Lihat ke Halaman Asli

Inginku ... PadaMu (....?...)

Diperbarui: 26 Juni 2015   06:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

" Huuhh ... apa sih jaman sekarang yang gak pakai uang, semuanya harus pakai uang, buang hajat juga ngeluarin uang!! "

Heemmm.. itu sepenggal curahan hati segelintir atau mungkin semua orang di dunia ini. Harus diakui, sejak dahulu materi, uang duit, apalah nama lainnya berhubngan dengan nilai tukar barang, mengharuskan adanya transaksi uang dan materi lainnya. Hanya saja saat ini yang kita rasakan adalah, mengapa sistem transaksi dipersulit, dengan seolah -olah harus menjunjung tinggi semua hal uang, duit, saham dan lain-lainnya (yang sejenis ).

Para petani atau masyarakat dipedesaan merasakan, atau berandai alangkah nikmatnya hidup dikota besar dan metropolitan. Namun sebaliknya ada pula masyarakat dikota besar metropolitan berandai, alangkah nikmatnya hidup dipedesaan yang penuh dengan kesahajaan, penuh dengan kerja keras dan dibarengi dengan keikhlasan dan gotong royong berkeadilan yang merata.

Jika boleh, kita berkonsep nyata membentuk sebuah masyarakat dalam negara yang besar ini (besar jumlah penduduk, besar hasil alam flora dan fauna, besar kebudayaan dan konsep kultur sejarah bangsa Indonesia). Ingin rasanya, membentuk sebuah pemerintahan yang bersahaja dengan menerapkan konsep pondasi nilai-nilai budaya luhur bangsa kita yang sudah mendarah daging jauh sebelum indonesia hidup dalam kemerdekaan secara fisik dari para penjajah bangsa asing. Terus berusaha menyesuaikan perkembangan jaman,tekhnologi dan budaya dengan nilai - nilai budaya luhur bangsa kita, bukan menyesuaikan nilai - nilai luhur bangsa kita dengan perkembangan tekhnologi dan kemajuan yang terus berjalan. Akibatnya, bila kita merevisi atau merenovasi nilai - nilai budaya moral luhur bangsa kita, maka yang ada adalah kemajuan bertekhnologi seiring kemunduran moralitas bangsa kita sendiri, dan berakibat pada kemunduran kesejahteraan bangsa itu sendiri.

Sebuah bangsa yang besar bukan karena ia adalah bangsa yang kaya melimpah akan kekayaan alam, flora dan fauna saja, atau bukan juga karena jumlah penduduknya yang sangat luarbiasa banyak. Tapi bangsa yang besar secara hakiki adalah, sebuah bangsa yang sanggup atau mampu terus berusaha mencari solusi, menemukan solusi dan menerapkan solusi untuk mensejahterakan masyarakat bangsa pada negara itu sendiri. Artinya, sebagai pemerintah pimpinan utama dari sebuah wadah bernama negara adalah,kemampuan seorang pemimpin untuk menstimulus kemampuan rakyatnya, mendorong lahir bathin setriap warga negaranya agar mandiri kuat bertahan dalam mencukupi dirinya, dan pemerintah selayaknya mempermudah segala akses dan fasilitas untuk setiap warga negaranya tanpa terkecuali, serta sekaligus mengawasi jalannya proses pemerintahan secara menyeluruh.

Sebagai presiden, pimpinan utama dari sebuah negara. Sudah selayaknya bertindak tegas, mengayomi, dan tanpa pamrih. kedudukan sebagai pimpinan adalah jalan dan posisi untuk menjadi pedoman langkah bangsa menjalani kehidupan bernegara, tidak akan menjadi bangsa yang besar dan sejahtera, jika kita masih berbimbang hati dan tidak percaya pada kemampuan bangsa kita sendiri.

Sebagai pemimpin kita selayaknya berkorban lahir dan bathin bahkan dalam kehidupan ini kita harus siap mengambil segala resiko baik dan buruk dengan menjunjung kepentingan masyarakat  warganegara bangsa negara ini khususnya. Resiko itu bukan diambil untuk mengorbankan kepentingan orang lain tapi sebaliknya mengorbankan kepentingan diri kita sendiri. Wajar juga bahkan dapat dimaklumi pula jika seorang pemimpinpun memiliki ketakutan yang dalam akan segala resiko yang kelak akan diterimanya, namun sekali lagi, jika ketakutan itu muncul menggoda, cobalah dengan tegas dan tulus katakan, bahwa tidak ada ketakutan didunia ini yang akan dapat mampu menggetarkan jiwaku, selain ketakutanku hanya kepada TUHAN Sang  Maha Mengetahui .

Semua hamba manusia pernah berbuat dan melakukan kesalahan, apakah itu dari niat sendiri ataukah karena imbas perbuatan orang lain. Namun sebuah kesalahan bukanlah untuk diulangi melainkan untuk diperbaiki dan dicegah agar tidak terulang dilakukan untuk kesekian kalinya. Bukanlah seorang manusia jika tidak melewati kesalahan, bukan sebuah kehidupan jika kita tidak melewati berbagai ujian dan cobaan dunia fana.

DUNIA hanya memberi DUA PILIHAN dalam setiap ujian dan cobaan, namun tetaplah berhati - hati pada pilihan itu, sebab dibalik sesuatu yang BENAR ada SALAH, dan DIBALIK sesuatu yang SALAH ada BENAR.

Maka selalulah waspada dan jeli lah AKAL LOGIKA, HATI NURANI SUCI, JIWA, RASA DAN HASRAT DALAM PROSES KEHIDUPAN DUNIA FANA INI.  Sebab tujuan kita tidak lah selalu pada akhir cerita proses, tapi tujuan kita adalah pada perjalanan proses itu sendiri. SEBUAH AKHIR TUJUAN  DAPAT KITA PREDIKSI PADA PERJALANAN PROSES ITU SENDIR, NAMUN SELEBIHNYA  KESEMUA ITU ADALAH RAHASIA TERBAIK SANG MAHA MENGETAHUI YAITU TUHAN YANG MAHA ESA.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline