[caption id="attachment_204234" align="aligncenter" width="640" caption="Birunya air laut Pantai Depok (dok.yyt)"][/caption]
Pantai Depok… kalau Anda mendengar nama ini jangan berpikir bahwa pantai ini adanya di Depok, daerah di selatan Jakarta. Yang akan saya bicarakan adalah sebuah pantai yang masih menjadi bagian dari Pantai Parang Tritis di Jogjakarta. Ceritanya saat libur lebaran kemarin saya berkesempatan jalan-jalan ke pantai Depok.
Saya belum pernah ke tempat ini sebelumnya. Saudara saya bilang pantainya bagus dan kita bisa makan ikan bakar yang di tangkap para nelayan di situ. Hm.. saya langsung teringat dengan pantai Marunda dan Anyer, pantai dengan kuliner sejenis. Berangkatlah kami serombongan ke sana.
Jarak dari kampung saya di wilayah Bantul ke pantai Depok sekitar satu jam perjalanan naik mobil. Gerbang masuk ke pantai Depok sama dengan gerbang masuk ke pantai Parang Tritis. Tapi pantai Depok agak lebih jauh jaraknya dari gerbang itu. Tiket masuk ke pantai nggak mahal kok, cuma lima ribu rupiah per orang.
[caption id="attachment_204235" align="aligncenter" width="622" caption="Pengunjung di pantai Depok (dok.yyt)"]
[/caption]
Singkatnya sampailah saya di Pantai Depok. Karena hari itu suasana libur lebaran pastilah ramai pengunjung di pantai. Berdasar informasi saudara saya katanya sebaiknya kita pesan makanan dulu lalu kita tinggal jalan-jalan ke pantai dan ketika kita balik makanan sudah siap tersaji dan kita tinggal makan. Saya manut.
Untungnya ada kenalan saudara saya yang buka warung makan di situ jadi saya nggak usah keliling menyambangi warung makan dan menawar harga, hal ini mengurangi resiko salah tawar yang malah mengakibatkan harga ikan dan makanannya mahal.
Obrolan saya dengan si pemilik warung makan menghasilkan kesepakatan bahwa dua jam kemudian 2 kilogram ikan cakalang seharga dua puluh ribu rupiah perkilo dan dua kilogram kerang darah seharga lima belas ribu rupiah per kilo akan tersaji di meja. Semuanya tentu dalam kondisi matang dan dimasak sesuai permintaan kita. Cukup murah. Mengingat si pemilik warung sendiri yang akan berbelanja dan memilih ikan segar di pasar ikan di area pantai.
[caption id="attachment_204236" align="aligncenter" width="563" caption="Mbah... mau kemana? (dok.yyt)"]
[/caption]
Menuju pantai saya melewati jajaran pedagang ikan dan udang yang digoreng. Cukup bikin lapar namun anak-anak saya yang sudah nggak sabar buat segera sampai ke pantai mengurungkan niat saya untuk membelinya.
Lalu sepanjang mata memandang terpampang air laut berwarna biru dengan deburan ombak berwarna putih yang mengejar sampai ke pantai. Cukup Indah walau awalnya deburan ombak yang cukup besar membuat saya ngeri juga. Teringat mitos tentang penunggu pantai Selatan yang suka mencari korban. Halah.. mau seneng-seneng kok malah mikir horor.
Sayangnya ada ceceran sampah bekas makanan pengunjung di bibir pantai. Tanda bahwa tak semua pengunjung pantai punya rasa disiplin dengan membuang sampah pada tempatnya. Yah .. ini terjadi hampir di semua tempat di Indonesia. Sampah di mana-mana.
[caption id="attachment_204238" align="aligncenter" width="640" caption="Siapa mau udang goreng? (dok.yyt)"]
[/caption]
Seorang saudara saya bercerita bahwa kalau pagi hari pantai Depok dijadikan tempat penyembuhan untuk para penderita penyakit paru dan TBC. Anak-anak, tua dan muda memenuhi pantai untuk menghidup udara segar dan menikmati matahari terbit. Jam berapa? Jam 5 pagi katanya. Sayangnya jam segitu saya memilih untuk melihat matahari terbit dari pinggir sawah. Cukup syahdu… halahhhh jadi romantis gini.
Apakah cukup berefek penyembuhan ala begini? Yak.. sangat bermanfaat. Begitu saudara saya meyakinkan. Sudah berkali-kali saudara saya ikut tetangganya yang mengobati penyakit TBC nya ke pantai Depok dan berbulan kemudian ia sembuh.
[caption id="attachment_204239" align="aligncenter" width="640" caption="Permainan ini juga ada di pantai Depok (dok.yyt)"]
[/caption]
Buat saya ini berarti dua hal. Udara pantai Depok memang segar, murni tak terpolusi dan memang Tuhan memberi hadiah kesembuhan pada si penderita TBC atas usahanya dalam mencari kesembuhan.
Memandangi lautan dan ombak yang berdebur ternyata memberi kedamaian juga pada saya. Saya lupa pada masalah kantor, lupa pada masalah keluarga, lupa pada hutang. Tapi begitu balik dari pantai ya ingat sama semua masalah lagi. Hadeuh…
Sesudah puas bermain di pantai, kami kembali ke warung makan tempat saya memesan ikan dan memang beberapa menit kemudian ikan dan kerang pesanan sudah tersedia di meja siap untuk di santap. Tentu saja dengan pelengkapnya berupa nasi, sambal plus lalapan. Rasanya? Maknyusssss..
[caption id="attachment_204240" align="aligncenter" width="640" caption="Layang-layang.. siap dimainkan (dok.yyt)"]
[/caption]
Menjelang sore saya dan keluargapun pulang. Semakin sore orang-orang yang memasuki pantai Depok bukan semakin berkurang malah semakin bertambah. Nampaknya mereka ingin menikmati suasana pantai di sore hari sambil melihat matahari terbenam. Sebenarnya sayapun ingin juga tapi saya sudah terlanjur berjanji untuk bertemu dengan saudara saya dari kampung lain yang akan datang ke rumah.
Mudah-mudahan ketika satu hari saya datang lagi ke pantai Depok, saya tak menemui ceceran sampah di pantai dan semoga saya sempat memandangi matahari terbenam di sana.
[caption id="attachment_204242" align="aligncenter" width="640" caption="Menara mesjid di pantai Depok (dok.yyt)"]
[/caption]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H