Lihat ke Halaman Asli

Permata Mahkota Raja

Diperbarui: 21 November 2020   06:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Semilir angin dikala fajar tersenyum manis menyapa rembulan, di ujung malam yang sebentar lagi akan terang dengan gelisah kunang-kunang berlarian kembali keperaduan.

Di sebuah sudut kota, tergeletak anak kecil terlelap beralaskan kardus dan setumpuk koran bekas menjadi bantalnya, masih di sanah tepatnya diujung lorong pertokoan permpuan paruh baya menggigil berselimutkan kantong pelastik bekas kain kafan anaknya yang kemaren meninggal.

Masih jua luka dan derita kian mencekik, andong dan becak tak lagi bisa bebas menyambut riuh pada pasar yang telah sunyi.

Masihkah ada sedikit beras pada periuk dapur buruh panggul yang kini menganggur? Atau sepotong tempe dan sebiji tahu kering?

Semoga para paduka yang sedang merayu menebar pesoana dengan segala daya berebut singgah sanah dan sebuah mahkota, tidak dusta dan lupa ingatan nanti ketika sudah menjadi raja, ah lupa ingatan sudah sifatnya raja yang bertahta karena begitu kuatnya pamor permata pada mahkota itu.

yS




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline