Hari masih pagi ketika saya berangkat dari hotel. Tujuan saya hari itu, 2 Februari 2017 adalah menuju Ubud dan Gianyar, daerah di Bali yang terkenal dengan suasana alamnya. Saya lebih suka suasana alam dan Ubud adalah tempat yang cocok untuk mengetahui suasana Bali yang sesungguhnya. Tempat pertama yang saya tuju adalah Pura Tirta Empul. Pura Tirtha Empul adalah pura sekaligus tempat pemandian yang berlokasi di Jl Tirta Manukaya Tampaksiring Kabupaten Gianyar, Bali.
Nama Pura Tirta Empul diambil dari nama sumber air Tirta Empul yang berarti air yang menyembur dari dalam tanah. Dari hotel tempat saya menginap di bilangan Kuta, jarak tempuh menuju Pura Tirta empul adalah 1,5 jam. Jalan menuju lokasi melewati pedesaan Ubud dan Gianyar dengan pesawahan di kanan kiri dan rumah-rumah yang membuat aneka kerajinan. Di tiap rumah selalu saya lihat Canang (bunga untuk sembahyang) yang diletakkan di depan rumah. Masyarakat Bali adalah masyarakat yang taat dengan agamanya.
Saya tiba di Pura Tirta Empul bertepatan dengan turunnya hujan. Banyak ibu-ibu menyewakan payung di luar Pura. Sepuluh ribu saja sewanya. Saya sewa satu payung karena hujan turun lumayan deras. Sebelum masuk ke Pura Tirta Empul, kita diharuskan memakai kain panjang dan selendang kuning yang diikatkan di pinggang. Kalau kita mau masuk ke semua Pura di Bali kita harus menggunakan kain panjang seperti ini. Kain dan selendang kuning sudah disiapkan dan kita tinggal pakai, gratis.. tapi Anda boleh memberi donasi ke kotak yang sudah disediakan. Oh ya.. untuk masuk ke Pura Tirta Empul, ada tiket seharga 15 ribu rupiah yang harus kita beli.
Setelah memasuki gerbang Pura Tirta Empul, saya disambut dengan pelataran yang luas sekali. Di sisi kanan ada bangunan semacam balairung yang juga luas. Serombongan mahasiswa yang tiba berbarengan dengan saya sedang berkumpul di balairung ini, mendengarkan penjelasan dari seorang lokal guide. Saya melangkah lebih dalam. Memasuki bangunan yang terdapat kolam pemandian di dalamnya.
Kolam pemandian terbagi 3 tapi 1 kolam dengan ukuran lebih kecil terkunci pintunya. Beberapa wisatawan asing sedang berendam di dua kolam yang berukuran besar. Air dari pancuran di satu sisi kolam menyembur kencang sekali. Pancuran ini berjejer di tepi kolam, puluhan jumlahnya. Seorang wanita wisatawan asing sedang berdoa khusyuk sekali di depan pura kecil yang ada di situ. Ia mengenakan kebaya Bali lengkap dengan kain dan selendang kuning. Setelah selesai berdoa, ia melepas sarung dan kebayanya lantas menyeburkan diri di kolam, bergabung dengan teman-temannya.
Saya tak ikutan mandi, namun saya mencelupkan tangan dan kaki saya di kolam pemandian, airnya segar dan dingin. Seorang penjaga pura menawarkan diri untuk membantu saya memotret, ketika saya sedang memasang tripod untuk selfie. Saya memang datang sendiri, dan mengambil foto diri dengan bantuan tripod adalah tantangan tersendiri.
Saya iyakan bantuan sang bapak penjaga. Seorang wisatawan asing, dari Jepang nampaknya, meminta bantuan si bapak penjaga untuk memotret dirinya juga. Si bapak yang ramah mengiyakan untuk memotret. Si bapak penjaga bilang, setiap hari pura ini tak pernah sepi. Ia lantas menunjuk bangunan di atas area pura, itu istana presiden katanya. Dulu kita boleh masuk ke istana presiden untuk melihat-lihat tapi sekarang tak boleh lagi, karena pak Jokowi sering memakai istana itu sekarang.
Bapak penjaga juga menjelaskan bahwa mandi di kolam pemandian ini bukan sekedar mandi tapi tujuannya adalah menyucikan diri. Air yang memancar di pancuran yang mirip keong ini bersumber dari mata air yang tak pernah kering. Sebelum menyeburkan diri di kolam, sebaiknya persembahkan canang dan berdoa dulu di situ, kata si bapak sambil menunjuk pura kecil yang ada di atas pemandian. Tempat wanita wisatawan asing yang saya lihat tadi.
Mengenai dipenuhi atau tidaknya doa kita kepada Yang Maha Kuasa itu berpulang kepada diri kita dan kemurahan hati Sang Pencipta, kata bapak penjaga menjawab pertanyaan saya mengenai mitos yang beredar tentang pemandian ini. Kolam pemandian berangsur ramai dengan rombongan para wisatawan yang baru saja tiba. Saya beranjak untuk melihat bagian pura yang lain lagi. Bangunan ini terletak di belakang kolam pemandian dan digunakan untuk sembahyang.
Sebelum masuk ke pura ini, wanita yang rambutnya tergerai harus mengikat rambut dengan karet yang sudah disediakan. Wanita tak boleh masuk dengan rambut tergerai. Wanita yang sedang berhalangan juga tak boleh masuk ke sini karena ini lokasi suci. Ada kolam lebih besar dengan dinding yang tinggi di sini. Beberapa perempuan dan laki-laki sedang beribadah. Bau dupa cukup menyengat hidung.
Saya keluar dan berjalan menjelajah bangunan lain di area ini. Di sisi bangunan pura untuk sembahyang ada bangunan dengan kolam yang sangat luas di depannya. Yang sangat menakjubkan adalah.. kolam besar ini penuh dengan ikan sebesar paha orang dewasa. Agak merinding melihat ikan yang sangat besar-besar dan memenuhi kolam. Ikan-ikan ini berenang bergerombol. Ia akan mendekat bila ada orang berdiri di pinggir kolam.