Lihat ke Halaman Asli

Lubang-lubang Koyak Selimut Pucatku

Diperbarui: 24 Juni 2015   18:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Mana jarum dan benang hitam itu, mana?
Jangan menghilang...lubang ini harus dijahit
Biar dulu tubuhku telanjang, nyalang dimakan matanya
Setelahnya biarkan tubuh ini memucat di bawah selimut tuaku

Aku tak mau ada lubang menganga disana
Hingga matanya menelisik masuk menakar rapuhku
Sudah kuberikan tubuhku, sudah...jangan lagi kau koyak
Perkenankan aku meratap dalam gelap hangat selimut usangku

Aku berdoa dalam takut memuncak dari dalam sini,
Jijik memeluk tubuhku sendirian...tak mampu terbeli
Sibuk mendamaikan dosa dengan doa,"Aku bukan siapa-siapa,"
Hanya selimut pucat ini tempatku bicara pada airmata usai terlacur

Rekatlah duhai lubang-lubang koyak,
Sembunyikan aku lagi sebelum mereka kembali membayar tubuhku
Biar kupanggil semua malaikat, "Aku lelah menyulam nista,"
Memucatlah bersama doa-doaku yang tak kunjung sampai, sembunyikan aku!

The small a part of Puisi Tambeng on
http://thedarknessofsatire.blogspot.com/2012/12/lubang-lubang-koyak-selimut-pucatku.html

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline