: Kenanutama Sinduaji
Maaf, Nak, aku pulang
tak bawa apa-apa
Saat kau tanya, ayah bawa apa?
Aku jawab: aku hanya bawa cerita
Lalu ia pun duduk, terdiam dan mendengarkan
(tapi itu sesaat saja)
Karena sebelum aku selesai cerita
Kamu langsung nerocos cerita demi cerita
Seri demi seri, sampai kubilang: Ayah mandi dulu ya
Maaf, Nak; aku pulang, tak bawa apa-apa
Hanya ini yang aku punya
setangkup rindu menggelembung di dada
Lalu kupasangkan sabuk cinta
Merenda asa, kita bersama
Siapa tahu, kelak kamu bisa pergi mengangkasa
Seperti cita-citamu, yang sederhana itu
"Aku ingin jadi pengusaha bus!"
Dengan selaksa hektar parkiran
Dan seribu armada bus, karoseri dalam negeri
Agh, tak tahulah
Nyatanya, di tahun kemudian,
Kamu ingin punya mobil mewah
"Jadi yah. Kapan kita ke showroom. Terus bilang ke penjualnya, kita pesan satu mobil. Ambilnya tahun depan saja. Kan yang penting kita pesan dulu," katamu berapi-api.
Aku manggut-manggut, sambil merasa-rasa kepala tambah cenut-cenut
Maaf, Nak
Aku pulang tak bawa apa-apa
Hanya rindu dan cinta ini saja
Yang selalu jadi senjata
Kalau cinta mengalahkan segalanya
Maaf, Nak
Zaman sudah berubah
Zaman sudah berganti
Berbenah diri sajalah
(dan) Jangan berhenti (untuk) peduli.
Jakarta, 13-09-2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H