"Ayo mbak Ri, kita mencoba main Jianzi!" Seruku kepada Riana Dewi, sahabat sesama Kompasianer Jogja seusai acara talkshow malam itu. Shuttlecock kulempar ke atas. Pertama, telapak kakiku gagal menerima apalagi mengoper. Lempar lagi shuttlecocknya, dan gagal lagi. Entah berapa kali mencoba, baru saya bisa menerima dan mengoper kearah Riana Dewi. Ini merupakan pengalaman saya yang pertama bermain Jianzi.
Sebuah permainan yang menggunakan shuttlecock sebagai bolanya. Shuttlecock terbuat dari bulu angsa yang berwarna-warni dengan pemberat dari karet atau plastik dibawahnya. Jianzi ini nenek moyang dari badminton lho. Permainannya hampir seperti sepak takraw. Jadi, pemain menendang atau menerima Jianzi, boleh dengan seluruh badan kecuali tangan. Ternyata asyik dan menyenangkan. Kapan lagi kita main bareng , Mbak Ri? Haha... Atau kita ikut mendaftar lomba Jianzi yang diadakan oleh PBTY XIII saja?
Jianze/Shuttlecock. dok pri
Lomba Jianzi menjadi salah satu acara dalam memeriahkan acara PBTY XIII 2018 ini. Sebagai pengenalan kembali permaianan itu, penilaian panitia hanya berdasarkan jumlah tendangan bersih (tidak mengenai tangan atau lantai) untuk perorangan atau pasangan. Anda berani coba?Kjog, Genpi & Panitia PBTY XIII. dok: Riana
Begitulah salah satu keseruan kami menjajal permainan jianze usai talkshow Kompasianer Jogja dan Genpi dengan panitia Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta (PBTY) ke-13 yang telah berlangsung pada tanggal 29 Januari 2018 dan bertempat di ruang meeting The Westlake Resto yang terletak di Jalan Ringroad Barat Mlati Yogyakarta.Sedikit mengenal sejarah dibentuknya PBTY adalah pada pertengahan tahun 2005, Ibu Mudiyati Gardjito memilki ide membuat buku resep masakan Tionghoa, yang kemudian mendapat dukungan dari Sri Sultan Hamengkubuwono X, yang mana Sultan ingin menggagas City of Tolerance untuk Yogyakarta. Pada tahun 2006 digelar PBTY pertama yang diketuai oleh Ibu Mudiyati Hardjito yang awalnya hanya menampilkan tentang kuliner. Sejak saat itu, acara PBTY mulai rutin diadakan setiap tahun untuk memperingati hari Imlek. Suksesnya acara yang digelar, maka dibentuklah Jogja Chinese Art and Culture Center (JACC), yang menampilkan pertunjukan budaya yang lebih luas. Tidak hanya tentang kuliner saja.
Nah, untuk tahun 2018 ini, PBTY akan dilangsungklan pada tanggal 24 Februari-2 maret 2018 mulai jam 18.00 WIB hingga 22.00 WIB, acara yang diadakan menjelang Cap Go Meh ini mengusung tema Harmoni Budaya Nusantara. Aneka ragam budaya dari daerah-daerah di Indonesia, mulai dari Aceh hingga Papua memeriahkan ivent ini. Hal ini menegaskan bahwa PBTY adalah milik semua masyarakat Indonesia bukan hanya keturunan Tionghoa saja. Acara ini berlangsung di Kampoeng Ketandan yaitu disisi timur Malioboro Yogyakarta.
PBTY XIII ini akan dibuka pada tanggal 24 Februari 2018 dengan karnaval di Sepanjang Jalan Malioboro hingga Alun-Alun Utara yang akan menampilkan Jogja Dragon Festival VII, Grup Brumband, Barongsai dari FOBI DIY, Naga Batik Raksasa, Gendawangan, Boneka Taiwan dan kesenian lainnya.
Pengunjung yang selalu ramai di PBTY XII. dok: instagram PBTY
Sementara itu, di Kampoeng Ketandan juga akan tetap ramai dengan ada 149 stan kuliner atau masakan nusantara yang akan memeriahkan acara ini. Wah, mantap nih. Saya paling suka dengan kulineran. O ya, makanan yang berragam disini juga sudah melalui seleksi lho. Dan agar pengunjung merasa nyaman, untuk produk yang halal dan tidak halal, akan di beri label yang jelas.Kegiatan lainnya adalah panggung hiburan music di belakang Melia dan di dreamlight studio. Lomba Karaoke Mandarin, Stori Telling, Tounge Twister, Chinese Caligraphy, Chinese Painting, Jianzi, Dance Competition Grup, Band Competition, dan Pemilihan Koko dan Cici Yogyakarta 2018 juga menjadi bagian kemeriahan PBTY XIII ini. Di area PBTY ini juga ada Taman lampion "Imlek Light Festival."
Wayang Potehi. dok: Sapti
Pameran Wayang Potehi di Rumah Budaya Ketandan dan workshop melukis atau mengecat kepala wayang Potehi juga turut menjadi bagian dari hiburan PBTY XIII ini. Wayang Potehi berbentuk seperti boneka dengan mengenakan kain dan kepalanya dari kayu. Saya belum pernah melihat pementasan Wayang Potehi secara langsung. Jadi tak sabar menantinya di event PBTY.Saya sih sudah berrencana pergi kesana. Selain menikmati kemeriahannya, juga menambah pengetahuan tentang berragam budaya Tionghoa. Tentu ini juga akan menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang kebetulan datang ke Malioboro Jogja.
Sampai ketemu di Kampoeng Ketandan ya...
Salam
Yatmi Rejeki