Lihat ke Halaman Asli

YASMINA ATHIRA PUTRI

Mahasiswa Jurnalistik Unpad

Politik Dinasti sebagai Asian Value

Diperbarui: 13 Juli 2024   10:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Istilah Asian Value sedang ramai dibicarakan oleh netizen setelah Pandji Pragiwaksono menjadi bintang tamu dalam podcast Total Politik dengan dua pembawa acara, Budi Adiputro dan Arie Putra.  Dalam episode tersebut, mereka membahas tentang politik dinasti hingga keluarga Jokowi.

Dalam podcast tersebut, Pandji berbicara dengan sinis tentang bagaimana politik dinasti dapat merusak demokrasi. Kecenderungan politik dinasti untuk memaafkan kesalahan yang dilakukan oleh anggota keluarga atau kerabat dekat penguasa. Dia berpendapat bahwa tindakan keluarga Jokowi dapat menjadi contoh bagi orang lain di daerah dalam serangkaian Pilkada, yang kemudian akan menganggap politik dinasti sebagai hal yang biasa. Terlepas dari kenyataan bahwa keluarga pejabat daerah sebelumnya dianggap melakukan tindakan korupsi.

Hingga istilah Asian value dan human rights muncul, diungkapkan oleh Arie Putra. Ia bertentangan dengan Pandji, berprinsip bahwa setiap orang memiliki hak untuk maju dalam kontestasi politik tanpa mempertimbangkan apakah mereka adalah anggota politik dinasti. Hal itu juga ia katakan memiliki Asian value. Fenomena politik dinasti adalah munculnya calon dari lingkungan keluarga kepala pemerintahan yang sedang berkuasa. Rezim politik ini terbentuk karena kecintaan yang sangat besar antara anggota keluarga terhadap perpolitikan, dan dinasti politik ini biasanya berorientasi pada kekuasaan.

Filosofi Konfusianisme, yang menggabungkan filosofi dan agama, adalah sumber lahirnya Asian value. Berkat ajaran ini, konsep demokrasi Konfusianisme muncul, yang mendukung hubungan pribadi dan publik yang etis. Hubungan ini menunjukkan kebaikan pemerintahan, rasa hormat terhadap keluarga, dan penerimaan hierarki dan keharmonisan sosial. Mengkonsolidasikan kekuasaan negara untuk mencapai keuntungan bersama adalah tujuan dari ajaran politik Konfusianisme.

Beberapa waktu lalu, Presiden Joko Widodo, juga dikenal sebagai Jokowi, telah menuai kritik karena dianggap melakukan praktik politik dinasti. Putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka, maju sebagai calon wakil presiden pendamping Prabowo Subianto di Pilpres 2024 setelah diubahnya putusan MK yang ketuanya merupakan adik ipar Jokowi. Setelah Gibran maju dalam pemilihan presiden 2024, anggota keluarga Jokowi lainnya juga akan berpartisipasi dalam Pilkada 2024. Sejumlah analis dan pengamat politik berbicara bahwa politik Jokowi tidak masuk akal, tidak etis, dan bahkan layak dihargai.

Ketika anggota keluarga elit masuk ke institusi politik, seperti partai politik, politik dinasti sering terjadi. Hal ini dapat menghambat rekrutmen dan kaderisasi partai serta menyebabkan korupsi dan penyalahgunaan anggaran dan sumber daya alam. Selain itu, Asian value sebenarnya dapat diterapkan dalam politik, di mana setiap orang memiliki hak untuk maju dalam kontestasi politik tanpa memandang apakah mereka bagian dari politik dinasti. Namun, beberapa orang berpendapat bahwa Asian value mendukung keberlanjutan politik dinasti. Tidak menutup kemungkinan bahwa jika politik dinasti semakin meluas, risiko korupsi dan ketidaktransparanan akan meningkat. 

Hubungan antara nilai-nilai Asia dan politik dinasti sangat kompleks. Sementara Asian value menekankan hak setiap orang untuk berpartisipasi dalam politik, politik dinasti dapat merusak demokrasi. Untuk menghadapi politik dinasti, penting bagi kita untuk mempertimbangkan nilai-nilai universal dan konteks lokal.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline