Lihat ke Halaman Asli

yavis nuruzzaman

fotografer, pemusik, penulis lepas, pemerhati media sosial, penyuka sepak bola,

BLT Minyak Goreng dari Pemerintah Efektif atau Tidak?

Diperbarui: 7 April 2022   14:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Presiden Joko Widodomemberikan Bantuan Langsung Tunai (BLT) minyak goreng kepada sejumlah pedagang kecil via Kompas.com

Media menyoroti adanya penolakan serta kritik terhadap kebijakan pemberitan Bantuan Langsung Tunai (BLT) minyak goreng. Pemberitaan ini memiliki isu dinamis. Penolakan muncul karena dianggap ada kebijakan lain yang bisa diambil untuk mengatasi kelangkaan minyak goreng, yaitu penindakan mafia dan kartel minyak goreng. Terlebih Pemerintah sudah mengonfirmasi bahwa ada "gurita mafia" yang menguasai distribusi salah satu bahan pokok untuk masyarakat tersebut.

Pemberitaan yang berkembang adalah Pemerintah menyiapkan beberapa jenis perlindungan sosial dan akan dieksekusi dalam waktu dekat, seperti Kartu Sembako yang ditujukan kepada 18,8 juta KPM ditambah 2 juta keluarga dari PKH. Stimulus tersebut nanti juga akan dibarengi dengan pemberian BLT minyak goreng. Selanjutnya, Pemerintah juga telah merancang bantuan subsidi upah bagi pekerja bergaji di bawah Rp3,5 juta per bulan.

Besaran bantuan tersebut Rp1 juta per penerima bagi 8,8 juta pekerja. Namun BLT dianggap tidak efektif, karena jenis bantuan ini tidak bisa terus-menerus dilakukan karena akan menggerus anggaran. Sedangkan akar persoalan utama dari masalah ini malah tidak tersentuh, dan menjatuhkan kesalahan tersebut kepada oknum 'mafia'.

Opini menolak disuarakan oleh beberapa Key Opinion Leader (KOL) seperti Pengamat Kebijakan Publik, Trubus Rahadiansyah, yang menilai bahwa program perlindungan sosial berupa BLT tidak efektif untuk menjaga daya beli masyarakat. Trubus menceritakan bahwa BLT, terutama untuk minyak goreng, justru berpotensi membuat harga komoditas pangan lain ikut mengalami kenaikan. Strategi terbaik untuk mengendalikan harga sekaligus menjaga daya beli masyarakat ialah dengan membenahi tata kelola rantai pasok pangan. Trubus meminta pemerintah untuk hadir melakukan operasi pasar dengan cara menyediakan barang dengan harga terjangkau.

sejumlah warga antre untuk membeli minyak goreng curah di salah satu distributor minyak goreng Antara Foto/Aji Styawan via Kompas.com

Salah satu tokoh buruh yang prominen, Presiden Partai Buruh, Said Iqbal, menyatakan menolak BLT Minyak Goreng yang sebelumnya diumumkan oleh Presiden Jokowi. Program BLT merupakan gudangnya korupsi, dan sebaiknya dihapuskan saja, serta lebih baik anggaran dialihkan ke subsidi minyak goreng kemasan. Kebijakan itu menjadi bentuk kegagalan Menteri Perdagangan (Mendag) dalam menindaki kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng.

Dari kalangan politisi Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Amin Ak, memberikan suaranya bahwa BLT memang dibutuhkan rakyat, namun menertibkan praktik mafia dalam tata niaga minyak goreng jauh lebih penting. Kesulitan rakyat timbul karena ketidaktegasan Pemerintah menertibkan para pemain kartel minyak goreng. Rakyat dan negara dirugikan karena alokasi dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada ujungnya dinikmati kartel minyak goreng. Jika Pemerintah benar dan tegas dalam menindak mafia dan kartel minyak goreng, maka pengeluaran anggaran untuk BLT tidak perlu dilakukan.

Perkembangan wacana mengenai pemberitan BLT minyak goreng dan BLT lain cukup dinamis. Banyaknya pemberitaan mendesak pengungkapan dan penindakan mafia minyak goreng alih-alih BLT dengan APBN akan menjadi tekanan tersendiri bagi Presiden Jokowi. Dampak positif terhadap masyarakat kecil seperti meningkatnya daya beli masyarakat, tentunya akan menjadi catatan tersendiri bagi Indonesia yang sedang memulihkan ekonomi dari terpaan pandemi Covid-19 menahun.

Disisi lain, dikhawatirkan apabila Indonesia gagal mengembalikan kestabilan ekonomi ditengah wacana kenaikan harga komoditas lain, isu ini akan digunakan oleh kelompok kepentingan sebagai bahan untuk menyerang Pemerintah. Hal ini dapat mempertajam distrust terhadap jalannya pemerintahan, terutama menjelang tahun politik 2023 dan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline