Lihat ke Halaman Asli

yavis nuruzzaman

fotografer, pemusik, penulis lepas, pemerhati media sosial, penyuka sepak bola,

Suara Menolak Wacana Penundaan Pemilu 2024

Diperbarui: 1 Maret 2022   13:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemilu lima tahunan merupakan hak rakyat untuk menyampaikan suaranya| Ilustrasi dibuat oleh pch.vector 

Berdasarkan pantauan media isu mengenai penundaan pemilu 2024 menjadi salah satu isu yang mendapatkan pembahasan cukup masif. Banyak Key Opinion Leader (KOL) yang mengeluarkan opini mengenai persoalan yang dianggap cukup fundamental secara konstitusional oleh berbagai pihak. KOL dari kalangan akademisi banyak yang memunculkan opini dengan sentimen negatif menolak maupun meminta untuk mengkaji lebih dalam keputusan untuk menunda pemilu tersebut.

Wacana penundaan pemilu mencuat sepekan setelah Komisi Pemilihan Umum (KPU) meluncurkan hari pemungutan suara Pemilu 2024. Gagasan itu salah satunya dilontarkan oleh Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar dengan alasan agar momentum perbaikan ekonomi tidak hilang. Wacana serupa pernah diungkapkan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Bahlil Lahadalia bahwa para pengusaha menghendaki penundaan Pemilu 2024.

Lima dari sembilan partai politik di parlemen telah menolak wacana itu, yakni Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Nasdem, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Demokrat, dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Namun, ada tiga partai mendukung, yaitu PKB, Golkar, dan Partai Amanat Nasional (PAN). Satu partai lainnya, Gerindra, belum membahas wacana itu secara formal di internal partai.

Sentimen negatif beserta penolakan cukup masif dimunculkan oleh berbagai KOL harus mendapatkan perhatian. Wacana negatif yang menonjol adalah adanya pelanggaran konstitusi serta upaya rekaya politik beserta abuse of power.

Salah satu opini yang mengemuka dari Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR), Ujang Komarudin. Ujang mengatakan terdapat gelagat gerakan terstruktur untuk memperpanjang masa jabatan presiden. Salah satu caranya adalah membuat ide penundaan Pemilihan Umum (Pemilu) seolah olah aspirasi publik. 

Misalnya narasi yang mengatakan usul penundaan Pemilu 2024 berasal dari kalangan pengusaha, petani sawit, serta aspirasi yang diserap di berbagai daerah. Gagasan tersebut merupakan mainan politik yang dibuat-buat.

Selain Ujang Komarudin yang mengemukakan narasi cukup menyentil, pihak pemerintah mengamini melalui pernyataan Deputi IV Kantor Staf PResiden, Jaleswari Pramodhawardani. Jaleswari mengakui bahwa penundaan Pemilu akan memunculkan konsekuensi secara politik, hukum dan sosial yang perlu dipertimbangkan secara cermat.

Dari kelompok akademisi, penolakan juga muncul dari Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Padjadjaran Susi Dwi Harijanti. Susi mengatakan, bahwa alasan ekonomi tidak bisa jadi pembenar penundaan Pemilu. Sebab, di negara-negara demokratis mana pun, agenda rutin itu selalu dilakukan dalam situasi apa pun. Wacana penundaan pemilu merupakan gerakan politik yang membahayakan konstitusionalisme.

Sementara Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) La Nyalla Mattalitti dengan cukup provokatif mengatakan, bahwa wacana penundaan pemilu berpotensi memicu revolusi sosial dari kalangan rakyat bawah. Sebab, pemilu menjadi satu-satunya sarana bagi rakyat mengevaluasi perjalanan dan kepemimpinan nasional selama ini.

Isu ini dapat digunakan oleh kelompok kepentingan dan oposisi untuk menyerang Presiden Jokowi dan jajarannya dengan framing negatif. Sentimen negatif yang berlebihan dikhawatirkan dapat menurunkan kepercayaan terhadap pemerintah di tengah upaya untuk memulihkan perekonomian Indonesia. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline