Lihat ke Halaman Asli

yassin krisnanegara

Pembicara Publik / Coach / Pengusaha

Remaja Jompo: Sebuah Perjalanan Panjang Menuju Masa Depan Yang Lelah

Diperbarui: 14 Desember 2024   07:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lyfe. Sumber ilustrasi: FREEPIK/8photo

Setiap pagi, stasiun-stasiun di kota-kota satelit seperti Depok, Tangerang, Bekasi, atau Bogor dipenuhi oleh wajah-wajah mengantuk. Mereka berdiri bersandar di kursi peron, menatap layar ponsel, atau diam saja, terlelap dengan mata terbuka. Ini bukan fenomena baru. Ini rutinitas. Mereka adalah pejuang perjalanan, orang-orang yang rela menempuh dua-tiga jam lebih-bolak-balik setiap hari demi bekerja di ibu kota.

Istilah "remaja jompo" muncul untuk menggambarkan dampak perjalanan panjang ini. Mereka yang mestinya berada di puncak usia produktif malah menghadapi kelelahan fisik dan mental yang mirip lansia. Pergelangan kaki nyeri karena berdiri lama di kereta. Punggung kaku setelah duduk berdesakan di bus. Otak terasa kabur saat tiba di kantor. Energi sudah terkuras sebelum pekerjaan dimulai.

Perjalanan Panjang Menuju Kehilangan

Bagi banyak orang, perjalanan panjang bukan hanya soal waktu, tetapi kehilangan. Kehilangan kesempatan untuk tidur lebih lama, kehilangan waktu bersama keluarga, bahkan kehilangan kualitas hidup. Orang yang tinggal di Bekasi misalnya, mungkin menghabiskan lebih banyak waktu di jalan daripada di rumah.

Studi menunjukkan bahwa perjalanan yang panjang dapat memengaruhi kesehatan fisik dan mental. Stres akibat kemacetan atau ketidaknyamanan transportasi publik sering kali menjadi awal dari masalah yang lebih besar-penurunan produktivitas, kurangnya motivasi, hingga risiko depresi. Jika ini terus berlangsung, tubuh yang dipaksa bekerja keras setiap hari akan mulai menyerah.

Mereka yang tinggal di kota-kota satelit seringkali menyebut perjalanan ini sebagai "pengorbanan." Tetapi, pengorbanan ini tidak selalu datang dengan imbalan yang sepadan. Dalam jangka panjang, tubuh dan pikiran mungkin tak lagi kuat menanggung beban perjalanan yang panjang.

Apakah WFH dan Hybrid Solusi?

Selama pandemi, kebijakan Work From Home (WFH) atau model kerja hybrid menjadi angin segar bagi banyak pekerja. Mereka yang sebelumnya menghabiskan waktu berjam-jam di jalan mendadak menemukan kebebasan. Waktu yang biasanya dihabiskan di kereta atau bus digunakan untuk hal-hal yang lebih bermakna seperti olahraga pagi, memasak sarapan, atau sekadar menikmati kopi tanpa tergesa-gesa.

Namun, WFH tidak datang tanpa tantangan. Tidak semua pekerjaan bisa dilakukan dari rumah, dan tidak semua rumah dirancang untuk bekerja. Tetapi, jika diterapkan dengan baik, kebijakan ini bisa menjadi solusi untuk mengurangi jumlah "remaja jompo" yang muncul karena perjalanan panjang.

Model kerja hybrid menggabungkan antara bekerja dari rumah dan di kantor mungkin menjadi opsi yang lebih realistis. Dalam model ini, karyawan bisa memilih untuk datang ke kantor hanya pada hari-hari tertentu. Dengan begitu, mereka tetap bisa menjaga interaksi sosial di tempat kerja tanpa harus mengorbankan terlalu banyak waktu di jalan.

Siasat Mengatasi Lelah Perjalanan Panjang

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline