Lihat ke Halaman Asli

Hujan Kerikil di Tanah Jawara

Diperbarui: 19 November 2020   07:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Hujan Krikil di tanah Jawara

Fajar di akahir pekan, ketika ayam jantan berkoko, entah mengapa langit masih jua kelam, berdukakah ia? Seperti mata sembab anak angon yang menangis sepanjang malam, karena menahan lapar si emak tak menanak nasi sebiji beraspun tiada

Mimpi burukkah ini atau hanya sekedar ilusi? Di tanah Jawara turun hujan krikil, burung-burung pipit merengek, sawah kering serta panen belalang.

Di sebrang kali kulihat anak-anak gembala menggiring lembu ke lembah ilalang, sektika suaraku memekik seakan bunyi geledeg di ujung musim, "kenapa kalian giring kerbau itu pada hamparan ilalang? Bukankah di samping kandang itu hamparan rumput yang hijau?

muka polos dengan tatapan kosong, bibir bergetar sayup-sayup terdengar suara lirih "tanah itu miliki tuan paduka, terlarang bagi kami untuk mendekatinya apalagi mengambil rumputnya, bisa binasah satu kampung"

Ooohhh Ya Rabb, Tanah Jawara Bukan hanya Hujan kerikil kini banjir bara pula,

Bagaimana nanti jasad kami akan dikubur ketika mati, jika di tanah kelahiran kami kini telah dikuasai oleh mereka yang disebut para paduka.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline