Lihat ke Halaman Asli

Jurnalis Warga, Masihkah Cerahkan Peradaban Manusia?

Diperbarui: 26 April 2017   22:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Anda, orang-orang broadcast (broadcast people) pasti tidak asing dengan istilah jurnalisme. Ada berbagai macam jurnalisme di dunia ini, diantaranya jurnalisme waraga (citizen journalism), jurnalisme kenabian (prophetic journalism), jurnalisme keningratan (royal journalism), dan jurnalisme nubuatan ( apocalyptic journalism). Ketika anda mengklaim diri sebagai seorang jurnalis (wartawan), termasuk jurnalis yang manakah anda berkecimpung dalam jurnalisme tersebut diatas?

Boleh saja kita mengklaim diri sebagai seorang jurnalis (wartawan) yang pernah bekerja di media broadcast X, Y, dan Z yang dinyatakan sebagai media resmi yang diakui pemerintah  ( baik di luar negeri maupun dalam negeri) karena memang pendiriannya berdasarkan atas ijin pemerintah yang bersangkutan. Saat kita bekerja di media tersebut, kita pasti diakui sebagai wartawannya dengan identitas yang diberikan dan lembaga kita pasti memiliki tanggungjawab terhadap keberadaan kita dan kita terikat pada kode etik yang ada di lembaga dan kode etik jurnalisme (jurnalistik?) apabila anda menjadi anggota organisasi kewartawanan, misalnya PWI, AJI, dll.

Namun ketika kita  berkecimpung dalam media sosial semacam facebook, twitter, whatsapp, dll, apakah pantas kita mengklaim diri sebagai seorang jurnalis (resmi)?, sementara media sosial tidak mengenal kode etik?, tidak pernah mempertimbangkan dampak baik buruknya berita/informasi yang kita sebarkan terhadap masyarakat dan bangsa pada umumnya?

Unjuk rasa (demo) damai yang (hampir) berakhir ricuh  terjadi 4 November 2016 dipicu oleh sebuah unggahan video yang sudah ‘dimanipulasi’ oleh seseorang yang mengaku sebagai seorang (mantan) wartawan yang menurut pengakuannya sebagai seorang dosen. Media yang dipakai adalah media sosial yang nota bene adalah media yang tidak mengenal kode etik, apalagi ilmu jurnalisme. Kalau seorang waratawan profesional (non citizen journalist), pasti ia berpegang pada ‘keberimbangan’ berita, bukan atas dasar ‘rasa benci’ seorang hater pada orang lain, sehingga apa yang diunggah tidak menimbulkan opini negatif ditengah-tengah masyarakat yang sangat potensial memicu konflik, bahkan mengancam keutuhan bangsa.

Esensi Jurnalisme Warga dan Media Sosial

Pada konferensi World Broadcasting  Union (WBU) di Nusa Dua Bali Oktober lalu, hampir seluruh lembaga siaran di dunia mengungkap isu krusial yakni sosial media. Bahkan tidak sedikit organisasi penyiaran (resmi) melibatkan diri, termasuk mengambil materi dari media sosial yang boleh dikata ‘berbahaya’ apabila tidak di filter secara ketat. Bahkan banyak media resmi yang secara terang terangan memberi ruang pada para jurnalis warga (citizen journalists) dengan media sosialnya itu.  Esensi dari citizen journalism adalah :

When the people formerly known as the audience employ the press tools they have in their possession to inform one another, that’s citizen journalism

Ketika orang-orang yang tadinya adalah pendengar/pemirsa menggunakan peralatan media yang mereka punyai, misalnya alat perekam, camera, dan lain lain dan mereka saling  memberikan informasi satu sama lain melalui soasial media, itulah jurnalisme warga.

Jurnalisme warga berbeda dari jurnalisme/koran  online yang artikel, gambar, dan video diproduksi oleh para jurnalis profesional yang mereka biasanya menjadi anggota organisasi profesi.

Jadi tidak tepat kalau ada yang berpendapat bahwa jurnalisme warga adalah keterlibatan warga masyarakat dalam menyumbang tulisan di koran online  di internet, dalam menyebarkan informasi melalui radio dan televisi resmi. Beberapa koran mempunyai halaman untuk siapa pun bebas menulis. Itu BUKAN  jurnalisme warga.

Pengambilan gambar (shoothing), penyuntingan (editing) dan pendistribusian telah menjadi milik warga dengan media besar mereka. Setiap warga mempunyai  kesempatan untuk menggapai pemirsa televisi yang anda bangun dengan imajinasi sendiri. Saat ini video telah berada ditangan penggunanya, dan sosok pemirsa/pendengar yang dulunya semata mata sebagai pemirsa/pendengar saat ini bermain peran sebagai jurnalis (warga) yang hidup di situs web.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline