Lihat ke Halaman Asli

Latah "Kiri" Sebuah Gejala Kekinian

Diperbarui: 16 April 2016   17:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kata "kiri" dalam ranah politk di negeri ini masih menjadi sebuah momok yang menakutkan. Tak jarang, kegiatan yang mengusung tema "kiri" selalu melahirkan polemik bahkan penolakan yang represif dari berbagai pihak.

Di sisi lain, istilah "kiri" menjadi sebuah gejala kekinian, karena pandangan dangkal yang menganggap bahwa "kiri" itu keren, "kiri" itu seksi, dan "kiri" itu menarik.

Sejatinya, perlu sebuah kajian mendalam untuk memahami arti "kiri". Sebab, tokoh-tokoh "kiri" pun masih sering memperdebatkannya. Salah satunya adalah perdebatan antara Trotsky dan Stalin yang pada waktu itu, Trotsky mencemooh sosialisme ala marxisme-lelinisme yang diterapkan oleh Stalin. Trotsky menuangkannya dalam sebuah buku berjudul Bolshevikisme dan Stalinisme yang pada akhirnya menghantarkan Trotsky pada pengaisangannya di Siberia.

Selain Trotsky dan Stalin, Marx dan Bakunin pun pernah berdebat sengit tentang pandang "kiri" mereka terhadap negara di sidang intenasionale di Den Haag. Ironisnya, mereka berdua adalah dua tokoh "kiri" yang sangat berpengaruh. Perdebatan itu pun menghantarkan Bakunin pada pengasingannya.

Di indonesia, pasti kita tahu apabila kita membaca karya D.N Aidit berjudul "Menempuh Jalan Rakyat". Aidit waktu itu pun mencemooh sosialisme ala Sjahrir yang menurut hematnya, lepas dari estetika "kiri".

Merujuk pada sejarah, istilah "kiri" pertama kali dikenal di Perancis pada abad ke-18. Kala itu, kaum pembela pemerintah duduk di kanan, dan pembela rakyat duduk di kiri. Dari situlah kita kemudian mengenal terminologi "kiri" dalam sebuah spektrum politik.

Pada intinya adalah, mempelajari "kiri" tidak hanya bisa dengan membaca satu atau dua literatur saja. Perlu kajian yang dalam tentang arti "kiri" yang sebenarnya.
Pernah dengar nama gerakan "neo-marxis" atau "new left"? Mereka mempelajari "kiri" dari teks asli Karl Marx bukan tafsiran lenin dlsb, karena mereka menolak komunisme ala lenin tersebut.

Oleh karen itu, pelajarilah "kiri" dengan teliti, bukan hanya sekedar nafsu akan sebuah ideologi. Temukanlah "kiri" yang hakiki bukan sekedar "utopi". Saya pun demikian, masih jauh dari seorang "kiri" dalam arti sebenarnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline