Lihat ke Halaman Asli

Sekolah, Guru dan Pergaulan Bebas

Diperbarui: 26 Juni 2015   14:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

                Sebentar lagi anak anak kita memasuki kelasnya masing masing.Sekolah lagi, belajar lagi. Berbagai macam jenis dan tingkatan sekolah mulai disibukkan dgn aktivitas rutin mereka, mendidik anak dan remaja.

             Sekolah memang seharusnya mempunyai kemampuan untuk membentuk pola perilaku anak didiknya. Yang tadinya belum tahu cara berbicara yang sopan dan santun, maka dengan arahan dan kewibawaan Gurunya, berubahlah ia menjadi sesosok anak baik budi yang membanggakan orang tuanya.

             Tetapi kita semua tahu, setidaknya ada 3 faktor yang mempengaruhi pembentukan pola perilaku seorang anak.Pertama, lingkungan di dalam rumahnya sendiri yang terdiri dari kedua orang tuanya, saudara kandungnya dan atau kerabat atau orang  lain yg mungkin ikut tinggal & menjadi bagian dari keluarga besarnya.

            Kedua, lingkungan sekolahnya yg terdiri dari para pendidik, peserta didik yang lain baik setara , senior maupun yuniornya. Ketiga, lingkungan diluar pagar rumahnya. Misal, tetangga RT, RW , Kelurahan hingga kota bahkan seluruh dunia. Pokoknya, begitu keluar dari pagar rumahnya, ia sang anak akan menghadapi sebuah komunitas yang boleh jadi punya norma2 yg sama sekali berlainan dengan norma di rumah maupun sekolahnya.

                 Biasanya, secara normatif pola pembentukan di lingkungan keluarga dan sekolah akan saling melengkapi dan atau saling menguatkan. Seorang yg tadinya pemalu, takut bicara atau menyampaikan pendapat, maka berkat gemblengan para guru disekolahnya ia jadi pandai  berorasi di depan teman2nya. Yang tadinya tidak pernah sholat 5 waktu (karena ortunya sendiri tidak pernah menyuruh serta tdk pula memberi contoh). Atau yg tadinya sembaran saja dalam memilih makanan sehari hari , berkat arahan gurunya mereka jadi tahu mana makanan yg bergizi dan mana pula yg berbahaya bagi tubuh, misal zat pewarna , borax, dll.

                Saat ini adalah era komunikasi Global. Tanpa harus terganggu  oleh panjangnya jarak maupun sulitnya medan & letak geografisnya ,semua orang dimudahkan untuk saling berhubungan . Bahkan dengan biaya yang  relatif lebih murah   serta banyak pilhan jenisnya : SMS, Phone,Chatting, e-mail , Blogging konvensional maupun FB & Twitter.

              Dengan kemudahan komunikasi ini, proses asimilasi kebudayaan pun mudah terjadi. Termasuk pengaruh kebudayaan bebas yg selama ini hanya terjadi dinegara negara maju. Keinginan manusia untuk bebas memang bersifat universal. Tapi pada saat yang sama manusia juga punya keinginan untuk mengikatkan diri dengan sebuah nilai yg dianggapnya ideal. Misalnya nilai2 moral atau agama maupun nilai2 ideal berdasar pemikiran filsafat maupun sains yang dikaguminya.

               Diantara ketiaga faktor yg berpengaruh pada pembentukan kepribadian anak, faktor ketiga atau pergaulan umum ini menjadi amat krusial apabila kedua faktor lainya tidak cukup kuat atau tidak berkualitas. Misal, ortu dirumah tetapi tidak terlalu peduli dg anak, sibuk bekerja cari uang. Atau ingin peduli pada anak tapi tidak tahu caranya karena keterbatasan pengetahuan/pendidikkannya. Sekolah yg dipilihnya pun sekolah yg tidak bermutu, karena hanya menampung calon siswa yg tidak tertampung disekolah sekolah bagus. Para Guru  tentu berusaha memberikan semua hal yang terbaik untuk peserta didiknya, termasuk guru2 di sebuah sekolah yg paling tidak bermutu sekalipun.Tetapi bila peserta didiknya kebanyakan tidak punya dasar yang cukup kuat untuk menerima hal hal baik (misal, IQ-nya  rendah dan atau EQ yang low grade) , maka pihak sekolah akan menemui banyak hambatan dalam upayanya mebentuk kepribadian serta peningkatan kemampuan otak mereka.

              Atau , bisa saja seorang anak masuk sekolah yg cukup bermutu dan mahal tetapi memilih teman sekolah yg tidak bermutu. Hasilnya akan sama saja, ia akan menjadi manusia yang tidak bermutu pula .Kalau ini yang terjadi maka lingkungan luar sebagai tempat masuknya semua informasi global akan menjadi pupuk bagi tumbuhn suburnya sikap buruk anak yg merupakan cikal bakal sebagi sampah masarakat. Faktor kemudahan berkomunikasi juga akan mempercepat proses pergeseran nilai yg tertanam pada jiwa anak dan remaja, karena nilai moral yang standar akan sering 'dibenturkan' dengan nilai lainnya yg lebih memenuhi selera anak dan remaja kita. Naluri mereka lebih tertarik dengan segala sesuatu yag enak,indah, asyik ,hebat dan bebas. Apalagi kalau arus informasi yang masuk tidak berimbang. Misal, dari 100 informasi, cuma 20 yang merupakan informasi baik dan dibutuhkan. Selebihnya adalah  informasi sampah, misal gossip2 murahan, tip bercinta a la remaja Barat,Tip ML tanpa hamil..dll.Pergaulan bebas mungkin akan selalu menjadi pilihan anak dan remaja kita sampai mereka terbentur pada suatu resiko yang akan menyusahkan mereka, misal, remaja putri yg hamil, pemuda yg anarkis dalam geng Motornya  serta terseok seok dilembah narkoba,premanisme & kriminalisme. Atau minimal mereka lebih tertarik untuk bersantai santai diluar rumah daripda belajar dan atau membantu kerepotan ortu nya.

              Rendahnya kontrol orang tua & guru plus derasnya arus informasi global merupakan  kombinasi yang buruk bagi pembentukan kepribadian anak & remaja harapan bangsa ini. Kita akan semakin sulit membendung arus informasi yang masuk ke kepala dan jiwa anak kita. Termasuk informasi tentang "indahnya" pergaulan bebas itu. Apakah kita masih merasa tenang dan bisa tidur nyenyak dengan perkembangan zaman yang semakin rawan bagi pertumbuhan moralitas anak anak kita...??




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline