Lihat ke Halaman Asli

Aksi Cepat Tanggap

Organisasi Kemanusiaan

Siapa Bertanggung Jawab di Balik Krisis Kabut Asap

Diperbarui: 12 Oktober 2015   11:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kebakaran Hutan Riau

Darurat asap masih mengepung, dampaknya makin meluas hingga menembus ribuan kilometer melintasi Malaysia, Singapura bahkan terakhir menyesakkan jutaan turis di Phuket, Thailand. Banyak pihak memprediksi krisis kabut asap di tahun ini sedang bergerak menuju titik yang paling parah sejak kebakaran hutan terhebat yang melanda Indonesia pada 1997 silam.

Masyarakat pun bertanya, kabut asap yang sangat menyesakkan dan berbahaya ini adalah akibat dari kebakaran hutan atau pembakaran hutan?

Pemerintah menegaskan bahwa untuk mengatasi kebakaran hutan yang memicu kabut asap tahun 2015 ini, BNPB sudah mengkoordinasikan ribuan personel TNI dan Polri, tugasnya adalah untuk bahu membahu memadamkan ribuan titik api, sementara itu penyidik dari Polri bertugas mengusut tuntas dari hulu hingga hilir siapa penyebab masifnya pembakaran hutan di lahan gambut Sumatera dan Kalimantan.

Mengambil data dari rilisan Greenpeace Indonesia, ratusan perusahaan korporat dari sektor perkebunan telah menciptakan peluang besar tersulutnya bara api yang akhirnya tak bisa terkontrol dan meluas menjadi ribuan titik api di berbagai lahan. Banyak dari perusahaan perkebunan itu bergerak dalam bidang produksi bubur kertas dan kelapa sawit. Mereka membakar lahan gambut untuk membersihkan lahan sebelum ditanam kembali.

Lantas siapa saja yang bertanggung jawab di balik krisis kabut asap ini? berikut penjelasannya:

  1. Perusahaan perkebunan adalah tersangka utama yang menciptakan krisis kabut asap

Tak bisa dipungkiri, banyak bukti mengarah kepada puluhan perusahaan pengelola perkebunan di atas lahan gambut yang telah menciptakan krisis kabut asap ini. Terlepas dari faktor kesengajaan atau tidak, perusahaan perkebunan yang bergerak di sekitar lahan hutan Sumatera dan Kalimantan telah menciptakan kondisi kebakaran hutan dan lahan gambut. Jika memang tak sengaja, bisa saja lahan gambut kering sisa perkebunan mereka tersambat petir atau tersulut api rokok karena kecerobohan, atau mungkin dilakukan dengan sengaja dengan membakarnya untuk membersihkan lahan dan menyuburkan tanah. Apapun alasannya, api yang tercipta di atas lahan gambut kering kini telah berubah menjadi sangat tidak terkendali. Minimnya hujan dan kemarau panas terik makin memperburuk kondisinya.

  1. Pemerintah telah memberikan pengelolaan hutan dan lahan gambut rentan terbakar pada perusahaan, sekian tahun menutup mata pada tindakan pengrusakan hutan secara ilegal.

Kebakaran hutan bukanlah kejadian yang menyesakkan penduduk Riau, Palangkaraya, Jambi, Palembang ataupun Pontianak di tahun ini saja. Belasan tahun di musim kemarau selalu dilewati oleh masyarakat Sumatera dan Kalimantan dengan derita kabut asap. Kenyataan ini membuktikan bahwa selama belasan tahun pemerintah telah abai. Tanggung jawab pemerintah untuk menjaga hutan dan lahan gambut dari kehancuran oleh oknum perusahaan swasta tak dijalankan selama sekian dekade. Pejabat pemerintah bahkan semakin menambah besar masalah dengan memberikan surat izin terhadap pengelolaan konsesi di atas lahan hutan dan gambut.

Ketika pemerintah gagal mengatasi praktik pengrusakan sektor perkebunan, maka pembakaran hutan dan kabut asap parah seperti sekarang ini hanya akan menyiksa warga dan menampar keras muka pemerintah. (cal) img : greenpeace

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline