Lihat ke Halaman Asli

Yatmi Rejeki

Suka becanda,, biar awet muda.

[Fiksi Penggemar RTC] Panggilan Tembang Keramat

Diperbarui: 11 September 2015   06:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Yatmi Rejeki no. 35

[Fiksi Penggemar RTC] 

Malam yang dingin. Suara burung hantu memecah kesunyian. Hembusan angin melambaikan dedaunan. Dayat semakin larut dalam imajinasinya. Menggoreskan kuasnya demi melukis seorang wanita cantik yang di selalu ada dalam pikirannya. Sudah enam buah lukisan dibuatnya dan anehnya semua gambar lukisan itu sama. Entah dia melakukannya dengan sadar atau tidak. Melukis seorang wanita cantik yang telanjang, dia berbaring miring membelakangi pelukis, menoleh dan tersenyum. Wanita itu adalah seorang sinden. Petama kali Dayat melihatnya pada saat salah seorang tetangga menanggap wayang kulit dan sinden itu ada disana. Sejak saat itu, dimana ada pertunjukan wayang kulit, Dayat selalu menyempatkan untuk menonton. Hal itu dilakukannya agar bisa melihat sinden idolanya. Kendalanya, informasi tentang pertunjukan wayang kulit, tidak seheboh pertunjukan dangdut yang selalu ramai dibicarakan, akhirnya dia hanya menyesal ketika terlambat tahu informasinya. Entah daya magis apa, sehingga Dayat menjadi penggemar sinden itu. Dayat pun malu menceritakan pada teman-temannya bahwa dia penggemar sinden. Pasti teman-temannya akan menertawakan dan menganggapnya kuno.

Sayup-sayup terdengar sinden mendendangkan lagu Jawa. Seperti tembang keramat, memanggilnya lirih. Dayat merinding. Kadang terasa begitu dekat,  sebentar kemudian menjauh bagai  terbawa angin. Bagai terkena mantra, Dayat berusaha mencari sumber suara itu. Langkah kakinya menuju ke sebuah telaga tak jauh dari desanya. Seorang wanita cantik sedang mandi tanpa sehelai benang menutupi tubuhnya. Walaupun tengah malam, Dayat bisa melihat dengan jelas, karena malam itu adalah malam bulan purnama. Dayat menelan ludah. Dia ingin mendekat, tetapi kakinya terasa berat dan terikat, akhirnya dia berhenti dengan jarak beberapa meter, di balik semak-semak, dia mengintip. Wanita di telaga itu sudah lekat dibenaknya. Sinden idolanya.

"Dayat, bangun! kok tidur dikebun?" Ibu menggoyang-goyang tubuh Dayat yang tertidur  di bawah pohon jambu di halaman belakang rumah.

"Lho kok aku disini, Bu?" Dayat mengucek matanya seakan tak percaya dia telah tidur di kebun.

"Semalam Dayat ada di telaga itu, Bu." Dayat menceritakan kejadian itu.

"Tembang keramat, wanita mandi, telaga itu, lalu kamu tertidur dibawah pohon jambu ini, kejadian ini sudah enam kali kau alami. Ini sangat aneh, Dayat!"

Hari demi hari Dayat semakin resah. Rasa ingin tahu yang besar tentang sinden itu. Siapa sebenarnya dia? Mengapa misterius sekali? Mengapa selalu ada di telaga itu? mengundangku dengan tembang keramat di setiap bulan purnama. Mengapa pula setiap Dayat menonton wayang kulit, tak lagi ditemuinya sinden itu? Berbagai pertanyaan berkecamuk di kepalanya. Karena aku sangat mengidolakanmu, aku akan berusaha mencari tahu tentangmu? Begitulah tekat Dayat yang membara.

Dayat berusaha mencari tahu alamat dalang yang membawa sinden itu di desanya. Hanya butuh waktu empat jam dari rumahnya, Dayat berhasil menemukan alamat yang dituju. Seorang perempuan tua sedang menyapu di halaman rumah. Sepertinya dia abdi pemilik rumah.

"Permisi, Bi. Apakah saya bisa bertemu dengan Pak Dalang?" tanya Dayat santun. Bibi itu meletakkan sapunya, menoleh ke arah Dayat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline