Di bawah lampu jalan perumahan, dua belas anak di rentang usia 4-7 tahun, berlenggak-lenggok di atas zebra cross buatan. Tepuk tangan dan sorak-sorai penonton, lebih utama orangtuanya, menambah suasana semakin semarak. Penonton makin tertawa riang melihat polah anak-anak yang menggemaskan. Satu dua anak tertahan di tengah arena, lalu karena bingung malah menangis dan berlari mencari ibunya.
Lihatlah, meski tak begitu menyolok, tetapi dandanan anak-anak kecil ini sudah bak peragawan peragawati betulan. Tentu sudah bisa dibayangkan satu dua jam sebelumnya, seribu kehebohan para orangtua mendandani (memoles) dan memantaskan anaknya tampil melenggok.
Sebenarnya, acara tujuhbelasan malam itu hampir saja batal. Tiba-tiba hujan turun dengan derasnya, mengguyur arena dan lokasi lomba, yang disebut panitia sebagai GFW singkatan dari Griya-Exotica Fashion Week.
Padahal acaranya tidak terjadi setiap minggu, dan cuma sekali itu. Tapi, itulah "pesona" Bonge dan kawan-kawannya yang telah berhasil melahirkan budaya rakyat (folk culture). Arena zebra cross sebagai tempat berpose adalah bukti runtuhnya hegemoni industri fashion yang identik dengan vibe elegan dan kemewahan.
Dan, dua belas anak peserta GFW ini tak lagi merasa risih, mengayunkan langkah demi langkah dengan pasti, bahwa arena yang mereka gunakan adalah sungguh layak dan sepantasnya.
Disengaja atau tidak, peran media mengangkat fenomena "Jeje dan Bonge" merupakan bentuk sepemikiran dengan kritik para ilmuwan (dari) Sekolah Frankfurt terhadap (kebudayaan) masyarakat modern. Yang dikritik adalah kebudayaan massa yang cenderung "menindas" individu-individu, menyembunyikan berbagai kepalsuan dari realitas yang sesungguhnya, dan menciptakan dunia sendiri yang teralienasi. Kebudayaan massa seolah hanya milik beberapa orang atau komunitas saja.
Karena itu, ketika panitia menyodorkan jenis lomba yang serupa ala-ala CFW, kami para tim hore tak ragu untuk setuju. Zebra cross imitasi pun sengaja dibuat, persis di tengah malam sebelumnya, setelah hujan mereda. Tujuannya hanya satu: memberikan seluas-luasnya ruang agar anak-anak (berani) mengekspresikan diri, sepenuhnya.
Salam peradaban
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI