Akhir Pebruari lalu saya dan kawan-kawan berkesempatan berkunjung ke Thailand dalam rangka keperluan dinas. Melihat negara orang lain tentu banyak sekali yang menarik dan bisa dipelajari. Salah satu pengalaman selama lima hari disana yang cukup membuat saya salut adalah tentang lalu lintasnya. Jalannya lebar-lebar, jalan tol dengan 5-6 ruas jalan, tidak ada hingar-bingar bunyi klakson, jumlah sepeda motor lebih sedikit dibanding mobil, tidak ada polusi karena sebagian besar kendaraan memakai bahan bakar gas termasuk bis dan truk. Di Thailand juga tidak ada kendaraan apapun yang berani parkir sembarangan, kecuali pada tempat yang ada garis batas parkir. Keadaan ini tentu sudah biasa ditemui di negara-negara maju seperti Jepang, Eropa dan Amerika. Namun untuk negara yang hampir setara dengan Indonesia dan termasuk negara Asean mungkin kita perlu belajar banyak dari Thailand.
[caption id="attachment_371687" align="aligncenter" width="522" caption="Pemandangan lalu lintas di kota Bangkok (Dok. Pri)"][/caption]
Empat kali kendaraan kami kena tilang polisi. Dua kali tilang yang pertama ketika bis kami parkir di pinggir jalan di daerah Suphan Buri, 3 jam perjalanan dari kota Bangkok. Saat itu kami sedang melihat areal perkebunan tebu milik petani Thailand. Lokasinya seperti daerah pedesaan, yang kalau di negara kita parkir seperti itu sah-sah saja walau sedikit mengganggu kendaraan lain. Tapi ternyata di sana begitu tertib. Tidak lama setelah bis parkir entah dari mana datangnya polisi tau-tau mobil polisi sudah ada dibelakang bis. Hebat, pengemudi bis saja gak sadar kalau dibuntuti.
[caption id="attachment_371672" align="aligncenter" width="504" caption="Parkir di daerah pedesaan Suphan Buri, lahan petani tebu. Mobil paling kanan adalah mobil pick up polisi (Dok. Pri.)"]
[/caption]
Dari guide lokal saya ketahui kesalahannya karena di jalan itu tidak ada garis batas parkir sehingga tidak dibolehkan parkir. Kalau kena tilang polisi karena parkir sembarangan harus menjalani sidang, dan dendanya cukup besar 2000 bath atau setara Rp. 900.000. Tapi dari dua kali kena tilang itu ternyata bisa dibayar di jalan juga lho, 400 bath, dan bebaaaassss.
Tilang yang ketiga, pada saat bis berada di jalan tol dengan kecepatan yang melebihi batas. Polisi segera menghentikan bis, dan sekali lagi dengan 100 bath bebaaaaassss.
Tilang yang keempat, nah yang ini tilang sungguhan, hehehehe. Malam terakhir kami menginap di hotel Centre Point. Hotel ini berada di pinggir jalan besar daerah pusat kota, kawasan Pratunam Bangkok. Kebetulan hotel ini tidak punya areal parkir, sehingga kendaraan hanya diijinkan untuk menurunkan dan menaikkan penumpang kemudian setelah itu harus segera pergi. “Besok jam 7 pagi sudah check out ya, barang-barang kumpulkan di lobby, dan segera naik ke bis karena bis sudah siap jam 7”, begitu pesan guide lokal kami pada malam harinya. Dasar orang kita yang biasa molor jam 7.30 baru pada nongol di lobby dan dengan bersantai ria menuju bis. Sambil menunggu beberapa orang lagi yang masih belum naik akhirnya polisi pun datang menghampiri dan langsung membuat surat tilang. Pengemudi bis dan guide lokal pasrah dan tidak melakukan adu argumentasi apa pun, mereka menerima surat tilang dengan hormat. Salut deh.
[caption id="attachment_371673" align="aligncenter" width="627" caption="Polisi Thailand sedang membuat surat tilang. (Dok. Pri)"]
[/caption]
Pengalaman parkir yang lain juga menarik, kali ini bukan urusan tilang. Pada hari kedua kami di sana kami mengusulkan untuk bisa melaksanakan shalat jamak takhir dzuhur dan asyar di masjid karena rute menuju jalan kembali ke kota Bangkok dari daerah Suphan Buri akan melewati sebuah masjid besar yang terletak di sisi jalan tol. Dari jauh kelihatan masjid sepi sekali. Ternyata guide lokal yang juga seorang muslim itu tidak dapat memenuhinya dengan alasan bis tidak bisa parkir. Padahal kalau di tempat kita wah..... bablas parkir aja pinggir jalan. Akhirnya kami terpaksa shalat di suatu pertokoan/mall yang jarak dari parkir ke tempat shalatnya bikin ngos-ngosan.
[caption id="attachment_371684" align="aligncenter" width="575" caption="Masjid di Bangkok yang tidak sempat kami datangi (Dok. Pri)"]
[/caption]
[caption id="attachment_371674" align="aligncenter" width="360" caption="Tempat shalat di salah satu kawasan pertokoan di Thailand (Dok. Pri)."]
[/caption]
Selanjutnya selama di Thailand kami empat kali makan di resto muslim. Resto pertama berada di seberang jalan masjid yang saya sebut di atas, Al-Hilal Restaurant, beruntung resto ini punya areal parkir jadi tidak ada masalah. Resto kedua berada di kota Bangkok, di dalam mall yang tentu saja punya tempat parkir.
[caption id="attachment_371675" align="aligncenter" width="549" caption="Al-Hilal Restaurant, Thailand (Dok. Pri)"]
[/caption]
[caption id="attachment_371676" align="aligncenter" width="457" caption="Parkir Al-Hilal Restaurant disisi jalan tol (Dok. Pri)"]
[/caption]
Resto ketiga berada di kampung Nong Prue, Pattaya. Menurut guide lokal, daerah ini merupakan perkampungan muslim yang memiliki 13 masjid. Rumah makan muslim seafood ini memiliki areal parkir yang sangat luas. Selain tempat shalat dan lingkungan yang asri, makanan yang lezat, rumah makan ini juga menyediakan penginapan yang terbuat dari rumah-rumah kecil dari kayu. Di sini pula satu-satunya suara adzan yang pernah saya dengar selama di Thailand.
[caption id="attachment_371677" align="aligncenter" width="515" caption="Muslim Seafood Restaurant di Nong Prue, Pattaya (Dok. Pri.)"]
[/caption]
[caption id="attachment_371678" align="aligncenter" width="588" caption="Parkir Muslim Seafood Restaurant, di Nong Prue, Pattaya (Dok. Pri.)"]
[/caption]
Resto muslim yang keempat di Bangkok, Sophia Restaurant. Areal parkir berada di samping resto dengan daya tampung kira-kira 100 lebih kendaraan dengan lantai parkir yang tentu saja bukan tanah seadanya melainkan dengan lantai beton yang bagus.