Seorang teman bertanya kepada saya kenapa saya menyekolahkan anak-anak saya ke SMK dan bukan ke SMA. Dalam pikirannya, sekolah di SMK berarti mengarahkan anak buat segera bekerja. Masa kecil-kecil sudah disuruh kerja.. begitu katanya. Pendapat si teman tidak sepenuhnya salah dan tidak seluruhnya benar. Saya memang sudah merencanakan anak-anak saya untuk melanjutkan ke SMK begitu mereka lulus SMP.
Pertimbangannya adalah selepas SMK mereka sudah siap untuk bekerja, karena saya menyarankan anak-anak saya untuk bekerja sambil kuliah. Ini mengajarkan mereka mandiri, tidak terus-terusan minta uang pada orang tua. Nah.. pendidikan di SMK lebih membuat anak siap untuk bekerja, ketimbang pendidikan di SMA. Itu rencana saya dan alhamdulillah semua berjalan seperti yang saya rencanakan.
Rumah sebagai rencana jangka panjang
Hidup itu memang harus punya rencana bahkan di hal yang paling sederhana, misalnya hari ini saya rencananya masak apa. Hari ini mau kemana, atau hari ini mau melakukan apa. Semua pasti ada rencananya. Untuk jangka panjang, saya juga punya rencana. Rencana jangka panjang saya adalah membeli rumah. Sekarang saya tinggal di rumah orang tua. Berkaca dari keberhasilan orang tua saya menyediakan rumah bagi anak-anaknya, saya jadi termotivasi untuk melakukan hal yang sama.
Hidup di kota besar seperti Jakarta, rumah merupakan fasilitas terpenting yang harus kita punya. Baik untuk didiami sendiri atau disewakan kepada orang lain. Di daerah saya, harga sebuah rumah kontrakan minimal 700 ribu rupiah sebulan. Rumah hanya terdiri dari 1 kamar, merangkap kamar tamu, dapur dan kamar mandi. Model rumah petak gitu. Rumah lebih besar kisarannya sudah 1 jutaan perbulan.
Dulu.. saat baru menikah dan belum saya hidup nyaman di rumah orang tua, saya mengontrak di sana sini. Sebulan saya harus mengeluarkan uang 500 ribu rupiah untuk kontrak rumah. Harga yang cukup besar di masa itu. Betapa saya dan suami harus membagi gaji untuk makan, sewa rumah, transport dan lain-lain. Susah.. sering nombok malah. Kenapa nggak tinggal di rumah orang tua? Biasalah.. anak muda yang baru menikah kan egonya tinggi. Masa nebeng di rumah orang tua.
Kalo buat investasi, rumah juga bisa membuat pemiliknya ongkang-ongkang kaki. Seorang tetangga saya punya rumah kontrakan 6 buah. Semuanya terisi dengan harga kontrak 700 hingga 1 juta rupiah sebulan. Bisa dihitung berapa penghasilan dirinya dari hasil mengontrakan rumah. Lumayan kan.
Selain untuk investasi, rumah adalah harta yang bisa diwariskan. Lebih baik meninggalkan warisan dalam bentuk asset ketimbang uang karena uang bisa cepat habis sementara asset makin bernilai tinggi. Cuma... untuk memperoleh rumah, kita harus merogoh kocek cukup tinggi. Duitnya dari mana?
Terlindungi karena Maestro Infinite Protection
Saya datang di acara Kompasiana nangkring di JS Luwansa Kuningan Jakarta pada tanggal 13 Juli 2017. Saya ingin tahu lebih jauh mengenai cara mengelola keuangan untuk investasi. Ternyata acaranya seru loh.. kami bukan cuma mendengaran paparan dari AXA tapi ada permainan juga. Namanya Praxis. Tau monopoli kan? Nah Praxis mirip seperti Monopoli tapi lebih seru dan mirip banget sama dunia nyata.
Praxis ini bukan cuma permainan tapi kita belajar mengelola uang juga di sini. Di akhir permainan, uang yang kita punya akan dihitung. Yang terbanyak dapat uang itu yang jadi pemenangnya. Ada yang mendapat uang hingga di atas 100 ribu.. kalo saya sih cuman 30 ribuan. Nah yang dapat banyak uang ini ternyata karena dia berani membeli properti dari uang yang ia punya.