupakan salah satu komoditas pertanian dan merupakan tanaman pangan kedua setelah padi yang sering dijumpai dan dibudidayakan di Indonesia.
Di Indonesia saat ini dalam memenuhi kebutuhan akan jagung masih harus mengimpor dari luar negeri dikarenakan produksi yang belum mencukupi.
Banyaknya ketersediaan lahan dalam berbudidaya jagung yang masih amat luas akan tetapi dalam berbudidaya jagung dan produksinya memerlukan teknik budidaya jagung yang tepat.
Dalam persiapan lahan baru untuk budidaya tanaman jagung didaerah NTT biasanya dilakukan dengan menebang pohon-pohon disekitar lahan dan membakarnya yang disebut pola tebas bakar.
Petani di daerah ini pada umumnya menanam Jagung dilakukan saat musim penghujan dikarenakan air yang sulit serta daerahnya yang tandus sehingga mereka tidak akan khawatir akan kekurangan air.
Pada lahan baru dilakukan pola tebas bakar sedangkan pada lahan lama dilakukan rotasi seperti menanam pisang, ubi-ubian, kacang-kacangan,dll.
Pada lahan baru ini setelah dilakukan pola tebas bakar dan dibersihkan lalu baru ditanami tanaman jagung. Petani di daerah ini biasanya menggunakan benih lokal ada 2 warna kuning dan putih untuk benih yang putih panen lebih cepat yaitu 3 bulan.
Penanganan Hama pengganggu tanaman rata-rata di daerah ini hanya fokus pada pembersihan gulmanya saja dikarenakan tingkat Hama yang masih tergolong tidak rentan.
Petani jagung melakukan pembersihan gulma 2 sampai 3 kali saja hinga panen. Hama yang menyerang seperti belalang, ulat tanah serta grayak, dan penggerek batang. Akan tetapi tingkat serangan masih rendah sehingga pencegahan tidak memakai peptisida kimia.
Petani jagung di daerah NTT biasanya saat menanam jagung menggunakan sistem tumpang sari atau tanaman sisipan seperti kacang-kacangan, umbi-umbian dan pisang seperti pada gambar ini.