Lihat ke Halaman Asli

Yayan Sumaryono

Puisi Jalanan

Tangis Petani

Diperbarui: 15 Desember 2020   09:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Telah tiba musim penghujan, tawa riuh petani disaung tepi sawah, sambil minum kopi dengan cakir dari batok kelapa serta kudapan singkong bakar.

Sawah sudah selesai dibajak tanda tandur akan dimulai, bibit padi yang sebelumnya disemai telah siap, senyum para petani diiringi nyanyian kodok menyambut bulir-bulir air yang jatuh dari langit.

Puja puji tak lepas dari segala harapan atas anugerah yang maha kuasa, semoga panen dengan hasil yang baik untuk bekal lumbung yang sudah kosong kerontang.

Namun bukan badai atau petir bahakan bukan hama tapi sebuah kebijakan yang begitu tajam sampai menebus ulu hati, jerit tangis para petani memecah karena terancam akan gagal panen, entah mengapa pupuk sukar untuk dicari derita petani semakin menjadi, para paduka saling tunjuk dan tuduh bukan bagaimana berembuk agar padi nanti bersisi.

Bukankah jabatan dan apapun itu akan diminta pertanggungjawban kelak nanti? Mereka pandai berkata dan bersolek, memang  para bajingan belaga layaknya priyai yang agung.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline