Senin, tanggal 5, Januari, 2015, saya mendapat email dari seorang teman yaitu Surat Edaran BPJS bertanggal Jakarta, 17 Desember, 2014; No: 11255/VII.2/1214; Hal:Petunjuk Pendaftaran Calon Bayi Peserta Peserta BPJS Penerima Upah (PBPU) yang ditandatangani oleh Direktur Kepersertaan dan Pemasaran, BPJS. Pada poin 2.b berbunyi sbb: Bayi dalam kandungan sebagai calon peserta kelompok PBPU yang didaftarkan adalah semua bayi yang keberadaanya terdeteksi adanya denyut jantung janin didalam kandungan. Selanjutnya, janin yang telah berumur enam bulan dan terdaftar maka harus membayar premi sesuai dengan kelas yang diperuntukkan untuk ibunya.
Masalahnya, bukankah calon bayi adalah janin? Bukankah janin masih menjadi kesatuan dengan bundanya? Bukankah menurut UU No: 24/2011 bahwa kepersertaan JKN adalah semua Orang dan termasuk warga negara asing yang telah tinggal minimal selama 6 bulan di Indonesia, wajib menjadi Peserta program Jaminan Sosial ? Kalau demikian, apakah janin sudah di-klasifikasikan sebagai orang atau penduduk oleh BPJS? Apakah peraturan BPJS ini tidak melanggar UU No: 24/2011? Ada, kerancuan rujukan dasar hukum dari Peraturan No: 11255/VII.2/1214 membuat publik menjadi bertambah bingung. Apakah Direksi BPJS tidak konsultasi kepada ahli hukum atau Dewas atau DJSN atau Kemenkumham? Apakah Direksi BPJS panik karena BPJS defisit? Program JKN-BPJS semakin carut marut tampaknya.
Apa komentar sejumlah profesi kesehatan?
Kemarin, saya mem-broadcast via BB: Teman2 ada regulasi baru Bpjs ini. Janin dlm kandungan bisa didaftarkan jadi peserta dan membayar premi ketika Janin ber-umur 6 bln! Jadi belum lahir+belum dapat menggunakan pelkes sdh bayar Premi. Bpjs skrg jadi regulator! Bgm opini anda? Tks
Sejumlah opini teman2 via BB
1. DrSpB Kaltim, a. Emang kalau belum lahir bisa di asuransikan ? Apa ada asuransi yg bikin tanggungan spt ini ? Bagaimana kalau mati ? Kalau cacat ? Atau kalau ibunya yang mati ? b. Kalau bpjs jadi regulator sudah sejak oktober tuh Pak. Kalau tanya ke org bpjs bilangnya ini sudah sk dir bpjs yang bertanggungjawab kepada presiden langsung. Kalau tanya ke org kemenkes, mereka diam aja, gak punya jawaban yang memuaskan. Kewenangannya dilangkahi diam saja.
2. Dr. Ahli Askes. Aneh. Dulu jpk jamsostek perasaan premi lbh murah 6% buat 5 org, dan 3% buat single (max 1 juta yg berarti premi cuma 30.000 perorang perbulan), benefit sama sama as charge, rs lbh bagus, perasaan gak heboh gitu aturannya. Gak rugi juga tuu. Padahal pesertanya cuma pegawai swasta.
3. Dr. PNS berkerja di Jakarta. Menyebalkan pak!trus kan bisa saja kemungkinan bayi lahir mati atw mati ketika masih didalam kandungan(IUFD) bagaimana?kenapa tidak setelah lahir saja?sampai kapan bpjs n JKN terus membuat polemik ya? Pengalaman pribadi nih pak, saya mengelola klinik di perusahan swasta, saat ini kerjasama kami terhenti karena perusahaan diancam bila tidak mendaftarkan karyawannya ke bpjs maka mreka dipersulit untuk dapat proyek Operasional setiap bulan bila ada in house clinic 150jt sedang u join bpjs 400jt setiap bulan. Karena itu mereka menghentikan kerjasamanya pak
4. Dr. Direktur RS Swasta, Jakarta: Wah, kalau berita itu benar maka Dewas BPJS, DJSN, instansi Pemerintah terkait harus membuat teguran keras kepada Direksi BPJS , dan peraturan yg aneh tsb harus segera dicabut. Selanjutnya ....
5. Dr. RS swasta, Jateng: Sekarang ada edaran dari kepala BPJS (saya belum baca) menurut petugas BPjS di RS kami, kalau pasien sebelumnya masuk belum jadi peserta BPJS maka walaupun nanti sdh urus dan aktif 7 hari kemudian, pasien tdk boleh beralih ke BPJS, hari ke 8 dst, alasannya RS akan mendapat dua kali pembayaran, apakah ini benar,? Saya belum sempat konfirmasi ke BPjS nya, tks
6. Dr. Direktur RS, Batam: Ya ampun kenapa sebigitu sulitnya pelaksanaan bpjs, seperti Nya para direktur2 perlu pendekatan spiritual yg mantap sehingga tidak selalu berparadigma rupiah, synk sangat di sesalkan hanya gara 2 rupiah pasien terabaikan, padahal. Para direktur itu Sdh mendapat gaji yg besar, mudah2an para pemimpin tdk hanya cerdas IQ, EQ, Tpi harus cerdas spiritual. Terima kasih Pak yaslis infonya. Aturan daftar kehamilan tujuannya baik, jadi waktu lahir gaj repot daftar yg waktunya cuma 3x24 jam, tapi mestinya premi dibayar setelah lahir saja, karena pelayanan kes waktu dalam kandungan ya melalui ibu. Di tempat saya peserta bpjs mendapat pelyanan yg sama dengan pasien bayar sendiri, tidak ada diskriminasi, tidak ada tambah bayar, pokoknya dengan bpjs dilayani sesuai aturan dan benefit yg sdh diatur.
7. Profesioanal kesehatan, Riau: Direksi yang bikin mungkin msh galau dan maruk...dah jelas waktu janin msh di rahim ibu nya diasuransikan,masak harus bayar double!!
8. Bidan, Riau: Bagaimana bs janin dlm kandungn di daftar kn BPJS??? Bukan nya syart pendaftrn hrs memiliki NIK dl,,?? Kǻƪ☺ dlm hal ini BPJS bs meniru kebijakan Jampersl,, bahwa ketika bayi perlu perwtn maka ia satu paket perhtgn dg ibu nya,, cukup aneh jg dg kebijakan Ɣªήğ demikian,, krm kn link ttg berita tsb pak yas,,
9. DrSpB, Sumbar: BPJS mungkin panik juga kali. Karena terlalu banyak kritikan. Makanya kebijakan baru pun tdk bisa lepas dari kritikan. Bagaimana Bayi yg lahir itu jenis kelamin nya berbeda dg perkiraan sebelum lahir ?. Yg lebih tdk masuk akal lagi belum lahir sdh bayar premi. Atau BPJS mengadopsi bayar premi sebelum sakit.
10. Dr. Praktek. Jakarta: Tidak ada iuran pada peserta yg belum terdaftar kependudukannya alias belum ada fisiknya. Tapi ini bijak jika iuran bukan pada usia janin 6 bulan tetapi pada saat janin lahir. Namun, sering muncul masalah adalah janin gawat sebelum lahir dan perlu operasi dan janin perlu rawat NICU or PICU. Tapi anak itu tdk ditanggung bpjs krn belum jadi peserta terutama bagi pekerja informal dan pekerja formal yg anak ke empat. Kebijakan BPJS mesti harus mengatur bahwa setiap anak yg lahir dari peserta BPJS adalah peserta BPJS. Selanjutnya org tuanya mengurus administrasi kepesertaan setelah lahir.
11. Apoteker, PNS, Jakarta: Iya pak... Sebenarnya bingung mau bilang apa... Kayaknya orang yg paling miskin atau yg paling membutuhkan juga ngak sampai segitunya. Itu lho pak...janin dalam kandungan yg sdh bs didaftarkan jd peserta bpjs...ini kan berarti yg dikejar adalah preminya atau uangnya saja... Apa BPJS sudah segitu ngak punya duitnya?
12. Dr. Direktur Rsud Riau: Kedepan klu betul bpjs mengandeng pihak hukum maka alamat banyak lah masuk nnt dokter dan direktur masuk penjara karena dokter dinggap sama dgn tuhan diagnosa tak bisa salah karena klu salah diangnosa tak dibayar dan klu mengarang penjara terlalu banyak pemeriksaan di bilang tak pintar atau tak profisional di bidangnya
13. Pelanggan RS: Pak usul yg perlu di kritisi manajemen rumah sakit...paling utama mestinya setiao rumah sakit di lobby di pajang struktur organisasi dan orangnya...karena peran manajemen sangat penting di rumah sakit...bukan daftar menu jualan nama dokter dan menu jasanya saja... Jadi pasien bisa kasi feedback kalo dokter kerja tidak tepat analisa sintesa obat ...demikian juga kalo suster2 telat kasi obat...lama respon kalo dipanggil..salah kasi jenis diet makanan pasien...suster tidak helpfull...dsb. Ibu saya sudah 11 tahun pasien tetap rspb..dari hepatitis c sampai sirosis kanker hati..dan sudah dua kali koma...kalo saya ingat2 banyak kejadian rspb mismanajemen nya...yg kritikal dg nyawa. Yg paling gampang aja. .manajemen pendaftaran pasien rawat jalannya...sering kacau..manajenen ugd nya yg malahan emergency..
Apakah ada solusi?
Pertama, segera lakukan review dan revisi yang berkaitan dengan pelaksanaan program JKN. Banyak kebijakan Menkes dan BPJS yang bertentangan dengan konsep mulia Asuransi Kesehatan Sosial itu sendiri. Saya meyakini banyak masalah pada Perpres, Permenkes dan SK BPJS yang bertentangan dengan UU No: 40/2004 dan UU No: 24/2011.
Kedua, kebijakan janin calon peserta BPJS sebaiknya dicabut saja. Kalau mau direvisi; janin boleh didaftarkan tetapi membayar premi setelah jadi orang atau bayi berumur maksimal 30 hari. Kebijakan jadi lebih adil untuk peserta.
Ketiga, perlu kejelasan kembali siapakah regulator JKN? Kemenkes kah? BPJS kah? Sebaiknya, bila akan menerbitkan kebijakan baru di share kepada pemangku kepentingan untuk di-review dan koreksi, kemudian berikan tempo minimal satu tahun untuk sosialisasi.
Terakhir, opini teman2 profesional kesehatan yang menghadapi masalah peserta BPJS setiap hari di rumah sakit dan puskesmas dapat menjadi pelajaran untuk meningkatkan mutu manajemen kepersertaan dan pelayanan kesehatan BPJS. Itupun kalau mau!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H