Lihat ke Halaman Asli

Yahya Ado

Penulis dan Praktisi Pendidikan

Pustaka El Tari dan Nyanyian Flobamora

Diperbarui: 31 Desember 2018   08:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kelompok Kincir Angin menyanyikan lagu Flobamora. Foto oleh Alberto Manuela. dokpri


Oleh: Yahya Ado*

Penulis Buku 'Wasiat Jalan: Menemukan Makna Hidup, Karya, & Cinta'

DI satu petang yang cerah kala itu. Tepat di hari Jum'at, tanggal 21 September 2018, ketika mentari mulai condong ke barat, sejumlah perwakilan orang tua dan anak muda dari berbagai daerah dan latar belakang agama, suku dan profesi bergegas memadati kursi-kursi di arena diskusi di kantor Institute Resource Governance and Social Change (IRGSC) di bilangan Walikota, Kota Kupang, NTT. Pukul 17.00 wita adalah pembuka acara peresmian dan diskusi Pustaka El Tari hari itu.

Di tengah hadirin, sekelompok anak muda yang tergabung dalam anggota 'Kincir Angin' menyanyikan lagu populer Flobamora sebagai pembuka. "Flobamora, tanah air ku yang tercinta. Tempat beta dilahirkan, dibesarkan ibunda..." Begitu penggalan lagu yang sungguh popular itu. Diiringi gitar dan sebuah gendang sederhana, suara mereka terasa menusuk sampai di sum-sum hati. Rasa Flobamora yang membangkitkan semangat.

Diskusi yang diinisiasi oleh anak-anak muda secara sukarela di kantor itu, untuk mau merawat dan belajar tentang visi, kehidupan, kepemimpinan, ajaran cinta kasih antar sesama, dan teladan sang mantan gubernur NTT yang sangat legendaris itu. Diskusi dengan memuat tema, "Meneroka Kembali Tipe Kepemimpinan EL Tari" menghadirkan beberapa pembicara mewakili keluarga dan orang-orang dekat El Tari. 

Ada Frans X. Skera, Umbu Pakudjawang, Johanes Pake Pani, Cornelis Tapatan, dan Abdul Kadir Makarim. Diskusi dipandu oleh, Dominggus Elcid Li, Direktur IRGSC berjalan penuh kenangan. Diskusi hari itu semacam nostalgia kepemimpinan sang mantan gubernur NTT kedua yang memimpin sejak tahun 1966 sampai 1978 yang belum banyak anak muda NTT tahu, apalagi meneladaninya.

Lebih dari 1.140 buku koleksi El Tari dalam berbagai bahasa berjejer rapi di ruangan kecil di kantor lembaga yang berpusat pada penelitian itu dengan diberi nama "Pustaka El Tari". Ini sebagai bukti sekaligus mempertegas bahwa seorang El Tari adalah sosok pemimpin yang gemar membaca. Dan warisan inilah harusnya menjadi dorongan terkuat bagi para generasi NTT untuk rajin membaca, dan menulis.

Pesan-pesan Fenomenal El Tari 

Eltari adalah seorang sosok pemimpin yang mati tak meninggalkan harta. Eltari dalam kehidupan dan kepemimpinannya meninggalkan nilai-nilai kehidupan yang universal. Di saat ia meninggal, lautan manusia memadati pemakamannya kala itu. El Tari yang lahir di Pulau Timor pada 18 April 1926 dan meninggal pada 29 April 1978, adalah sosok pemimpin inspirasi NTT dalam memberikan pesan-pesan kehidupan yang teramat luas.

Salah satu pesan El Tari, saat Ia melihat kondisi NTT yang kering, maka salah satu programnya dan bahkan menjadi slogan yang sangat fenomenal adalah, " Tanam. Tanam. Dan Tanam. Sekali Lagi Tanam." Maka di 12 kabupaten di NTT kala itu, El Tari melakukan pengadaan air. Saat itu dibangunlah bendungan dan irigasi di 12 kabupaten untuk program pertanian, sekaligus peningkatan ekonomi rakyat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline