Lihat ke Halaman Asli

Yefta Fikanur Febiana

Mahasiswa S1 Ekonomi Syariah - UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung

Pelaporan SPT PPh Badan 2024: Strategi Penting Persiapan Untuk Patuh Terhadap Pajak

Diperbarui: 29 November 2024   13:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Surabaya, 8 November 2024 - Pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak Penghasilan (PPh) Badan untuk tahun pajak 2024 menjadi perhatian utama bagi pelaku usaha di Indonesia. Dengan berbagai perubahan regulasi dan tantangan ekonomi, perusahaan dituntut untuk memahami secara mendalam aturan perpajakan tujuannya untuk menghindari kesalahan yang dapat berujung pada sanksi. Tahun ini, Pintar Pajak kembali menekankan pentingnya manajemen risiko dalam pelaporan pajak melalui webinar dengan tema “Manajemen Risiko Pelaporan SPT PPh Badan 2024” sebagai langkah strategis untuk mendukung kepatuhan pajak sekaligus mengelola pengeluaran perusahaan secara efektif. Dengan pembicara Levi Silalahi yang merupakan Senior Tax Consultan.

Definisi Badan

Dalam konteks perpajakan, menurut Levi Silalahi definisi "badan" mencakup berbagai entitas seperti Perseroan Terbatas (PT), Koperasi, Yayasan, dan bentuk badan usaha lainnya yang menjalankan usaha maupun tidak. Pengertian ini sangat penting agar bisa menentukan subjek pajak dalam sistem perpajakan di Indonesia, terutama dalam pelaporan PPh Badan.

Subjek Pajak

Subjek pajak badan terbagi menjadi dua, yaitu:

  • Badan dalam negeri: Subjek pajak badan yang didirikan atau berkedudukan di Indonesia
  • Badan luar negeri: Entitas yang meskipun tidak berdomisili di Indonesia, tetapi memperoleh penghasilan dari Indonesia atau menjalankan usaha melalui Bentuk Usaha Tetap (BUT) di Indonesia. BUT ini merupakan sarana perpajakan untuk Indonesia bisa memajaki subjek luar negeri tersebut. Badan yang tidak didirikan di Indonesia biasanya belakangnya ada Corp atau Ltd.

Klasifikasi Penghasilan

Salah satu aspek penting yang menjadi perhatian adalah klasifikasi penghasilan. Penghasilan badan dapatada tiga yaitu:

  • Penghasilan yang bukan objek pajak. Contohnya, hibah tertentu yang diberikan tanpa hubungan usaha atau pekerjaan.
  • Penghasilan yang dikenakan PPh final. Penghasilan seperti bunga deposito dan sewa tanah/bangunan dikenakan PPh final dengan tarif tertentu. Dasar hukum PPh Final yaitu Pasal 4 ayat (2), 15, 19, 22 UU PPh. PPh final ini merupakan jenis PPh yang pajaknya dikenakan tidak berdasarkan penghasilan neto, melainkan penghasilan bruto atau tidak dikurangi dengan biaya. Contohnya UMKM milik pribadi yang penghasilannya diatas 500 juta per tahun, dengan omset demikian maka pribadi tersebut harus menyetorkan 0,5% dari penghasilan tersebut. PPh ini disebut final dikarenakan tidak diperhitungkan kembali sebagai kredit pajak dan tidak digabung dengan objek pajak lainnya dalam SPT tahunan.
  • Penghasilan yang dikenakan tarif umum atau non-final. Contohnya, laba usaha, royalti, dividen, dan keuntungan dari pengalihan harta menjadi bagian dari objek pajak non-final.

Dalam UU No. 36/2008, penghasilan usaha berbasis syariah diakui sebagai objek pajak dengan mempertimbangkan karakteristik syariahnya.

Biaya yang Dapat Dikurangkan

Biaya yang dapat dikurangkan atau Deductible Expense merupakan biaya yang dapat mengurangi penghasilan bruto untuk menghitung penghasilan kena pajak yang  mencakup:

  • Operasional. Seperti biaya pembelian bahan baku, biaya gaji karyawan, bung pinjaman, dan biaya administrasi.
  • Spesifik. Seperti biaya litbang, biaya beasiswa, biaya pelatihan, dan zakat yang memenuhi ketentuan.
  • Penyusutan dan Amortisasi. Seperti penyesuaian nilai aset sesuai umur ekonomisnya

Biaya ini harus valid, wajar, dan relevan dengan penghasilan yang menjadi objek pajak. Contohnya, perusahaan tidak bisa mengklaim biaya pribadi pemilik sebagai pengurang pajak.

Biaya yang Tidak Dapat Dikurangkan

Dalam perhitungan pajak, ada beberapa biaya yang tidak boleh dikurangkan atau dibebankan, diantaranya:

  • Pajak yang bersifat final atau pajak masukan yang tidak dikreditkan.
  • Kerugian atas aset yang tidak digunakan untuk kegiatan usaha. Contoh: vila perusahaan yang dijual dengan kerugian tidak dapat diakui sebagai pengurang pajak.
  • Biaya pribadi, seperti penggunaan telepon seluler untuk keperluan pribadi (sebagian saja dapat diakui).

Pelaporan SPT PPh Badan 2024 menjadi perhatian penting bagi pelaku usaha. Dengan memahami aturan perpajakan, mulai dari pengelolaan penghasilan, klasifikasi biaya, hingga penerapan manajemen risiko, perusahaan dapat menghindari sanksi dan menjaga keuangan tetap efisien. Webinar yang diisi oleh Levi Silalahi ini menyoroti langkah strategis yang harus diambil agar pelaku usaha tidak hanya patuh pada regulasi, tetapi juga mampu menghadapi tantangan ekonomi secara efektif.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline